Before Midnight

1.9K 118 8
                                    

"Tay!!" panggil New.

Tay menoleh ke kanan dan ke kiri untuk mencari sumber suara. Batinnya mulai risau. Suara itu tidak asing lagi.

"Aku di sini!"

Tay pun bangkit dan pergi menuju dermaga. Ditolehkannya kembali kepalanya. Kini di depannya terlihat New, pria yang selama ini ia impikan dalam tidurnya.

"New?" tanya Tay tak percaya.

"Hai, it's been a long time." balas New sambil melambaikan tangannya.

"Ngapain kamu di sini?"

"Mencari jawaban."

"Untuk?"

"Untuk pertanyaan dalam hatiku."

Tay mengangguk sambil terdiam. Ia tahu ucapan menohok itu ditujukan padanya.

"Sudah makan malam?" tanya New.

"Belum..."

"Yuk, makan malam di local fair. Katanya ada lamb skewers yang enak."

"Are you serious right now?"

"100%."

Tay pun mendekati New. "Okay...."

Kini mereka tengah dalam perjalanan dari harbour menuju local fair yang kira-kira akan ditempuh selama 15 menit dengan berjalan kaki. Dinginnya udara malam di Harbour tak menghentikan mereka.

"Apa kabar?" tanya Tay membuka percakapan.

"Baik. Well, not really. Kalau kamu?"

"Kamu bisa lihat. Fine but not really fine."

New hanya mengangguk sekadarnya sambil membatin seharusnya ia lebih terlihat menderita daripada Tay.

"Untuk apa kamu di Bristol?" tanya New.

"Aku ada beberapa urusan tiga bulan yang lalu.... dan ternyata aku nggak bisa pulang."

"Kenapa?"

"Karena lebih hangat Bristol daripada Jakarta."

"Maksudmu, itu karena aku?" sindir New.

Tay berusaha menenangkan New dengan tersenyum pelan. "Bukan. Itu semua karena kebodohanku. Aku yang tolol."

"Semua orang juga tolol. Tapi, mereka tahu, mereka harus berubah." sindir New lagi.

"Ya, aku tahu. Tapi aku pengecut. Makanya kamu menemukanku di Bristol, bukan di Jakarta."

Mereka berdua saling menghela napas sambil menatap langit. Bintang-bintang bersinar cerah di langit malam. Bulan purnama pun menyinari perjalanan mereka malam ini. Tampaknya alam semesta seolah mendukung usaha pertemuan mereka.

"Kenapa kamu nggak menemuiku kembali di Jakarta?" tanya New.

"Karena kamu menyuruhku menghilang."

"Kamu tahu benar maksudku bukan itu."

"Aku sudah nggak tahu lagi mana yang benar dan yang salah kalau itu tentangmu." jawab Tay sambil menunduk.

"Maksudmu?"

"Aku takut memilih, New. Aku takut salah langkah dan akan semakin menyakitimu."

"Tapi usaha tetaplah usaha. I'll appreciate that."

Tay menggeleng sambil tersenyum. "Nggak, New. Aku lebih baik seperti ini. Maaf kalau aku menghilang tanpa jejak. Bukan maksudku sengaja membuatmu khawatir."

We Used to be in Love | TAYNEWTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang