Cigarette Daydreams

1.2K 91 1
                                    

Sedang apa Tay sekarang? Kalau sekarang pukul 18.00, berarti Tay baru tiba di rumah dan berteriak nama New untuk minta dibuatkan makanan. Kini di hadapan New ada sayuran yang ditumisnya tadi siang. Malam ini, ia hanya memanasi alakadarnya demi mengganjal perut. Isi kepalanya terus berisi pertanyaan, sedang apa Tay di jam sekarang? Apa dia bisa makan dengan tenang? Yang terpenting, apa dia sudah berubah?

Apartemen barunya terasa lengang. Setelah tinggal di apartemen Off dan Gun selama 2 bulan, New memilih pindah karena sungkan terus menumpang. Apartemen di dekat kafe menjadi pilihan terbaiknya. Uang tabungannya tak sebanyak dulu. Tak ada lagi Tay yang bisa dia mintai bantuan. 

Melihat jalanan Jakarta membuat New muak. Dia sudah berulang kali melewati jalan-jalan di sudut kota dan terus-terusan menangis. Ia muak terus sedih dan terus memikirkan hal yang tak jelas rimbanya. Rencananya, New akan menjual kafe pada kerabatnya dan uang hasil penjualan kafe akan digunakan untuk life-saving. Entah untuk apa. New masih bingung dengan rencana ke depannya.

Setelah tumis sayurnya sudah hangat, New pindahkan ke dalam mangkuk dan duduk di depan TV dengan lesu. Acara TV hanya sekadar sebagai musik di telinganya. Tiba-tiba, acara yang sedang ditontonnya sedang menampilkan tempat wisata di Bristol, salah satunya Bristol Harbour. New menatap TV-nya dengan nanar sambil membayangkan kenangan yang pernah terjadi di tempat itu. Lautan menjadi saksi bisu kisah cinta mereka yang kini telah kandas dihantam ombak kehidupan.

Tangan New mengarah ke aplikasi travelling. Dilihatnya harga tiket pesawat dari Jakarta menuju Bristol. Saat tersadar, New menampar wajahnya sendiri. 

New, sadar! Untuk apa kamu ke Bristol? Membuka luka lama?

Malaikat di sampingnya terus berbisik untuk mencari alasan agar New melakukan itu. Tapi, tekadnya bulat. Dia tak akan mengganggu Tay lagi. Mungkin Tay sudah hidup lebih baik.

Malamnya, ponselnya tiba-tiba dipenuhi panggilan tidak terjawab dari ibunya. Dia memang tak pernah mengangkat panggilan ibunya, tapi baru kali ini panggilan datang berkali-kali. Dengan hati-hati dia menjawab panggilan untuk tahu apa yang terjadi. 

"Ma?" sapanya hati-hati.

Ibu New di seberang telepon tak langsung menjawab. Terdengar samar omelan ayahnya dari ponsel.

"Ma?" sapanya lagi.

"New, Tay tempo hari ke sini untuk memaafkan kamu. Mama rasa itu benar. Keluarga kita harus bersatu lagi. Maafin mama, ya, Nak." ujar ibunya lirih.

Tak terasa air mata New mengalir deras. Sudah lama ia merindukan kehangatan ibunya, dan tanpa ia sadari, betapa sulitnya hidup tanpa ada keluarga yang bisa dijadikan sandaran. 

"New?" panggil ibunya.

"Kenapa mama nggak dari dulu minta maaf? Kenapa baru sekarang setelah aku menderita? Untuk apa?" 

"Mama baru sadar, Nak. Walaupun mama jahat, mama yakin kamu ngerti perasaanku." 

"Cuma orang tua yang hancurin mimpi anaknya sendiri. Bahkan orang lain yang nggak kukenal bisa mendukungku habis-habisan, sedangkan orang tua hancurin mimpi darah dagingnya sendiri." 

Mamanya menghela napas sebentar, lalu lanjut bicara. "Nggak ada orang tua yang ingin anaknya menderita. Mama sudah melahirkan dan merawat kamu dengan susah payah. Pasti cuma ingin yang terbaik." 

"Di mana mama ketika New wisuda? Di mana mama ketika New hampir putus asa untuk hidup di negeri orang? Di mana mama ketika New butuh sandaran? Jangan pikir mengandung dan melahirkan adalah a big good deed. Yes, it is, tapi apa tugas seorang ibu berhenti sampai situ dan mengglorifikasi susahnya melahirkan daripada kebahagiaan anaknya sendiri?!" bentak New.

We Used to be in Love | TAYNEWTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang