Fate

2.4K 249 6
                                    

"Hoaaahmmmm...."

New berusaha menahan kantuknya. Tetapi, sepertinya sangat sulit ketika sedang ada di kelas Profesor Wyatt, pengajar Surrealism of Art, karena cara mengajarnya yang seperti mendongeng.

"Sigmund Freud have his psychological side about the concept of unconcious. Meanwhile, Andre Breton comes with his concept of Unconcious Art. What's the result, then? Hmmm.... Mr. Thitipoom?" tunjuk Profesor Wyatt.

New buru-buru mengangkat tangannya ketika kesadarannya sudah setengah hilang karena mengantuk.

"Umm... Surrealism Art it is." jawab New.

"Correct. And then, Andre Breton joins Dadaists movement...."

Setelah Profesor Wyatt melanjutkan kelas, New kembali berusaha menghilangkan kantuknya dengan mencoret-coret buku catatan. Ia sudah hafal materi kelas Surrealism. Kecintaannya pada seni dan budaya populer, membuatnya memilih jurusan ini.

Selulus SMA, New berniat untuk menjadi pelukis karena ia punya bakat melukis. Ia juga sudah beberapa kali mengikuti pameran yang diadakan sekolahnya. Karyanya tak luput dari apresiasi penikmat seni. Sayang, ayahnya menentang idenya. Sebagai anak laki-laki, ayahnya ingin New menjadi insinyur atau profesor. Karena ayahnya menentang, New berusaha mencari beasiswa dan dia berhasil diterima di University of Bristol. Perjuangannya tidak mudah. Ia harus meyakinkan ayahnya bahwa passion-nya adalah hidupnya. Tanpa melukis, New tidak lagi menemukan kebahagiaan dunia.

Ayahnya pun terpaksa mengirimnya ke Bristol dengan syarat New tidak mendapat uang sepeser pun. Sebelum berangkat, New mengiyakan tantangan ayahnya dan nekat berangkat. Sesampainya di Bristol, realitas mulai menampar wajahnya. Uang yang diberi oleh beasiswa tidak cukup untuk memenuhi kehidupannya. Terpaksa, ia bekerja part time di Restoran Casamion dan takdir membawanya bertemu dengan Tay.

Tay.

Lelaki manja yang suka menganggu orang lain.

Tak terasa, kelas Profesor Wyatt selesai saat New belum selesai melamun. Setelah merapikan bukunya, New segera ke luar kelas. Pemandangan di luar kelas membuatnya terkaget-kaget. Bagaimana tidak? Tay, laki-laki yang ia lihat terakhir sekitar seminggu yang lalu, kini muncul di hadapannya sambil menggoyang-goyangkan kunci mobil.

"Makan siang. Aku traktir." ajak Tay.

"Kenapa kamu bisa sampai sini? Kamu nggak kuliah?"

"Karena aku naik mobil. Aku kuliah dan udah selesai. Ada pertanyaan lain?"

New menggerutu kesal. "Nggak ada!"

"Aku tahu restoran Thailand enak di sini. Ayo ikut! Kita bisa puas makan Tom Yum!"

"Okay, okay. Awas kalo nggak enak!"

"Tenang aja. Aku pelanggan mereka."

New pun memutuskan untuk naik ke mobil Tay. Ya, hitung-hitung makan gratis karena sudah semingguan ini New hanya bisa makan nacho chips dan alpukat.

Sesampainya di restoran Thailand yang bernama Everyday Thai, Tay mempersilakan New untuk duduk. Mereka memesan 3 menu untuk porsi 5 orang. Katanya, Tay siap menghabiskan kalau-kalau New sudah kembung.

Tak membutuhkan waktu lama, makanan mereka tiba. Menu green curry yang menjadi andalan restoran, menjadi favorit New.

"Nggak menyesal, 'kan, aku ajak ke sini?" goda Tay.

"Kesal, tapi karena ditraktir, aku jadi senang."

"Gitu, dong. Aku bisa traktir kamu lagi kapan-kapan."

New buru-buru membela diri, "Nggak ada kapan-kapan. Ini terakhir."

"Hei, kita 'kan berteman, New? Ayolah!" rayu Tay.

We Used to be in Love | TAYNEWTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang