Part 2

3.4K 96 8
                                    

White House.

Salah satu mansion yang sengaja dijadikan ayah Elizabeth yaitu Derrick Randell sebagai rumah dinas Presiden. Sebenarnya negara juga sudah menyiapkan sebuah rumah dinas untuk orang yang menjabat sebagai presiden, tapi Derrick menolaknya karena Elizabeth menyukai mansion ini.

Derrick menatap putrinya yang sedang berbaring dipangkuan Mommy-nya, pria itu menghela nafas melihat kelakuan Elizabeth yang sama sekali tidak merasa bersalah setelah membuat panik para bodyguard pagi tadi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Derrick menatap putrinya yang sedang berbaring dipangkuan Mommy-nya, pria itu menghela nafas melihat kelakuan Elizabeth yang sama sekali tidak merasa bersalah setelah membuat panik para bodyguard pagi tadi. Sementara sang istri, mengusap kepala Elizabeth dengan lembut.

"Hmm... Apa kau tahu kesalahan mu hari ini?" Derrick berdehem, membuat Elizabeth hanya menoleh sebentar lalu fokus menatap layar ponselnya lagi.

"Sayang, dengarkan Daddy mu yang sedang berbicara," seru Deborah seraya mencubit ujung hidung Elizabeth.

"Mom..." rengek Elizabeth lalu mendudukan diri.

"Ya, aku tahu." Elizabeth menjawab dengan tersenyum masam.

"Lisbeth, bicaralah kepada Daddy apa yang sebenarnya kau inginkan?" tanya Derrick dengan lembut.

Elizabeth menyeringai, merasa mendapat angin segar saat ayahnya mengucapkan kata keramat itu.

"Aku ingin bebas, tidak ada bodyguard yang menjagaku ataupun mengganggu kegiatanku," ucap Elizabeth.

"Mommy tidak setuju!" Deborah langsung menyatakan ketidaksetujuannya.

"Ya, Daddy juga tidak akan membiarkan kau tanpa pengawasan bodyguard. Kau tahu kan apa resiko yang akan terjadi? Kau putri kami satu-satunya." Derrick beranjak dari duduknya lalu duduk disebelah Elizabeth. Pria paruh baya itu mengusap kepala Elizabeth dengan lembut, menunjukkan semua kasih sayangnya kepada putrinya.

"Tapi Dad, aku sudah dua puluh tahun. Aku bisa menjaga diriku sendiri." keluh Elizabeth sarkas, dia juga ingin seperti gadis-gadis lainnya, menikmati masa kuliahnya dengan seru, hangout bersama teman-temannya dan juga ingin berkencan.

"Kau boleh bermain bersama teman mu itu, tapi Daddy tidak akan melepaskan pengawasan mu! Tolong Lisbeth." pinta Derrick.

"Kalau begitu kurangi saja jumlah para bodyguard itu." protes Elizabeth.

Derrick mengangguk setuju. "Okay, bagaimana dengan setengahnya? Lima orang."

"No! Satu orang sudah cukup." tegas Elizabeth.

"Dan carikan yang tampan dan masih muda, setidaknya aku tidak akan bosan." lanjut Elizabeth dengan mengerlingkan sebelah matanya kepada Mommy-nya.

"Baiklah, Daddy akan mencari yang terbaik," ucap Derrick pasrah, tidak ada jalan lain selain mengalah kepada putrinya.

***

Elizabeth melempar sling bag nya keatas tempat tidur, dia sedang berada didalam kamarnya. Kamar yang didominasi warna pink pastel, memberikan kesan lembut dan manis, berbanding terbalik dengan sifatnya. Ditengah ruangan terdapat sebuah ranjang big size dan sebuah lukisan besar menghiasi sisi belakang tempat tidurnya, lukisan abstrak berwarna gold dengan motif bunga sakura. Disisi lain terdapat jendela-jendela yang ditutupi tirai yang berwarna senada dengan dinding kamar itu, lalu terdapat karpet bulu tebal yang terbuat dari kulit domba asli sebagai alas tempat tidur.

12. Love or Hate (THE END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang