Bab 20 #Tertangkapnya Razak

51 15 0
                                    

Bab 20. Tertangkapnya Razak

Seulanga

Pulang dari pasar setelah bertemu dengan Mas Teguh, aku tahu sesuatu yang buruk akan terjadi. Hal itu terbukti tiga hari kemudian ayah menatap murka ke arahku. Dia memang tidak lagi memakiku, tetapi semenjak hari itu ayah tidak lagi menegur. Semua hal yang biasanya aku kerjakan dialihkan semua pada adik-adik. Aku lebih takut jika ayah mendiamkanku begini daripada Ia marah dan memaki.

Mak juga tidak banyak bicara. Dari tatapannya aku tahu jika Mak kecewa pada kenekatan hatiku berhubungan dengan sosok tentara.

Aku serba salah. Mau meminta maaf rasanya aku tidak berbuat salah, tidak meminta maaf maka tatapan kecewa dan sedih yang kuterima setiap hari.

Duniaku rasanya runtuh semenjak hari itu. Harapan dan rasa bahagia setelah bertemu Mas Teguh sirna seketika. Aku tidak pernah siap menghadapi kemurkaan kedua orang tuaku kini. Walau bagaimana pun aku ingin hidup dengan restu dari keduanya. Namun, berhenti dan melupakan Mas Teguh juga pilihan yang sulit.

"Kakak yang sabar, ya," pinta Seruni mencoba menghiburku. Sosoknya lah yang masih bertahan di sisiku saat ini. Walaupun dilakukan secara diam-diam. Bersama dengan Seruni aku bisa bercerita apa saja. Sedangkan Munir, sepertinya ia terlihat ikut marah padaku. Yah, sebagai anak lelaki dia sudah mendukung penuh perjuangan keluarga selama ini. Jadi, wajar saja dia ikutan tidak menyetujui kenekatan aku jatuh cinta sama aparatur negara. Kalau si bungsu Keumala, dia ya tetap layaknya anak-anak yang belum mengerti apa-apa.

Pagi ini aku merasakan suasana mencekam di rumah. Ayah terlihat gusar sejak pulang shalat subuh di Meunasah. Mak pun menunjukkan gelagat gelisah. Aku tidak berani bertanya karena mereka yang mendiamkan aku beberapa hari ini.

Baru ketika Runi pulang dari rumah temannya, aku diberitahukan jika Razak tertangkap tentara yang berpatroli. Dia ketahuan sedang menyisir perbatasan warga sambil membawa senjata api. Dalam sekejap aku dilanda kepanikan. Walau bagaimana pun Razak adalah sepupuku. Dan kami sangat akrab sekali selama ini.

"Ini tidak bisa dibiarkan, Dek," ucapku pada Runi.

"Terus kita harus bagaimana, Kak? Bang Razak gak mungkin bisa bebas begitu saja," ujar Runi sama gusarnya.

Aku tidak bisa berpikir jernih. Ayah dan Mak sudah berangkat ke rumah miwa¹, istri pakwa untuk memenangkannya. Apalagi miwa dalam keadaan sakit. Berita tertangkapnya Razak pasti sudah tersebar ke seluruh Gampong. Ini tidak bisa dibiarkan begitu saja, aku harus melakukan sesuatu.

"Dek, kakak pergi dulu, ya," pamitku pada Runi.

"Mau kemana, Kak?"

"Kakak harus ke bascamp mereka, katanya Razak sudah dibawa ke penjara pusat semalam."

"Pokoknya kakak harus bicara sama mereka dulu, ini gak boleh terjadi, Dek. R-Razak, dia...,"

"Tenanglah, Kak." Runi mengelus punggungku untuk menenangkan.  Aku kehilangan kata-kata untuk bicara.

"Tunggu di rumah sebentar, kakak harus tetap pergi," ucapku seraya bangkit. Aku bergegas memakai kerudung asal dan keluar dari rumah. Aku harus menemui mereka dan memohon agar Razak dibebaskan.

Setalah melalui 10 menit jalan kaki, orang pertama yang kutemui yaitu Mas Teguh. Dia sedang berjaga di depan pintu bascamp dengan senjata lengkapnya. Jika di hari biasa, aku akan mengagumi penampilannya itu maka tidak di hari ini. Ada hal lain yang mendesak untuk ku bicarakan.

"Seulanga," sapa Mas Teguh dengan senyum cerahnya. Dia terlihat kaget aku bisa ada di sini. Karena walau bagaimana pun, ini kali pertama aku menginjakkan kaki di tempat mereka.

Di Batas SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang