Bahagia di buat. Bukan di cari.
—agnfy.ni
Renata mengenakan sepatu sekolah miliknya dan turun ke arah meja makan, menemui ke dua orang tuanya dan abang gesrek yang sialnya abang satu-satunya.
Yah setelah acara Api Unggun selesai, paginya mereka semua di pulangkan. Lusanya semua murid baik dari kelas 10 dan 11 sudah bisa aktif berangkat sekolah, ujian kenaikan kelas.
"Pagi mah, pah," sapa Renata sambil mencium pipi kedua orang tuanya. "Pagi juga abang Lavanyamuk!"
Rafa hanya bergumam membalas sapaan adiknya itu. Sebelum tersadar akan sesuatu, "Dasar adek kurang ajar. Ganteng gini, masa iya disama-samain sama Lava!" Sungutnya melotot tajam.
Hari ini Rafa mengenakan singlet putih polos dipadukan dengan celana coklat tua selutut. Rafa yang notabenenya kelas 12 pun libur sekolah selama Ujian kenaikan kelas berlangsung.
Renata mengangkat bahunya acuh. Ia pun mendudukkan dirinya di kursi meja makan yang masih kosong, berhadapan langsung dengan sang mamah.
Hening. Hanya terdengar suara dentingan sendok beradu dengan piring.
"Mah.. Pah, Nata belangkat dulu yah," ujar Renata seraya bangkit dari duduknya, menyalimi tangan ke dua orang tuanya seraya mengecup pipi kedua orangtuanya bergantian.
"Dadah juga abang,"
"Eitss, mau kemana?"
"Ish, katannya pintel, taunya—ck ck ck," ujar Renata sambil menggeleng-gelengkan kepala-nya heran, "ya mau sekolah lah, abang gimana sih?!"
"Inget pesan abang, jangan lupa—" jedanya, memasukan potongan ayam rica-rica kedalam mulutnya, "otak di pake kalo ngerjain tuh ujian. Jangan cap cip cup lho!" tuding Rafa sarkas.
"Ngerjain mah pake tangan. Masa iya pake otak? Gimana nulisnya coba?" Renata berucap sambil melangkahkan kakinya ke arah kulkas, mengambil satu bungkus coklat dan melahapnya rakus.
"Nih!"
Renata menautkan alisnya bingung namun mulutnya tetap mengunyah sebungkus coklat. Setelah itu ia mengangguk paham. Tau akan maksud dari sang abang, ia menerima pemberian sang abang.
Menjulurkan tangannya, "Hem.. Hem.." gumamnya, menggoyangkan tangannya yang terjulur tepat di depan Rafa.
Rafa berdecak malas, sebelum akhirnya mengangguk dan memberi dua kertas tipis berwarna merah bernominal seratus ribuan.
Renata bersorak gembira segera ia melangkahkan kakinya menuju halte tempat pemberhentian mini bus.
Renata memang seperti itu, tatkala sang papah dan abangnya tak mengantarnya ke sekolah, maka ia lebih memilih berangkat menggunakan mini bus.
Sesampainya di halte yang terbilang cukup ramai. Mulai dari karyawan kantoran, anak sekolahan seperti dirinya dan ibu-ibu yang mungkin ada keperluannya tersendiri.
Kurang dari lima belas menit, sebuah mini bus terpakir di depan halte. Renata beserta penumpang yang ingin pergi searah dengannya segera bergegas naik dan mencari tempat duduk.
Namun sayang, keberuntungan sedang tak berpihak padanya. Renata berdiri dengan tangan yang mencengkram kuat sisi pengaman.
Desakan semakin terasa, di tambah lagi ... tepat dibelakang Renata ada seseorang yang mengenakan kaos berwarna putih dengan celana jeans hitam yang robek dibagian lutut
Di lihat dari gerak-geriknya ia seperti sedang mengamati sesuatu.—o0o—
"Aish, tadi itu tuh susah banget astaga. Tuh guru bikin soal serasa dirinya yang ngerjain. Udah jarang masuk kelas. Eh, ngasih soal kok susah amat, ck!" cerocos Anggi panjang lebar sembari membuka bungkus permen karet.
Saat ini keempat cewek yang sudah bersahabat sejak masa putih biru itu sedang menikmati angin yang menerpa wajah cantiknya, duduk bersandar di kursi yang berada di Rooftop.
"Halah, sok-sokan lo. Padahal mah kalo tuh guru kagak masuk, lo paling heboh dikelas. Lah ini? Dasar aneh!" sengit Dinda menyeruput es teh yang berada di genggamannya.
Hoaam!
"Anggi sama Dinda belisik ih. Nata belasa di dongengin, kan jadi ngantuk," gerutu Renata setelah menguap lebar.
"Elo mah ngantukan mulu, heran gue. Bentar-bentar ngantuk padahal cuma duduk-dudukkan gitu doang," sinis Anggi.
"Anggi kenapa? Nata ada salah sama Anggi?" cicit Renata pelan dengan mata yang mulai berkaca-kaca.
"Kelas," ucap Airin menengahi dengan suara yang dingin seraya melihat pergelangan tangannya yang terdapat jam berwarna putih.
Mereka—Renata, Anggi, Dinda—mengangguk dan melangkahkan kaki jenjangnya ke arah kelasnya.
Sesampainya di kelas, keadaan kelas cukup ramai. Ada yang kejar-kejaran kek bocah, ada yang tidur tergeletak di pojokan, nyanyi-nyanyian tanpa pikir suara mereka kek kaleng rombeng. Ugh.. paling patut untuk ditiru yah.. cuma si kutu buku yang lagi baca buku tanpa memedulikan teman-temannya yang absurd.
Saat Renata tengah tertawa renyah diikuti sahabatnya yang lain, kecuali Airin yang hanya tersenyum tipis dan Anggi yang memasang raut muka—sulit diartikan, sapaan yang entah ditujukan untuk siapa mengalun di telinga mereka.
"Hai," sapanya diiringi senyum yang teramat manis.
"Emm.. hai!" Ragu-ragu Renata menjawab sambil menatap manik mata coklat gelap, kemudian melirik kearah sahabat-sahabatnya yang terdiam ditempat.
"Ntar malem.. bisa jalan nggak?" tanya pemilik mata coklat gelap yang tak lain Alvin.
"Nata?" ujar Renata yang dibalas anggukan oleh Alvin. "Nata emang bisa jalan kok, nih buktinya." Alvin tergelak setelah melihat Renata berjalan ke depan dan ke belakang bolak balik, membuat rambut yang dikuncir dua itu bergoyang tak tentu arah. Hal itu rupanya membuat semua siswa laki-laki memekik tertahan, juwet kali.
Alvin terkikik geli, "Maksudnya tuh, kamu mau ngga ntar malem jalan-jalan?"
Entah sejak kapan gaya bicara mereka berubah, oh tidak maksudnya Alvin yang merubahnya.
Renata berdiri tepat di depan Alvin. Mengerjapkan matanya lucu kemudian ia mengangguk antusias.
Lagi dan lagi hal itu membuat Alvin tertawa renyah membuat anak perempuan menjerit heboh.
"Ya udah aku balik kelas dulu yah, bay.." ucap Alvin setelah mengacak surai Renata.
Renata hanya diam, bak patung entah apa yang sedang ia pikirkan.
Seseorang diam-diam mengepalkan tangannya.
'Awas aja lo!'
—To Be Continue—
Revisi : 05/Desember/2020
Revisi : 30/Mei/2021Instagram : agnfy.ni
KAMU SEDANG MEMBACA
AKU CADEL! [HIATUS]
Novela Juvenil-THIS STORY IS ABOUT SLURRED GIRL- ••• Renata Khanza Az-Zahra. Gadis cadel yang berbeda pada umumnya. Gadis cadel yang dianggap mempunyai hidup sangat sempurna. Nyatanya ini membingungkan untuknya. Seorang gadis yang menginginkan 'sahabat' masa keci...