Ganti Nama {REVISI}

20.4K 1.6K 7
                                    

Suara bantingan keras terdengar saat Alin menaiki tangga menuju kamarnya. Sudah tau apa yang membuat keluarga tirinya itu kini menatapnya tajam, bahkan Alin tau apa yang membuat suasana rumah begitu mencekam.


"Kamu menikah tanpa memberi tahu saya! Merasa hebat kamu! Jangan kira karena kamu menikah dengan putra Bramasta bisa membuat kamu hebat!"


Langkah Alin terhenti. Pernikahan Alin dengan Arga sudah pasti membuat Mucen marah. Usahanya untuk menghancurkan Alin lewat Bambang sudah hancur, tentunya membuat sang kakek tua itu marah. Ya mau bagaimana lagi skenario hebat bukan kala ternyata anak dari musuh kakeknya ternyata menyukai Alin, tentu saja Alin tidak boleh menyia-nyiakan hal itu.


"Memang siapa Anda sampai saya harus memberi tahu? Bukannya Anda hanya orang yang menumpang di rumah Bunda saya." Ucap Alin sarkas.


Jani berdiri dari duduknya. Mungkin merasa tersinggung dengan apa yang Alin katakan. Alin tersenyum lebar, kebetulan semua keluarga Huang berkumpul di ruang tengah sekarang satu persatu wajah yang membuatnya merasa muak ditelusuri oleh Alin. Wajah emosi, sudah Alin duga, apalagi wajah sepupu tirinya. Sungguh hiburan bagi Alin yang hari ini cukup melelahkan.


"Oiya, setelah saya menikah tolong tinggalkan rumah ini. Saya akan menjual rumah ini beserta isinya."


"Lo engga bisa jual rumah ini seenaknya!"


Alin menatap Jane dengan polos, "Kenapa gue engga boleh jual rumah ini? Rumah ini kan punya gue."


"Lo! Sejak kapan rumah ini punya Lo!"


"Ya karena ini memang rumah gue dari awal, kan kalian yang dateng ke sini setelah Bunda nikah sama orang itu. Jadi mumpung belum gue jual mending kalian pergi duluan atau engga kalian beli rumah ini dari saya."


"Alin! Kamu mau jadi anak durhaka karena ngusir orangtua kamu dari rumah ini! Kalau kamu lupa, saya itu ayah kamu!" Ujar Warman.


Alin terkekeh geli, ya ampun dia bahkan dicap jadi anak durhaka disaat ia bahkan tidak mendapatkan kasih sayang layaknya seorang anak. Apa ia harus berbangga karena ayah tirinya menyebut dirinya sebagai ayah Alin? Kalau Alin mau ia sedari dulu ingin bertanya, apa yang sudah ia lakukan sampai ia mendapat perlakuan seperti ini.


"Baik. Kalau Anda masih mengaku sebagai ayah saya. Saya akan membiarkan kalian tetap tinggal disini asalkan jangan pernah ganggu kehidupan saya lagi. Saya melakukan ini bukan karena kasihan sama kalian. Saya melakukan ini sebagai bentuk penghormatan kepada bunda saya yang sudah memberikan sebuah keluarga utuh walaupun itu tidak sesuai ekspektasi beliau. Saya permisi."


Setelah mengatakan itu Alin segera melanjutkan langkahnya, Ia harus menyimpan tenaga untuk pernikahannya yang tinggal lusa. Yap! 2 Minggu itu berlalu dengan cepat. Mungkin karena ia juga sibuk mempersiapkan PKKMB di Fakultas sampai waktu yang ia tunggu sudah tinggal 2 hari lagi. Selama 2 Minggu ini ia bahkan tidak bertemu dengan Arga, chat? Tidak. Telfon? Tidak. Doa? Tentu. Saja. Tidak.


Bahkan Alin mulai mempertanyakan keputusannya, apakah ia benar dengan menikah dengan Arga? Bahkan saat Arga meminta izin untuk menikahinya di depan makam bunda ia saja masih sempat ragu. Tapi sudah terlanjur bukan, ia harus bertanggungjawab dengan apa yang menjadi pilihannya kemarin. Alin bukan seorang pengecut yang akan membatalkan pernikahan yang sudah ada di depan mata dan tentunya ia tidak mau berurusan dengan hal yang membuatnya menyesal.


Sejujurnya menikah dengan Arga juga tidak terlalu buruk. Arga itu tampan, dia juga terlihat bertanggungjawab, dilihat dari dia yang mengajaknya menikah tanpa merasakan masa pendekatan yang sebenarnya bisa Arga minta.


Ia menghela nafas begitu pintu kamarnya terbuka paksa, padahal ia lelah dan ingin segera tertidur.


"Lo mau ngusir kami? Hey ngaca dong tanpa nama belakang Huang Lo itu bukan siapa-siapa!"


Alin tertawa sinis padahal tadi dia sudah mengatakan untuk tidak mengganggu kehidupan Alin lagi, Alin berjalan mendekati Jane "Harusnya Lo yang ngaca, gue tanya deh sama Lo, ini rumah siapa? Perusahaan yang diganti nama Huang Grup itu punya siapa? Siapa! Jangan sok mau bully gue kalo engga tahu siapa yang berkuasa disini! Lo dan keluarga Lo itu cuma serangga yang didiemin jadi ngelunjak. Denger ya Jane, yang beruntung itu Lo, masih bisa numpang gratis di rumah gue."


"Lo! Awas Lo, tunggu aja pembalasan gue."


"Iya gue tunggu."


!!!!




Hari ini hari pernikahan itu. Alin sudah sah menjadi seorang istri dan melepas nama belakangnya. Yang awalnya Huang menjadi, Bramasta? Alin Dayana Bramasta. Memikirkannya saja membuat beban di pundak Alin bertambah berat, berat karena memikirkan ini dia beneran sudah jadi istri? Kalo Bundanya masih ada, pasti wejangan tentang menjadi istri akan membuatnya bosan.


Tamu undangan yang diundang tidak terlalu banyak, sesuai dengan permintaan Alin, hanya teman dan keluarga dekat yang datang. Bukan bermaksud untuk menyembunyikan pernikahannya, tapi dia tidak mau repot. Toh tamu undangan tidak termasuk syarat nikah, jadi untuk apa buang-buang tenaga untuk menyapa banyak orang.


Kehidupannya menjadi wakil presiden BEM sudah membuatnya menjadi pribadi yang jujur baik dari hati maupun perilaku, jadi dari pada ia melayani banyak tamu dengan wajah cemberut lebih baik tidak ada tamu. Malah sebenarnya ia ingin mengusulkan untuk menikah di KUA terus selesai, tanpa resepsi dan tanpa undangan tamu tapi mengingat bagaimana mertuanya sangat semangat menyiapkan segala keperluan pernikahan anak sulungnya tentunya membuat Alin tidak tega mengutarakan keinginannya.


Ia tersentak saat merasakan tangannya digenggam oleh Arga. Suaminya. Ehm Suami,


"Mikirin apa?" Tanya Arga lembut.


"Engga mikirin apapun." Jawab Alin yang langsung dibalas,


"Oh oke hati-hati kesurupan."


Tentunya Alin langsung menepuk lengan Arga keras, "Ish kamu doain aku!"

Arga tertawa, sepertinya sangat mudah membuat pria di depannya ini tertawa. Ah, panggilan aku-kamu memang sudah diubah oleh mereka berdua semenjak hari ini tentunya. Mereka baru ketemu lagi hari ini, berasa dipingit padahal mereka tidak berniat melakukan hal itu.


"Abis ini malam pertama loh Lin."


Glek, Alin lupa bahwa setelah pernikahan pasti ada malam pertama. Melihat raut pucat sang istri, Arga terkekeh geli.

"Tenang, aku kan udah bilang engga mau punya anak dulu."


Alin menghembuskan nafas lega.


"Tapi kalo kebobolan ya kuy!"



"ARGA!"



Astaghfirullah!!!!

Berondong Tajir [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang