Jeanny mengatupkan bibir dan menggigit lidahnya. Tidak semestinya pertanyaan itu keluar dari lisannya. Namun, rasa ingin tahu begitu membuncah. Ia menunggu jawaban dengan jantung berdebar-debar, khawatir Dom akan tersinggung.
Mata emas Dom membulat menatap Jeanny. Namun, tidak ada tanda-tanda kegelisahan dan ekspresi di wajahnya tetap sama seperti saat Jeanny datang tadi. Jika ia memang marah, tentu ia sangat pandai menyembunyikan emosi.
"Mengapa kau menanyakan hal itu? Apa kau mendengar desas-desus di luaran tentang aku?" Dom balik bertanya.
Seketika perasaan tidak enak menikam Jeanny. Buru-buru ia menjelaskan, "Eh, tidak, bukan seperti itu maksudku. Hanya saja ...." Jeanny berhenti sejenak untuk menghela napas. "Saat menolongku tempo hari kau membawa pistol, bahkan dua kali menembakkan pelurunya ke arah penjahat itu. Dan sekarang media memberitakan kematiannya," tambahnya dengan suara bergetar.
Dom menyeruput kopi panas yang disiapkan oleh Jeanny.
"Jean, kaulihat orang itu masih hidup saat kita kabur, kan," kata Dom santai.
Jeanny menggali lagi ingatan akan kejadian malam itu. Dom benar, orang itu masih bergerak ketika mereka cepat-cepat berlari ke mobil. Gadis itu pun mengangguk yakin.
Ibu jari dan telunjuk kiri pria itu mengelus janggutnya sambil memandang tajam ke arah Jeanny.
"Kau tahu, beberapa hewan yang tampak tidak berbahaya pun punya senjata di tubuhnya untuk bertahan hidup. Sengat pada lebah, tanduk pada kerbau, cakar pada kucing. Sama sepertiku. Aku membawa pistol hanya untuk melindungi diri. Sebab kita tak pernah tahu kejahatan apa yang mungkin menimpa kita."
Jeanny mengangguk-angguk. Ia mengerti, pria seperti Domivick Petrov pasti punya alasan membawa pistol. Konon persaingan bisnis bisa menghalalkan segala cara, termasuk melenyapkan nyawa. Namun, jika ia ingat lagi kejadiannya Dom menembak pria penguntit itu bukan di area vital. Pemilik Bourbon le Miracle itu hanya menyarangkan timah panas ke punggung dan tangan si penjahat.
Dom bangkit dari kursi kerja berlapis kulit, lalu memegang dagu Jeanny hingga tatapan mereka bertemu.
"Do I scare you?" tanya Dom dengan suara rendah yang seksi.
Entah sudah berapa kali Dom menanyakan pertanyaan itu. Namun, kali ini Jeanny langsung menjawab dengan gelengan mantap.
"I'm so sorry. Seharusnya aku berterima kasih kepadamu, bukan malah menaruh curiga. Jika kau tak datang tepat waktu, mungkin aku ...." Jeanny tak mampu melanjutkan kata-katanya. Ia menutup wajah dengan telapak tangan.
"Sshh. Sudah, tak perlu diingat-ingat lagi." Dom mengelus-elus punggung Jeanny yang terbalut gaun berbahan satin untuk menenangkannya. "Satu hal yang harus kau ingat, aku tidak pernah melakukan hal yang sia-sia," kata Dom dengan tegas.
Lagi-lagi gelenyar halus mengalir di tubuh Jeanny akibat sentuhan ringan Domivick. Gadis itu beringsut menjauh untuk menjaga akal sehatnya tetap bekerja dengan benar.
KAMU SEDANG MEMBACA
[END] DADDY's SEXY Doll - AGE GAP WARNING
Lãng mạn🔞 [Memuat Konten Dewasa. Bijak memilih bacaan. Dosa tanggung sendiri. Kamu sudah diperingatkan.] ____________________________________________ Ada degup yang meliar di dada Jeanny, ketika seorang pria matang meninju si Berengsek yang berani menggang...