Waktu berlalu dengan cepat, tanpa terasa Jeanny sudah hampir dua minggu tinggal di rumah mewah Dom. Pria itu memperlakukan dia bak puteri raja. Dengan pekerja yang dengan rajin merawat rumah, kebutuhan Jeanny terpenuhi bahkan sebelum dia mengucapkan permintaan kedua. Bangun pagi, sarapan dengan Dom, lalu makan siang di restoran sebelum berangkat bersama ke kasino.
Dalam waktu singkat penampilan Jeanny berubah, dari seorang yang terlihat sederhana menjadi sosialita papan atas. Make over dari ujung kaki sampai ujung rambut dilakukan Dom untuk membuat Jeanny sepadan dengannya, untuk bersaing dengan para wanita yang ditemui di kasino atau pesta glamor.
Beberapa kali, Jeanny tidak mengenali dirinya ketika menatap cermin. Celana jins dan kaos berganti dengan gaun bermerk dan parfum mahal.
Perlakuan Dom pun tetap sama. Jika ada yang berubah adalah bagaimana Dom memperlakukannya dengan lebih manis. Jeanny nyaris tidak pernah dibiarkan sendiri oleh Dom. Bahkan jika ada rekan kerja Dom yang menatap Jeanny, Dom tidak akan segan menegur pria tidak tahu diri tersebut.
"Mulai besok kau berhenti bekerja," ucap Dom saat mereka sedang makan malam bersama, seusai bekerja. Jeanny yang lelah meminta mereka makan di rumah agar bisa langsung beristirahat.
"Berhenti bekerja?" tanya Jeanny mengerjapkan mata sambil membersihkan mulutnya. Dia sudah menghabiskan pencuci mulut yang berupa buah-buahan. Karena dirawat oleh Dom, berat Jeanny naik membuat gadis itu memutuskan untuk diet.
Dom menyunggingkan senyumnya yang menggoda. "Benar, Baby. Seorang puteri sepertimu tidak perlu menghabiskan tenaga untuk bekerja. Kau hanya perlu mempercantik diri, aku yang akan mengurusnya."
Jeanny mendengar itu justru menjadi ragu. "Tapi ... bagaimana dengan ibuku? Aku harus membayar biaya untuk pengobatan dan perawatan mommy."
Dom mengelap mulutnya dan melemparkan serbet ke atas meja makan, memberi kode pada pelayan untuk membereskan sisa makanan yang tidak habis. "Kau tidak perlu memikirkan itu." Dia berdiri dan berjalan ke samping Jeanny, menarik berdiri gadis itu dan menuntunnya ke ruang teater.
"Aku yang akan mengurusnya juga."
Jeanny memandang Dom tidak percaya. "Aku ... tidak ingin merepotkanmu ...."
Dom membawa Jeanny duduk di sofa sebelum ikut duduk di depan gadis itu. "Kau tahu sendiri bagaimana aku memanjakanmu selama kau tinggal di sini. Biaya ibumu tidak ada apa-apanya dibandingkan apa yang telah kulakukan untukmu."
Jeanny menelan ludah sambil memandang Dom. Memang benar, satu gaun yang diberikan Dom bisa membayar biaya tinggal Margareth di SWS selama sebulan. Namun dia masih ragu. Jika dia berhenti bekerja, dia akan sepenuhnya bergantung pada Dom. Ada sesuatu dalam dirinya yang menolak tapi di sisi lain, dia tahu ini adalah jalan mudah baginya yang sudah terlalu lama berjuang untuk bertahan hidup.
Jeanny lelah dan Dom menawarkan kenyaman dan rasa aman yang selama ini dia dambakan.
"Jadi?" Dom kembali bertanya membuat Jeanny kembali fokus. Dia memandang wajah tampan kekasihnya sebelum akhirnya mengangguk.
"Baiklah, tapi aku akan bekerja hingga penggantiku siap."
"Tidak perlu," jawab Dom santai sambil memeluk Jeanny. "Aku sudah memiliki tiga sekretaris dan sebenarnya jabatan itu hanya ada agar kau berada di sisiku sepanjang waktu. Aku hanya beralasan saja agar kau tidak menolak."
Ucapan Dom membuat Jeanny gemas. Di satu sisi, dia sedikit kesal karena Dom menganggap pekerjaannya tidak penting tapi di sisi lain Jeanny juga terharu karena Dom begitu mencintainya hingga membuat satu pekerjaan lain khusus untuknya. Gadis itu akhirnya memukul dada Dom pelan karena gemas yang ditimpali oleh tawa pelan.
Perlahan Dom mengangkat wajah Jeanny membuat Jeanny merasakan embusan napas Dom yang berbau mint. Dadanya berdebar kencang ketika dia mendapati Dom memandangnya dengan gairah. Ketika pria itu mendekatkan wajahnya, Jeanny tidak menolak. Dia sudah mempersiapkan dirinya untuk saat itu, saat ketika bibir mereka akhirnya menyatu.
Rasa hangat yang mengalir dari pertemuan itu menjalar hingga ke dada Jeanny. Namun ketika Dom menjulurkan lidahnya, memaksa agar Jeanny membuka mulut, gadis itu kehilangan keberaniannya. Buru-buru dia menarik diri dari hasrat yang begitu dekat.
"Ma-maaf ...," ucap Jeanny dengan kepala tertunduk.
Dom tidak menjawab dan hanya memeluknya. "Ceritakan tentang ibumu," pintanya seakan tidak terjadi apa-apa.
Jeanny merasakan kelegaan ketika Dom tidak menyalahkannya.
"Mommy ... mengalami banyak hal hingga membuatnya seperti itu." Jeanny menutup matanya sambil menikmati kehangatan pelukan Dom. Di sana dia merasa aman dan disayang. "Mommy pernah cerita, kalau dia dijual oleh pacarnya dan membuatnya jadi pelacur."
Rasa marah merayap naik di dada Jeanny. Dia berusaha menghindari cerita ini tapi kali ini dia ingin memberi tahu betapa tidak adilnya dunia pada dirinya dan keluarganya. Menarik napas dalam, Jeanny berusaha menahan emosinya.
"Namun saat mengandungku, Mommy memutuskan untuk melarikan diri." Suara Jeanny bergetar penuh emosi ketika melanjutkan ceritanya. "Kami tinggal berdua sampai aku berusia empat tahun. Pada saat itu penyakit Mommy membuatnya harus melepaskan hak asuhnya dan masuk ke rumah sakit jiwa. Aku beruntung dibesarkan oleh orang tua asuh yang baik."
Dom menepuk-nepuk punggung Jeanny, memberikan ketenangan, membuat Jeanny merasa lebih kuat. Dia tidak lagi sendirian menghadapi semua ini, ada Dom yang menemaninya.
"Tapi karena kedua orang tua asuhku dari keluarga sederhana, aku bekerja part time untuk membantu biaya perawatan Mommy. Keduanya sudah tidak ada lagi. Hanya Mommy yang kupunya. Aku sangat bersyukur bertemu denganmu, Dom. ..."
"Apakah ibumu mengingat siapa yang orang yang telah menjualnya?" tanya Dom membuat Jeanny melepaskan pelukan Dom untuk menatap pria itu dengan tatapan bingung.
"Tidak. Mom sepertinya tidak ingin mengingat hal itu. Dia tidak pernah bercerita tentang itu dan sejak kondisi kejiwaannya menurun, banyak ingatannya yang tidak utuh."
Dom tersenyum lebar sambil membelai pipi Jeanny. "Kau dan ibumu adalah tanggung jawabku. Kau tidak perlu menghadapi semua ini sendirian."
Jeanny mengangguk. "Terima kasih, Dom."
"Dan jauhi Mike," tambahnya membuat Jeanny terkesiap. Dia tidak menyangka Dom tiba-tiba membawa nama pria itu. "Aku punya firasat buruk tentangnya, apalagi setelah kau bercerita tentang kedekatannya dengan ibumu."
"Aku mengerti. Aku sudah meminta perawat di SWS untuk menghalangi Mike bila dia ingin bertemu dengan Mom." Jeanny memeluk Dom erat. "Aku takut ... dia akan melakukan sesuatu pada Mom dan diriku."
Dom membalas pelukan Jeanny. "Aku akan menjagamu, selam kau tetap di sisiku."
Jeanny tersenyum mendengar nada Dom yang begitu posesif dan membenamkan dirinya pada dada pria yang memberinya rasa aman dan ketenangan.
Question's Time:
💋 Gimana kalau kalian disuruh berhenti kerja sama pacar/suami kalian?
💋 Kira-kira kenapa nih Dom melarang Jeanny ketemu Mike?
💋 Dom posesif versus Mike yang nggak kalah posesif. Siapa yang bakal menang?
Tekan ⭐ kalau kamu suka part ini! Jangan lupa bagikan ke teman-temanmu biar makin seru cerita ini!
Holy Kiss,
💋
[24 Agustus 2024]
KAMU SEDANG MEMBACA
[END] DADDY's SEXY Doll - AGE GAP WARNING
Romance🔞 [Memuat Konten Dewasa. Bijak memilih bacaan. Dosa tanggung sendiri. Kamu sudah diperingatkan.] ____________________________________________ Ada degup yang meliar di dada Jeanny, ketika seorang pria matang meninju si Berengsek yang berani menggang...