Dengan membusungkan dada bidangnya yang berbalut jaket kulit, Dom memasuki SWS, seolah gedung lawas nan hening itu taman ria bermainnya. Tanpa perlu presensi kunjungan, tidak ada pula pegawai SWS bagian pencatat tamu memprotes. Bahkan sambutan hormatnya diabaikan oleh pria penguasa koin judi Las Vegas itu.
Namun, langkah tegapnya tidak berbanding lurus dengan rona mukanya yang tampak masam. Bibirnya terkatup rapat, dan sorot mata terfokus pada anak tangga menuju lantai dua. Beberapa kali ia lirik layar ponselnya yang tidak kunjung memberikan notifikasi dari Jeanny. Dalam kurun waktu tiga jam tidak ada tanda-tanda bunyi lonceng khusus dari gadis itu, membuat Raja Kasino tersebut mengakhiri agenda pertemuan dengan rekannya tiga puluh menit lebih cepat. Sementara sisi tangan lainnya ia sembunyikan di balik punggung, menggenggam sesuatu beraroma harum.
Laju kakinya merapat ke lorong tempat kamar Ibu Jeanny. Tentu saja, pikir Dom, kamar mana lagi yang sering didatangi gadis itu. Sekali lagi, Dom melirik arloji mewahnya, ia sengaja mengambil jam menuju istirahat makan siang seperti ini dengan harapan bisa memergoki Jeanny tengah bersantai bersama Ibunya.
Mungkin ia akan memberinya sedikit pelajaran karena absen dari laporan per jam kepadanya dan membuat gadis itu memohon dengan ekspresi menggemaskan khasnya. Lebih-lebih, frekuensi Si Pengacara Kacamata membesuk Margareth semakin meningkat. Dom tak mau rivalnya mendahuluinya mencuri hati Margareth.
Ketika hendak menyusuri koridor berjendela besar yang dihujani sinar terik, Dom mempersiapkan diri. Ia ingat betul bahwa Margareth telah siuman. Merapikan beberapa helaian anak rambut yang menyapu jatuh menuju alis legam tebalnya.
Langkah kakinya ia lambatkan untuk meredam suara sepatu berkilaunya. Namun, seiring kenop diputar dan kayu pintu berderik, netra keemasan itu hanya menangkap sebuah siluet yang tengah duduk di kursi roda.
Sebersit suara decak lolos dari gumaman Dom. Margareth yang semula duduk membelakangi sambil menonton televisi, memutar kursinya.
"Ada yang tertinggal, Nak?"
Bibir Margareth sesaat menorehkan senyum riang, tetapi ketika netranya menjala sosok tinggi tegap, membelakangi cahaya terik tengah hari, kelopak matanya seketika melebar. Bahunya menegang, seperti ada besi dingin yang dijatuhkan di punggungnya.
"Ma'am? Di mana Jeanny?" Dom menyunggingkan senyum keramahtamahan yang jarang. Namun Margareth hanya melihat sosok gelap yang silau.
"T ... ti dak ... me ... en ... jauh ...." Napasnya entah sejak kapan bergejolak cepat. Ia menggeleng kebingungan. Sekelebat bayangan akan masa lalu kembali mengudara.
Sosok lelaki tinggi kekar, membawa rantai besi berkarat. Margareth berjengit ketika pandangannya jatuh tangannya yang kecil. Tubuhnya yang berbalut kaos dan celana compang-camping. Pergelangan kakinya dihiasi luka basah dan borok yang membentuk pola acak.
"Ma'am, Are you okay?" Alis Dom mengernyit kebingungan. Tubuhnya mencoba merendah untuk menurunkan atmosfer dominasi, ia hendak menyentuh kedua tangan Margareth.
Akan tetapi, Margareth justru menjerit bebar seketika. Dom mendelik, sepintas ia beranjak membekap mulut wanita itu. Beruntung ia sempat menutup pintu tadi, sehingga suara yang keluar agak teredam ditambah dengan suasana siang yang tidak sepeka malam.
"J-Ja ... Ja-angan SENTUH AKU!"
Dom tampak belingsatan, dan matanya menjala buru-buru apa pun di meja nakas. Namun, ia tidak familier dengan beberapa botol kaca dan plastik tablet mana yang tepat untuk diberikan kepada Margareth.
Sementara, histeria Ibu Jeanny yang malah menjadi-jadi, wanita itu mendorong Dom menjauh sambil meneriaki sesuatu.
"JA ... JJA ... AN ... GAN ... JU ... AL ... AK ... U!"
KAMU SEDANG MEMBACA
[END] DADDY's SEXY Doll - AGE GAP WARNING
Romansa🔞 [Memuat Konten Dewasa. Bijak memilih bacaan. Dosa tanggung sendiri. Kamu sudah diperingatkan.] ____________________________________________ Ada degup yang meliar di dada Jeanny, ketika seorang pria matang meninju si Berengsek yang berani menggang...