Masih dengan tatapan tak percaya, Jeanny terdiam di tempatnya berdiri. Netra sewarna langit itu terpancang pada sosok pria matang yang menjulang dengan gagah di depan pintu apartemennya. Rambut cokelat gelapnya terlihat berayun lembut ketika menoleh ke arahnya. Iris kehijauan yang dibingkai kacamata berwarna hitam terlihat berbinar sesaat. Namun, wajah ramah itu tiba-tiba mengeras dan lengkung senyumnya lebur ketika menoleh ke arah Dom.
"Mike? Kenapa di sini?"
Mike terlihat menarik napas sebelum kembali mampu menyunggingkan senyum riangnya yang biasa. "Wah, apa kau tidak akan mengizinkanku masuk sebelum kita bicara lebih lanjut."
Jeannny salah tingkah dan mengangguk. Baru saja dia hendak melangkah, Dom dengan cepat melingkarkan lengannya ke pinggang Jeanny dan menahannya bergerak.
"Be careful, Sweety. Aku tak mau kakimu akan semakin parah kondisinya." Dom membisikkan kalimat lembut yang tegas. Mau tak mau Jeanny merasakan tubuhnya memanas. Entah bagaimana semua ucapan Dom selalu mampu membuat perempuan itu melayang ke awang-awang.
Dengan tertatih, Jeanny pun masuk ke dalam. Sejenak dia mengangguk pada Mike sebelum melewatinya untuk membuka pintu. Jeanny bisa merasakan Mike sebenarnya ingin menyapa dengan pelukan sahabat atau sekadar jabat tangan. Namun, Dom bagai singa posesif yang tidak akan mengizinkan rusa cerita lain untuk mendekati miliknya.
"Maaf, aku tidak punya sofa. Kalian bisa duduk di mana saja." Jeanny bergerak ke arah dapur mungilnya.
"Aku bisa duduk di kasurmu." Dom menyeringai penuh arti.
Wajah Jeanny langsung memerah tanpa bisa dikendalikan. Hanya saja, suara debas yang dikeluarkan Mike membuat perempuan itu berdeham mengalihkan semua pikiran liar yang kini menari-nari di kepalanya.
"Tidak baik menggoda seorang Lady, Mr. Petrov. Aku akan duduk di sini jika kau tidak keberatan, Jeanny." Mike duduk di salah satu kursi makannya. Jeanny hanya bisa mengangguk mengizinkan.
"Aku akan membuatkan minuman untuk kalian." Namun, Jeanny tersentak. Membuat minuman untuk Mike adalah hal mudah. Dia bukan orang kaya yang pemilih. Namun, Dom? Dia tak mungkin menyediakan minuman murah? Ah, kekhawatiran yang sama setiap kali Dom datang ke rumahnya. Perasaan tidak berdaya yang menyebalkan.
"Tidak perlu repot, aku ke mari justru diminta Margareth untuk mengantarkan ini." Mike bangkit dan hendak bergerak mendekat.
Sayangnya, baru satu langkah, Dom menghalangi jalannya. "Serahkan itu padaku. Di sini, tugasku lah yang membantu Jeanny."
Mike bahkan tak bisa melawan saat Dom merebut paksa kantong kertas berisi makanan berlogo lingkaran dengan kombinasi merah dan hitam itu.
"Mom memintamu?" Jeanny seolah tak percaya mendengar penjelasan Mike. Namun, anggukan dan senyum hangat Mike menekankan kebenaran itu.
"Aku yang memilihkan menunya."
Dengkus meremehkan terdengar lirih dari arah Dom, tapi cukup keras untuk didengar Mike dan Jeanny. "Aku bisa memilihkan menu yang lebih baik daripada makanan dari restoran kelas bawah seperti ini."
Mike mengigit gigi gerahamnya menahan semua rasa kesal yang bercokol. Beraninya pria yang sok kuasa itu menghina pilihannya?! Ya, Tuhan! Senarsis-narsisnya Axel, dia tidak pernah membuatnya kesal setiap kali bertemu. Jelas Dom mengibarkan bendera perang padanya. Mike mendorong ke atas sedikit frame kacamatanya di bagian tengah dengan jari telunjuk.
"Aku sudah memilihkan menu terbaik untuk kesehatan Jeanny." Mike mengangkat dagunya penuh kebanggaan.
Jeanny merasa jengah dan bergegas mengambil alih kantong kertas yang sedari tadi digenggam Dom.
KAMU SEDANG MEMBACA
[END] DADDY's SEXY Doll - AGE GAP WARNING
Romansa🔞 [Memuat Konten Dewasa. Bijak memilih bacaan. Dosa tanggung sendiri. Kamu sudah diperingatkan.] ____________________________________________ Ada degup yang meliar di dada Jeanny, ketika seorang pria matang meninju si Berengsek yang berani menggang...