Ruang temaram dan sebongkah selimut. Derai gerimis memasuki indera pendengaran. Seakan tidak ingin kalah dengan butiran-butiran air langit yang menetes, suara guntur ikut menampakkan diri.
Gadis itu meringkuk dalam bongkahan selimut berwarna kuning dengan motif beruang kesukaannya. Merapatkan tubuhnya dengan gelisah, seakan-akan sang guntur tega untuk menyambar tubuhnya yang rapuh itu.
Banyak orang bilang hujan itu adalah rahmat dari Tuhan. Ia pun setuju akan pernyataan itu. Ia suka hujan, setara dengan ia menyukai kue beras yang biasa dibelinya di kedai pinggir jalan. Namun ia tidak menyukai sang guntur yang terasa sangat mengintimidasi, mengalahkan indahnya suara hujan yang dapat menenangkan pikiran.
Suara sang guntur terlalu mengintimidasi.
Seulgi takut akan itu.
Ia merasa terbelenggu akan itu.
Selain itu, suara mengintimadasi itu juga sukses menyulut pikiran buruknya. Sang guntur seketika membawa kembali ingatan akan kesalahan-kesalahan yang selama ini pernah ia lakukan, baik sengaja maupun tidak.
Seulgi tidak sanggup. Apalagi saat ini keadaannya sedang sangat kacau.
Otaknya sudah berkabut dan kabutnya seakan makin tebal karena pikiran-pikiran buruk yang datang tanpa permisi.
Wajahnya semakin kelabu, bulir air mata mulai jatuh dan meninggalkan jejak sungai di pipi gembil miliknya.
Seakan tangisan itu adalah sebuah panggilan, sang pahlawan datang. Menerobos ruang temaram itu hanya untuk melihat sang gadis terkasih sedang dalam fase yang tidak baik-baik saja.
"Jimin?"
Namanya dipanggil dengan suara yang bergetar.
Jimin tersenyum tipis, tidak ingin menunjukkan wajah kasihannya, ia tahu sang gadis tidak suka dikasihani. Sang gadis selalu mendeklarasikan dirinya sebagai gadis kuat dan tahan banting, walaupun Jimin tahu kenyataannya tidak seperti itu.
Sekarang gadis itu sedang rapuh dan hanya mereka berdua yang boleh melihat kerapuhan itu.
"Kenapa kesini? 'Kan di luar hujan."
"Cuma hujan, kok."
Jimin duduk di samping Seulgi yang masih meringkuk. Mendaratkan tangannya di puncak kepalanya, mengelusnya dengan lembut, memberikan seluruh kasih sayang yang ia punya untuk gadis itu.
Berusaha agar Seulgi tahu, bahwa ia akan selalu berada di sampingnya.
Menemaninya, mendengarkannya dan melindunginya.
"Nanti kamu sakit."
"Nggak akan."
"Tapi一"
Jimin mengangkat satu kantong plastik yang sedaritadi berada di genggaman tangan kirinya. Berisi kue beras khas kedai pinggiran jalan yang sangat didambakan oleh seorang Kang Seulgi. Sederhana, namun dapat membuat gadis itu bahagia.
"Makan kue beras selagi hujan? Sounds good, isn't it?"
Walaupun pencahayaan di ruangan itu sangat minim, kedua mata Jimin masih berfungsi dengan baik. Setelah ia mengucapkan itu, sang gadis terkasih memamerkan senyuman cantiknya.
"Siapa tahu ketakutan dan pikiran jelek kamu bisa hilang."
Senyumannya semakin lebar dan semakin cantik lagi.
Terkadang, kita hanya butuh sesuatu yang sederhana untuk menghilangkan segala ketakutan.
Sang guntur kembali menyapa indera pendengaran mereka dengan suara mengintimidasinya, namun kali ini ia tidak mampu untuk mendatangkan pikiran-pikiran buruk kepada otaknya.
Obsidian milik Seulgi hanya tertuju kepada satu objek.
Jimin dengan sekantong kue beras.
Sekarang Seulgi percaya, sejahat apapun dunia kepada dirinya, namun jika ada satu orang saja yang selalu setia di sampingnya, Seulgi sadar bahwa ia bisa melewati itu semua.
***
hi long time no see!
aku bawa cerita singkat nih, cuma sekitar 400an words. semoga suka ya. xx
KAMU SEDANG MEMBACA
[✔️] Sunflower | seulmin
Fanfic《 SHORT STORY COLLECTION 》 BTS's Park Jimin x Red Velvet's Kang Seulgi Sunflower 一 known for being happy flowers, making them the perfect gift to bring joy to someone's day.