Haruto terdiam seribu bahasa. Ia sama sekali tidak menjawab pertanyaan seseorang di hadapannya sekarang. Pikirannya kosong, entah apa yang ia pikiran.
"Aku pergi ke kampung halamanku beberapa bulan ini, tapi kayanya kamu ngga perduli ya...?"
Bagaimana ia harus menjawab pertanyaan ini?
"Jangan ikutan bisu kaya temenmu itu Haruto!"
Mendengar perkataan tersebut, emosi Haruto membuncah seketika. "Wonyoung, jangan bicarakan orang lain disaat kita sedang berdua!"
Mata Wonyoung mulai berkaca-kaca, untuk ketiga kalinya dalam berpacaran dengan Haruto... pacarnya itu membentaknya.
"Aku cuma sedih, apa sebegitu sibuknya kamu sampai lupa buat ngabarin atau nanya keadaan aku?"
"Iya, aku sibuk..."
"Tapi setidaknya satu kali aja apa ngga bisa?"
Haruto mendelik. "Kalau begitu kenapa bukan kamu yang menghubungiku duluan?"
"Haruto, mama aku meninggal. Aku lagi butuh kamu buat nenangin aku. Tolong jangan bentak aku lagi h-hiks..."
Menghela nafas pelan, Haruto beranjak dari tempat duduknya untuk mendekati Wonyoung lalu memeluk tubuh kurus gadis tersebut.
Jujur, sebenarnya dia tidak lupa kalau Wonyoung masih berstatus sebagai pacarnya.
Ia hanya bingung. Memutuskan Wonyoung secara tiba-tiba setelah satu tahun lebih berpacaran. Apa alasan yang harus ia berikan nanti kalau Wonyoung bertanya?
Mau berbohong pun tidak bisa. Karena jika Wonyoung ingin tau sesuatu, gadis tersebut pasti akan mencari tau hingga ia dapat menemukan jawaban yang diinginkan.
Disaat masih sibuk berkutat dengan pikirannya. Tiba-tiba saja mata Haruto menangkap sesuatu pemandangan tidak mengenakan.
Ada lebam ungu di bahu Wonyoung.
"Wony, bahu kamu kenapa?"
Merasa sadar apa yang Haruto maksud, Wonyoung langsung melepaskan pelukan mereka dan menutupi bahunya dengan kedua tangan.
"Ah bukan apa-apa, ini kemarin kejatuhan barang besar..."
Haruto menggeleng tidak setuju. Ia tau betul lebam seperti ini pasti bukan hanya karena masalah ketiban barang atau apalah itu.
Ini seperti...
"Siapa yang sudah ngelukain kamu?"
Ya, luka bekas pukul.
"Kamu kok ngga percaya kalau ini karena kejatuhan barang sih?!"
Wonyoung menatap Haruto tajam. Ia tidak suka didesak seperti ini.
"Aku bukan anak sd yang kalau dibilangin kaya begitu langsung percaya. Tapi yaudah terserah kamu, jaga diri aja."
Baiklah kalau Wonyoung tidak mau cerita, tidak apa-apa. Ia tidak memaksa.
Hhh, padahal dulu kalau ada parfum lain di baju Wonyoung saja Haruto pasti akan mempermasalahkannya.
"Kamu berubah..."
Haruto menoleh, seperti sedikit merasa tidak asing dengan pertanyaan tersebut.
"Aku berubah apanya?"
"Lebih cuek, lebih tidak perduli dan acuh..."
"Aku hanya lelah."
"Haruto yang aku kenal, walau lelah sekalipun dia pasti tidak akan bersikap cuek."
KAMU SEDANG MEMBACA
[1] terpaksa nikah | harukyu ✔
Fanfiction❛❛Setidaknya bahagiakan aku untuk satu kali saja.❞ Ini lanjutan chapter Terpaksa Nikah yang sebelumnya sudah aku publish di akun @Dirgan05.