Haruto menatap Wonyoung dan makam disekitarnya penuh simpatik.
Terlalu sedih dan bingung dengan apa yang sedang ia lakukan saat ini.
"Ruto, sebelum mama benar-benar meninggal, dia sempat titip pesan buat kamu."
Haruto menoleh, menatap Wonyoung yang sedang menaburkan bunga di atas makam dengan nama wanita yang telah melahirkannya disana.
"Mama pengen kamu cepat lamar aku..." ujar Wonyoung dengan senyum kecil yang terpatri di wajahnya.
"Kamu yakin, secepat ini?"
Tiba-tiba saja alis Wonyoung tertekuk. "Cepat apanya? Kita pacaran sudah satu tahun lebih, Haru."
"Tapi bagiku tunangan itu terlalu cepat..." lirih Haruto.
Wonyoung terkekeh. Mengusap wajahnya kasar lalu berbisik pelan kemudian.
"Kamu punya pacar lain ya?"
Suasana berubah menjadi tegang. Hawa menjadi lebih dingin dan canggung ketika Wonyoung bertanya seperti barusan.
Nada suara gadis itu penuh intimidasi, membuat siapapun yang mendengarnya akan menjawab dengan ketakutan.
"Ngga, cu-cuma bagi aku terlalu cepat."
"Lalu kapan...?"
Haruto berpikir sejenak, jika menjawab maka berarti sama saja dengan ia berjanji. Tapi jika ia tidak menjawab, bukannya Wonyoung akan curiga?
"Begini, ayo pulang terlebih dahulu. Akan kupikirkan dirumah bersama bunda tentang ini nantinya."
Haruto menggenggam pelan tangan Wonyoung lalu menariknya setelah meletakkan setangkai bunga pada makam ibu dari pacarnya tersebut.
"Kenapa tidak disini? Agar mama bisa menjadi saksi bisu janji kamu."
"Bukan begitu, tapi a—"
Wonyoung segera menepis tangan Haruto lalu menatap pacarnya tersebut dengan tatapan tajam.
"Iya, terserah kamu..."
"Bukan begitu! Tapi bunda aku juga harus tau tentang ini Wonyoung!" ujar Haruto tanpa sadar membentak.
Sedangkan yang dibentak hanya terkekeh, ia tidak perduli lagi. Dengan cepat ia berjalan melewati Haruto terlebih dahulu.
"Lagi-lagi aku tanpa sadar membentak..."
***
Perjalanan mereka didalam mobil sedari tadi hening. Tidak ada yang membuka suara baik dari pihak Haruto maupun Wonyoung.
Sedangkan Haruto sendiri sebenarnya tidak suka suasana seperti ini. Akhirnya ia rela mengalah.
"Kuantar pulang ke rumah?"
Wonyoung menggeleng lemah. "Aku ingin bertemu bunda sebentar..."
"Ah jangan, bunda sedang tidak ingin diganggu."
Haruto menolak dengan halus. Tentu bahaya kalau Wonyoung mengunjungi rumahnya dengan keadaan Junkyu yang sedang hamil sekarang.
"Baiklah, setidaknya kalau tidak boleh masuk biarkan aku mampir sejenak. Lima detik pun tak apa, rumah kita juga searah kan?"
"Halaman depan rumah saja tapi ya?" tanya Haruto ragu-ragu.
"Iya, tidak apa-apa..."
Aneh, tumben Wonyoung menurut seperti ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
[1] terpaksa nikah | harukyu ✔
Fanfiction❛❛Setidaknya bahagiakan aku untuk satu kali saja.❞ Ini lanjutan chapter Terpaksa Nikah yang sebelumnya sudah aku publish di akun @Dirgan05.