Bab 3

110K 12.1K 597
                                    

Raye memutuskan untuk menyimpan sendiri kejadian beberapa hari yang lalu dari kedua teman dekatnya. Rasanya sungguh memalukan sampai-sampai ia tidak sanggup menceritakan insiden itu pada siapa pun.

Dan hari ini pun terjadi, saat Raye harus kembali bertemu dengan Rolan. Kali ini sebagai mahasiswanya.

Raye masih tidak tahu harus bersikap seperti apa nantinya. Doanya di sepanjang pagi dan malam tak dikabulkan. Di semester ini,  Rolan akan tetap menjadi dosennya.

Tadinya ia sempat berpikir ulang untuk mengambil mata kuliah ini tahun depan saja, tetapi teringat jika mata kuliah yang diampu oleh Rolan akan berlanjut di semester enam. Yang artinya Raye memang harus mengikuti mata kuliah ini kalau ingin lulus tepat waktu.

Maka dari itu, Raye memutuskan untuk menjadi mahasiswa teladan supaya bisa menghapus citra buruknya di mata Rolan. Paling tidak, Raye berharap di akhir semester, Rolan akan membiarkannya tetap lulus mata kuliah ini walau ia harus mendapat nilai C sekalipun.

Selain itu, Raye juga akan mencoba sok akrab dengan Rolan. Seperti hubungannya dengan Pak Gilang selama ini. Jadi, pertama-tama ia akan mengajukan diri sebagai penanggung jawab di mata kuliah ini.

Syukurlah Raye mempunyai kepribadian yang ceria hingga tak sulit baginya untuk menarik perhatian Rolan nantinya. Sebab, sudah ada sebagian dosen yang mengenalnya. Atau paling tidak mengetahui nama dan angkatannya.

Raye akan mati-matian mengadu nasibnya di semester ini.

“Lah, abis mimpi apa lo tadi malem jam segini udah dateng.” Anggita yang baru memasuki kelas, menegur Raye yang sudah duduk manis di dalam kelas.

“Gue semangat banget hari ini,” jawab Raye berapi-api.

Anggita mengambil duduk di sebelah Raye dan meletakkan tasnya di kursi kosong satunya untuk diduduki Niana nantinya. “Pasti karena mau lihat Pak Rolan kan lo?”

“Pokoknya gue mau belajar sungguh-sungguh di mata kuliah ini.”

Anggita menggeleng-gelengkan kepalanya. “Mabok ini anak.”

Lantas, keduanya kini sudah sibuk dengan ponsel masing-masing. Anggita tengah bermain game, sementara Raye membaca jurnal yang berkaitan dengan mata kuliah yang diampu Rolan.

Pukul 9.50, sudah waktunya perkuliahan dimulai. Kelas juga sudah hampir penuh meskipun masih ada beberapa orang yang belum hadir. Wajar saja, semakin bertambahnya semester, maka semakin bertambah pula tingkat kemalasan tiap mahasiswa. Apalagi di hari pertama kuliah, biasanya dosen hanya akan membahas soal kontrak perkuliahan.

Dan yang ditunggu-tunggu sejak tadi pun akhirnya tiba. Pukul sepuluh lewat lima menit, Rolan memasuki kelas. Seketika suasana menjadi hening dan seluruh perhatian tertuju ke depan.

“Selamat pagi teman-tem ... an.”

Rolan sempat memenggal sapaannya saat matanya berlabuh pada Raye yang duduk di barisan tengah. Matanya berkilat kaget. Dan Raye pun menyadarinya.

“Baiklah, di pertemuan pertama ini, saya hanya akan membahas perihal kontrak perkuliahan.” Rolan melanjutkan kalimatnya setelah berhasil mengendalikan keterkejutannya. “Sebelumnya, ada yang sudah mengenal saya?”

“Sudah, Pak,” jawab para mahasiswa dengan kompak, terutama Raye yang berusaha sekuat mungkin menjawab dengan teriakan hingga Anggita nyaris memukul kepalanya.

Yes, Sir!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang