“Enak juga ya, Lan, tempatnya.”
Malam ini, Rolan kedatangan tamu pertama di apartemennya. Atau mungkin yang kedua karena sebelumnya ada Raye yang ia ajak—ah tidak, lebih tepatnya dipaksanya untuk masuk ke dalam apartemennya.
Sosok yang kini tengah duduk di ruang tamu apartemennya dengan segelas wedang jahe yang sengaja dibeli saat dalam perjalanan ke sini adalah ibunya—Jana.
Wanita separuh baya itu sudah bolak-balik menelepon Rolan agar anaknya itu segera meluangkan waktu dan mengizinkannya untuk bertandang ke sini. Tetapi rupanya Rolan terlalu sibuk hingga tak ada waktu yang pas sampai hari ini tiba.
Rolan yang baru selesai mandi—masih dengan handuk yang digunakan untuk mengeringkan rambutnya dan celana bokser tanpa atasan—mendaratkan bokongnya tepat di sebelah Jana. Tanpa izin, ia mengambil gelas wedang jahe milik ibunya dan langsung menyesapnya sedikit.
“Mama bawain juga buat kamu, tuh,” ujar Jana dengan senyum gelinya saat melihat sang anak yang memang menyukai wedang jahe, seperti dirinya.
Rolan menjauhkan bibirnya dari ujung gelas sebelum berpaling pada Jana. “Pasti masih di dalem plastik, deh.”
Jana mengangguk singkat. “Mau diminum sekarang?”
“Mama yang itu aja, deh. Aku mau minum yang ini aja.” Rolan mengangkat gelas wedang jahenya, menggoyangkannya pelan untuk menunjukkan pada Jana bahwa ia akan menghabiskan milik ibunya daripada membuka yang baru.
“Ish, dasar.” Jana memukul pelan paha Rolan sambil menggeleng takjub. Lantas beranjak dari posisinya, bergerak menuju dapur untuk menaruh wedang jahe yang satunya ke dalam gelas.
“Anaknya Orlan sehat-sehat aja kan, Ma?” tanya Rolan selagi ibunya tengah sibuk di dapur.
Apartemen Rolan yang memang sangat mungil, menjadikan ruang tamu dan dapur tak memiliki pembatas. Jadi, saat ini ia masih bisa mengobrol dengan ibunya secara jelas.
“Sehat,” jawab Jana, sembari menuangkan wedang jahe dari bungkusannya ke dalam gelas. “Kamu kapan mau nengokin keponakan kamu?”
Rolan menyandarkan punggungnya pada sofa. Handuk yang semula berada di kepala, kini sudah berpindah menggantung di seputaran lehernya. “Entar deh, Ma, kalo kerjaan di kampus udah tinggal dikit. Lagi ribet soalnya. Aku juga lagi ngurusin proyek baru bareng Sadam sekarang.”
Jana kembali ke ruang tamu dengan segelas penuh wedang jahe, memosisikan kembali dirinya di sisi Rolan setelah meletakkan gelas tersebut ke atas meja. Badannya pun miring ke arah Rolan, menatap sang anak yang jelas sekali tengah menyimpan luka.
Sekeras apa pun Rolan mencoba memendam dan menyembunyikan lukanya seorang diri, siapa pun bisa melihat itu secara gamblang.
“Kamu baik-baik ya di sini.” Jana tiba-tiba saja mengusap-usap kepala Rolan. Memilih untuk tak lagi melanjutkan topik seputar Orlan yang sebelumnya sempat dibahas.
Rolan menoleh pada Jana. Sebersit senyum simpul hadir dalam wajahnya. Menaruh gelas wedang jahenya bersisian dengan milik Jana di atas meja, Rolan pun mengambil tangan sang ibu yang berada di kepalanya. Dibawanya tangan yang tampak renta itu ke dalam genggamannya.
“Aku bakal baik-baik aja, Ma,” balas Rolan dengan sorot yang dibuat semeyakinkan mungkin.
Jana mengangguk dengan senyum di antara guratan wajahnya yang mulai menampakkan keriput. Mencoba memercayai Rolan bahwa anaknya yang satu ini memang akan baik-baik saja setelah apa yang dilaluinya beberapa tahun belakangan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Yes, Sir!
Romance[DIHAPUS SEBAGIAN - Bisa dibaca lengkap di aplikasi Dreame/Innovel dan Versi PDF tersedia di KaryaKarsa] Seumur hidupnya, Raye tidak pernah berkeinginan untuk membuat konflik dengan siapa pun. Hidupnya cenderung lurus-lurus saja. Apalagi setelah Ray...