Bab 8

92.8K 10.6K 173
                                    

Entah apa yang Rolan pikirkan saat itu. Sedetik setelah Raye keluar dari mobilnya, Rolan baru menyadari jika mungkin perkataannya tadi terdengar begitu aneh dan ambigu. Sudah terlanjur telat untuk menjelaskan. Terlebih lagi, ia bahkan tidak tahu apa yang harus dijelaskannya.

Sembari memegang kemudi dengan sedikit erat, Rolan menatap jauh ke depan, melihat Raye yang berjalan di koridor perpustakaan dengan bahu yang meluruh lemah dan kepala yang menunduk dalam. Terlihat jelas jika ada banyak hal yang harus Raye tanggung di pundaknya.

Kedua kaki Rolan terasa gatal. Jemarinya bergerak-gerak ringan di dalam sepatu, menimbang berulang kali apakah ia harus menyusul gadis itu atau tidak. Kemudian ia berpikir; untuk apa? Untuk ucapannya di akhir percakapan atau intimidasinya pada Raye yang kemungkinan besar membuatnya jadi semurung itu?

Rolan menarik napas panjang lantas mengeluarkannya sedikit kasar. Cukup gusar dengan apa yang terjadi barusan.

Pesan yang Raye kirimkan tadi malam tentu saja menyinggung perasaannya. Seperti fitnah yang dilempar di depan mukanya langsung, Rolan jelas merasa bahwa ia harus meluruskan semuanya. Apalagi ia yakin jika gadis itu salah kirim, yang berarti bahwa Raye dan entah siapa itu sedang membicarakan yang tidak-tidak tentang dirinya.

Ada banyak hal yang Rolan benci. Selain mendapati orang lain memotretnya secara diam-diam, ia juga sangat geram jika ada orang yang membicarakan dirinya berkebalikan dengan fakta yang sebenarnya. Entahlah, ia memang jadi lebih sensitif belakangan ini.

Siluet Raye tak lagi tampak di matanya. Gadis itu sudah menghilang dari pandangannya. Mengisyaratkan pada Rolan bahwa ia juga harus segera pergi dari sini. Ada kelas yang akan diajarnya saat ini. Dan Rolan sudah terlambat selama setengah jam.

Menyalakan mesin mobilnya, Rolan mulai menjauhi parkiran perpustakaan dan segera pergi ke lokasi di mana tempatnya mengajar berada. Bersamaan dengan itu, ia mencoba untuk mengatur emosinya. Jangan sampai perasaan pribadinya terbawa sampai ke kelas. Apalagi ia akan bertemu dengan Raye lagi setelah ini.

•••

“Selamat siang teman-teman. Maaf saya sedikit terlambat hari ini,” sapa Rolan setelah memasuki kelas.

“Siang, Pak!”

Karena sudah membuang waktu selama lebih dari setengah jam, Rolan tidak berbasa-basi lagi di awal. Ia langsung menyambungkan laptopnya dengan proyektor dan segera menampilkan materi kuliahnya hari ini.

“Okay, kita langsung mulai kuliahnya saja, ya.” Rolan mengambil posisi berdiri di sebelah mejanya, berhadapan dengan layar proyektor dengan pointer yang berada dalam genggamannya.

Sembari memaparkan bahan ajar, Rolan mencuri pandang ke seisi ruangan. Matanya berpendar dari satu mahasiswa ke mahasiswa lainnya. Hanya satu orang yang hendak dilihatnya saat ini: Raye.

Namun, entah sudah berapa kali matanya berkeliling mengamati ruangan, ia tetap tak menemukan keberadaan Raye. Pikirannya sempat terpecah, bertanya-tanya ke mana perginya gadis itu sampai membolos kelasnya.

Ketidakhadiran Raye cukup mengusik benaknya. Pertanyaan dan spekulasi terus muncul tanpa henti. Misalnya seperti alasan gadis itu tak masuk kelas hari ini yang mungkin disebabkan oleh pembicaraan mereka tadi. Dan itu sungguh mengganggunya.

“Jadi, untuk tugas pertama ini, saya minta teman-teman semua mengumpulkan soft copy-nya menjadi satu. Setelah itu, kirimkan ke Raye dan dia yang akan mengumpulkan tugas kalian ke email saya. Paham?” Di akhir kelas, Rolan memberikan tugas pada mahasiswanya dan menjabarkan seperti apa teknisnya.

“Paham, Pak.”

Rolan mengangguk sekilas sebelum kembali duduk di kursinya. Sembari mematikan laptopnya, ia melontarkan pertanyaan kepada mahasiswanya. “Ngomong-ngomong, ke mana Raye? Ada yang tahu?”

“Nggak ada kabar, Pak. Udah saya whatsapp dari pagi tadi padahal.”

Jawaban itu berasal dari Anggita, yang Rolan ketahui sebagai salah satu teman dekat Raye di kampus.

“Kalau begitu, nanti tolong kabari Raye tentang tugas hari ini, ya,” pinta Rolan, yang langsung disanggupi oleh Anggita.

Setelah membereskan barang-barangnya, Rolan pun pamit dari kelas, masih dengan pikiran yang tak lepas dari Raye. Terutama mengenai pengakuan Anggita tadi, yang berarti bahwa Raye sengaja mengabaikan pesan temannya. Padahal, ia sudah bertemu dengan Raye saat di perpustakaan tadi.

Rolan masih akan mengajar sampai sore nanti. Saat ini sedang berlangsung jam makan siang. Tak seperti biasanya, di mana Rolan akan makan di kantin bersama rekan sesama dosen lainnya, kali ini ia memilih untuk memesan makanan dan tetap berada di ruangan dosen.

Selagi menunggu makanannya datang dan berbincang bersama beberapa dosen di jurusan yang tetap bertahan di sini bersamanya, Rolan membuka ponselnya untuk mengabari Raye soal tugas yang diberikannya tadi.

Rolan sudah tak bisa lagi menahan diri. Ia sangat penasaran ke mana perginya Raye sampai gadis itu tidak masuk kelasnya.

Rolan:
Saya memberi tugas hari ini. Tanyakan ke teman-teman kamu mengenai teknisnya.

Hanya itu yang bisa Rolan sampaikan pada Raye sebagai pesan pembuka. Padahal, jarinya sudah sangat ingin mengetik pertanyaan yang sejak tadi mengusik benaknya.

Tak sampai lima menit, balasan dari Raye sudah masuk ke dalam ponselnya.

Raye:
Baik, Pak.

Balasan yang begitu singkat, yang tanpa sadar membuat Rolan mendesah kecewa.

Lalu, memangnya apa yang Rolan harapkan? Raye menjelaskan tentang ketidakhadirannya?

Mana mungkin.

Jadi, ada baiknya jika ia menanyakannya langsung.

Rolan:
Kenapa kamu tidak hadir di kelas saya?

Dan Rolan pun menanyakan apa yang membuatnya gusar sedari tadi. Matanya kini tak lepas menatap layar ponselnya, tak sabar menanti jawaban Raye.

Tak seperti sebelumnya, kali ini Raye langsung membaca pesannya. Rolan masih tak beralih dari layar ponselnya, melihat Raye yang sedang mengetik balasan untuknya.

Raye:
Maaf, Pak. Saya ada urusan mendadak.

Lagi, jawaban Raye tak membuatnya puas sama sekali. Rolan ingin tahu secara detail. Ia ingin mendengar penjelasan Raye tentang urusan apa yang gadis itu lakukan sampai membuatnya tidak masuk ke kelasnya hari ini.

Rolan sudah bersiap mengetik tanggapannya terhadap jawaban Raye, tetapi kemudian tersadar jika ia terus bertanya, maka akan terlihat jelas jika ia sangat ingin ikut campur dengan urusan Raye.

Kalimat yang sebelumnya sudah terketik dan hanya tinggal menekan tombol kirim, kini dihapus secara keseluruhan. Yang dilakukannya hanyalah membaca pesan terakhir Raye tanpa membalasnya.

Rolan menutup chat-nya dengan Raye dan mengunci ponselnya. Ia mencoba mengalihkan perhatiannya dengan melakukan beberapa pekerjaan. Setelah kejadian tadi, Rolan sepertinya memang harus lebih memerhatikan sikapnya terhadap Raye agar tak salah langkah.

Tanpa disadari, Rolan mulai menyisihkan sedikit rasa pedulinya untuk Raye, entah dalam hal apa.

•••

Udah mulai kecium nih bau-bau bucinnya Rolan🤭

Masih pada semangat kan nungguin cerita ini update? Hayuk bantu spam komen banyak-banyak ya biar ranking tagarnya naik. Lop u guys mwah mwah😘

25 November, 2020

Yes, Sir!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang