08. Table 15

1K 205 16
                                    

Dari banyaknya lelaki didunia ini, kenapa gue harus suka sama Jaehyun? Kenapa gak memilih orang yang menyukai gue juga? Kenapa harus lelaki yang sama sekali gak pernah menghargai dan menganggap keberadaan gue?

Hidup memang bukan hanya tentang cinta, tapi kenapa rasanya sakit sekali? Dada gue sakit dan sesak, hingga memutuskan buat pulang dan beristirahat. Mental gue down, dan lagi gak mau ketemu siapapun.

Gue sadar, rumah Jaehyun dan gue berdekatan. Itu membuat gue semakin tidak nyaman karena bisa saja gue ketemu dia lagi. Lalu dia berpikir kalau gue mengikuti dan terobsesi pada dirinya.

Butuh waktu, untuk menghadapi dan menerima semuanya. Tapi saat ini, gue sedang tidak mau bertemu siapapun apalagi mendengar nasehat mereka. Bukan apa-apa, gue ingin menjaga mental diri gue sendiri. Sejujurnya ada rasa trauma yang menyisakan luka. Atas kata-kata yang terdengar sederhana namun menusuk hingga ke jiwa.

"Kak, ada Joy, Chungha sama Sana."

"Bun, tolong bilangin ya kakak lagi gak bisa ketemu siapapun. Kakak mohon." pinta gue

Bahkan untuk bertemu sahabat-sahabat gue sendiri, gue gak berani.

"Baik, kakak makan ya makanan yang Bunda simpan dimeja sini." setelah itu gue mendengar langkah kaki Bunda menjauh dari kamar.

"Kenapa harus kembali ke masa lalu jika akhirnya sama saja?"

"Rasanya sakit sekali, hingga tak mampu dijelaskan bagaimana rasanya."

"Gue pikir dengan terulangnya semua momen ini, akan baik-baik saja dan gue bisa memperbaiki sesuatu. Tapi nyatanya tidak..."


☀☀☀


"Kak... Jennie bangun sayang."

Gue langsung terperanjat saat mendengar suara Bunda.

"Kamu kenapa? Mimpi buruk?" tanya Bunda tiba-tiba

Gue menggelengkan kepala dan meneguk air yang Bunda sodorkan. Gue sendiri bingung kenapa gue ngerasa capek banget kayak lari maraton. Hati gue juga sakit banget.

"Kamu tidur sambil nangis, dan ngigau pengen pergi ke Singapura. Kenapa? Kan kamu baru kembali kak." perkataan Bunda membuat gue terdiam.

Ternyata kembalinya gue ke masa lalu adalah mimpi. Mimpi yang gak pernah gue pikirkan, atau bayangkan. Tapi gue merasa semua itu sangat nyata. Apalagi ketika gue ngeliat Jaehyun, semuanya terasa bukan mimpi.

"Kakak kenapa Bun? Sekarang kita dimana?" tanya gue sedikit linglung.

Bunda menatap gue khawatir dan ikut duduk ditepi ranjang.

"Bunda gak tau, kemarin kakak demam terus pas tidur nangis dan ngigau. Makanya Bunda khawatir banget. Kakak Bunda bangunin juga gak ngejawab, tapi malah nangis lagi. Karena panik, jadi Bunda telepon Joy, buat kesini." jelas Bunda

Gue menghela napas kasar, ternyata semua itu cuma mimpi. Tapi kejadian-kejadian yang terjadi sebagian besar gue alami. Apalagi kata-kata Jaehyun yang membuat gue sangat sedih.

Bunda mengecek kondisi gue, dan mengukur suhu badan. Anehnya gue normal-normal saja, tak ada tanda-tanda sakit kemarin.

"Kamu- berantem sama Jaehyun?"

"Bun, jangan bahas dia dulu ya? Aku masih capek dan pusing banget saat ini." balas gue

"Ya udah, Bunda siapin air hangat buat kamu mandi. Biar lebih fresh, terus sarapan ya."



"Gue pikir gue benar-benar kembali ke masa lalu, ternyata cuma halusinasi yang terbawa mimpi. Bodoh, mana mungkin gue mau kembali ke masa-masa suram." gue merutuki diri sendiri.

☀☀☀

Joy, Chungha, Sana ada disini. Mereka juga ikut khawatir karena diberitahu oleh Bunda mengenai kondisi gue. Apalagi setelah tau gue sakit sepulang jalan sama Jaehyun.

"Mata lo sembab, kayaknya nangis kejer."

"Gue gak ngerti Joy, semua tuh kayak nyata. Gue nangis- karena Jaehyun juga, kejadian dulu terulang lagi bahkan lebih parah." jelas gue

Mungkin ada baik gue ceritain apa yang gue alami dalam mimpi. Biar gue gak panik sendirian. Dan gue gak takut sendirian.

"Jen, gue rasa karena terbawa suasana lo kebawa mimpi. Berharap kalau lo bisa merubah masa lalu tentang Jaehyun, makanya lo kayak gini. Pas datang di mimpi, lo nangis karena refleks memposisikan itu diri lo yang dulu."

Gue gak tau apa yang dikatakan Sana benar, karena gue masih belum sadar sepenuhnya. Pikiran gue bercabang dan memikirkan beberapa kemungkinan yang terjadi.

"Udah, jangan bahas itu lagi. Biarin Jennie istirahat dulu, dia masih syok. Jangan berpikir berlebihan, sekarang fokus lo ke kesehatan. Liat sekarang lo kurusan, pasti salah satunya stres mikirin Jaehyun." ujar Chungha

"Iyaa, tenang aja gue sekarang bakal prioritasin diri gue dulu." balas gue

"Thank you, lo semua gak pernah berubah, selalu ada. One of the greatest gift from God."

"Haha, cheer up baby. Lo pasti bisa melewati satu persatu badai yang datang. Karena dulu lo pernah melewati badai yang lebih dahsyat. Kita cuma butuh waktu."

Hidup dibayang-bayangi masa lalu itu tidak mudah, tapi gue harus keluar dari zona ini. Gak mungkin gue terus-menerus berkutik disini, dihantui oleh kenangan pahit dan perasaan yang terluka. Gue harus bangkit dan nunjukin kalau gue enggak seperti yang mereka olok-olok dulu. Meski dalam lubuk hati kecil, gue ingin mereka menyesal.

☀☀☀

Time flies so fast, gue benar-benar menghindari seseorang bernama Jaehyun. Saat ini, fokus gue ya diri sendiri. Karena gue yakin, sebelum orang lain bisa mencintai diri kita, kita harus mencintai dan menerima diri kita sendiri.

Dulu, gue selalu minder dan malu. Gue gak pernah merasa pede buat gaul atau nunjukin diri gue yang sebenarnya. Gue terlalu takut kalau gue gak sesuai ekspektasi mereka. Gue takut mengecewakan dan membuat mereka menjauh.

Waktu dan keadaan membuat gue sadar, yang bertanggungjawab atas kebahagiaan diri kita ya kita sendiri, bukan orang lain. Jadi jangan berekspektasi tinggi bahwa orang lain bisa membahagiakan kita. Karena saat mereka tidak sesuai ekspektasi yang kita kira, mungkin saja kita sedih dan terluka.

Saat ini gue cukup mencintainya dalam diam, dan memperhatikannya dari jauh. Gue gak akan berharap dia membalas perasaan yang gue punya ataupun menuntut dia sok peduli lagi.

Manusia hanya bisa berencana, selebihnya Tuhan yang tentukan. Gue percaya Tuhan Maha Mengetahui yang dibutuhkan hamba-Nya. Dan setiap masalah yang pernah gue alami adalah ujian yang tak ternilai harganya. Mungkin kalau gue gak pernah disakitin dulu, gue gak akan memperbaiki diri gue atau mencintai diri sendiri. Tuhan punya alasan kenapa hidup kita tak sesuai apa yang direncanakan.



"Jen, meja nomor 15 belum dapat menu."

Lamunan gue langsung buyar kala mendengar suara teriakan Joy didepan meja kasir.

Gue gak pernah nyangka kalau gue dan tiga sahabat gue ini bakal buka bisnis bersama. Kita benar-benar merintis dari nol, dan kita juga ikut terjun buat melayani pelanggan dan memantau semuanya baik-baik aja.

"Oke, sini menunya." pinta gue

Joy memberikan buku menu yang harus gue berikan ke pelanggan di nomor meja 15.

Gue berjalan menuju meja nomor 15 di dekat jendela. Di meja tersebut pemandangannya indah, karena langsung menjurus ke taman bunga. Ini ide gue, meja ini didedikasikan untuk atlet basket favorit gue dengan nomor punggung lima belas.

Kayaknya gue gak pernah ketemu Jaehyun lagi, karena gue udah pindah rumah. Rumah yang tetanggaan sama Jaehyun diisi orangtua gue, dan gue pisah sendiri. Setelah gue jelaskan lebih lanjut, Bunda mengerti keadaan gue dan membiarkan gue tinggal sendiri.

"Halo selamat siang kak, ini menu dari kafe kami."

Bertepatan dengan gue menyerahkan buku menu dan tak sengaja menatap pembeli yang datang hari ini ke meja nomor 15.



"Jaehyun?"

Be Silent [Jennie X Jaehyun NCT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang