PROLOG

27 8 19
                                    

*^*


Gelapnya malam dengan angin teramat dingin menyaksikan kepiluan sebuah keluarga. Waktu seakan tidak berpihak serta tempat yang terlalu jauh dari keramaian. Terpencil hanya ditemani beberapa pohon yang nampak tumbuh besar.

Kalangan orang-orang yang memakai jas hitam mendatangi kediaman mereka. Masuk ke dalam menerobos menendang apa pun yang menghalangi jalannya.

Suasana yang tegang malah bertambah saat orang-orang ini bertemu dengan pemilik rumah. Pria bermata elang itu berusaha melindungi istri dan anak perempuannya yang baru saja lahir.

"Pergilah dari sini aku akan mengatasi ini semua sendirian." Pria itu menyuruh istrinya pergi dari sana.

"Kita akan berjuang bersama, ku mohon pergilah bersama kami," pinta istrinya.

"Baiklah, sembunyi sejauh mungkin dan jika terjadi sesuatu yang buruk padaku, berusahalah untuk melindungi dirimu dan anak kita!" Pria itu mencari cara agar bisa mengecoh lawan.

Akan terjadi pertarungan dengan jumlah lawan yang tidak sebanding mungkin pria ini akan kalah. Mereka menyerang bagaikan petir saling sahut menyahut.

Seorang wanita menatap dari tempat persembunyian. Padangan khawatir saat suaminya kewalahan melawan orang-orang tersebut. Ia tidak akan tegah meninggalkan dengan cara melarikan diri.

"Dimana mereka?" tanya salah satu dari orang itu.

"Mereka sudah pergi," bohongnya.

Senyuman terukir di wajah orang itu. Ia mengangkat sebuah benda dengan posisi pas.

"Kalau begitu Kau harus mati!" Laki-laki itu menarik pelatuk pada pria tersebut tepat dikepalanya.

Pria itu terjatuh ke lantai. Darah segar mengalir dari kepalanya. Saat laki-laki itu ingin menarik pelatuk yang kedua kalinya, seseorang menjerit.

"Berhenti ..!" teriaknya berlari menghampiri mereka.

Dorr ...

Satu tembakkan tepat sasaran, wanita itu terkulai lemas. Wajar saja karena ia baru saja melahirkan. Hanya hitungan menit, ia pun menghembuskan napas terakhirnya.

"Sekarang giliran bayimu." Mereka pergi dari sana setelah membunuh sepasang suami istri tersebut.

“Kami menemukannya,” jerit salah satu dari mereka dari dalam lebatnya hutan.

“Kau akan menyusul orang tuamu,” kata pemimpin dari mereka.

Dorr ...

Nyaring terdengar luncuran peluru di hutan ini. Anak buahnya menyengit ngeri melihat kondisi bayi perempuan yang masih kecil itu. Ia tak lagi bernafas dengan darah di sekujur tubuhnya.

“Aku telah membunuhnya, keluargamu tidak akan di kenal lagi,” ucapnya dengan tersenyum mengerikan.

Ia membersihkan bercak darah di wajahnya dan meninggalkan tempat tersebut.

》》》》

Di lain sisi hutan, terlihat seorang wanita tua menatap mata biru bayi yang digendongnya.

"Yang dibunuhnya hanyalah ilusi," katanya diiringi dengan senyuman kecil.






》》》》》》》》》》》》》》》

Hai, bagaimana cerita yang satu ini?
Ini pertama kalinya Author bikin cerita yang genrenya gini.
Semoga suka🤗

Tinggalin jejak ya, biar tidak ketinggalan karena cerita ini hanya akan update 2 kali seminggu
Kalau lebih, anggap saja bonus😇

Seee youu!!

16 November 2020
Salam, Aprilia

Memory as a curse (HIATUS) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang