"Congratulations Anin..."
"Duh sedih banget, udah nggak ada yang kasih sarapan gratis.."
"Yah, partner ngopi kita hilang satu Mas Ti.."
"Yahh Anin, staff saya yang terajin hilang satu dong."
Aku terharu mendengar ucapan-ucapan dari rekan kerja ku, bahkan sampai di rumah kami pun Ibu ku dan Ibu mertua sedang memasak untuk makan malam bersama nanti malam, dan Mas Dhimas hari ini juga tidak ke kantor karena ia ingin membantu ku membawa beberapa peralatan ku yang ada di kantor, padahal aku sebenarnya bisa sendiri namun dia memaksa untuk menemani ku dan dia juga sempat ngobrol bersama Mas Tian dan Rian mengucapkan terima kasih pada ibu kepala ku karena sudah baik dengan ku selama ini.
"Qila kok nggak ikut kesini Bu?"
"Masih di sekolah, nanti juga nyusul ke sini. Ghania mana?"
"Tadi diajak Hammas sama Dinda, di depan."
"Mau mantu lagi ya Mbak sebentar lagi." Kata Ibu ku pada Bu Lastri, namun mertua ku hanya menghela nafas sebelum menjawab
"Kayaknya yang ini belum mau buru-buru deh Dek, jadi ya gimana kudu sabar kayaknya."
"Lho, kata Mbak Anin Mas Hammas juga udah mau ambil rumah disekitar sini?"
"Iya, tapi tak larang dulu, kayaknya memang Dinda yang belum siap untuk berumah tangga, itu sih yang aku tangkap sejauh ini."
"Oh, ya kalau seperti itu harus ditunggu, apa lagi pihak wanita ya Mbak, nggak bisa dipaksa kan."
"Iya Dek, ya biar nikmatin dulu lah masa pacarannya."
Aku hanya terdiam mendengarkan obrolan mereka, karena memang yang dibilang mertua ku benar adanya, Hammas sudah pernah menawarkan pernikahan ke Dinda, namun Dinda mengatakan belum siap jika untuk berumah tangga di waktu terdekat ini. Hammas masih belum tahu alasannya apa, namun dia merasa Dinda sedikit memiliki bayangan yang kurang apik terhadap pernikahan.
"Ghania-Ghania, ikut Om sama Tante aja ya? Bapak sama Ibu mau pacaran." Kata ku menggoda Ghania yang masih nyaman digendongan Dinda
Bukannya merengek atau pun menangis Ghania malah tertawa senang membuat Dinda mengeratkan gendongannya, anaknya Pak Dhimas memang semakin aktif sekarang, tidurnya aja sudah memakan banyak tempat, sampai Bapaknya mengalah tidur di luar karena nggak mau Ghania kesempitan kalau ikut tidur dengan kami di ranjang.
"Udah udah ayo, ikut Tante aja ya sama Om." Kata Hammas lalu membukakan pintu pada Dinda, namun saat Dinda akan masuk ke mobil awalnya Ghania tenang saja namun saat melihat Mas Dhimas merangkul ku dia mulai sedikit tidak tenang dan sudah berkaca-kaca
"Lho lho, kok nangis?" Tanya Dinda melihat Ghania yang mulai menangis
"Ya ampun Mbak, nggak rela banget kayaknya lihat Ibunya pelukan sama Bapaknya."
Aku dan Mas Dhimas tertawa melihat tingkah Ghania, seperti biasa dia tidak akan rela kalau Ibunya ini dipeluk-peluk sama Bapaknya, padahal kan dia masih bayi kok udah paham aja sih, Nak
"Sini, sini sama Om." Kata Hammas mengulurkan tangannya pada Ghania namun dia menggeleng dan menatap ku disela tangisnya
"Iyaa-iyaa Sayang, udah - udah nggak papa, ini sama Ibu. Nggak jadi ikut Om sama Tante ya?" Berusaha menenangkan Ghania, lalu Hammas dan Dinda pun berpamitan, walaupun nanti Hammas juga akan balik kesini untuk menjemput mertua ku yang masih di dalam berbincang-bincang dengan kedua orang tua ku.
"Ya udah aku balik dulu ya Mbak, Mas, makasih buat undangannya, dada Ghania cantik.." pamit Dinda sebelum Hammas melajukan mobilnya keluar dari halaman rumah kami
![](https://img.wattpad.com/cover/236095136-288-k841493.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Alur Cerita Anindira (Pindah Dreame per 8 Januari '21)
RandomAKAN PINDAH KE DREAME TANGGAL 8 JANUARI 2021 - -BEBERAPA PART AKAN DIHAPUS- -°-°-°- Bukan hal mudah bagi Anindira Kayla Pratista hidup menjadi anak pertama dari dua keluarga besar membuat Anin harus melakukan yang terbaik sebagai contoh untuk adik-a...