sebelas

14.1K 1.7K 165
                                    

Pusing

Dua bulan sejak aku resign aku disibukkan dengan mengurus pernikahan ku. Mulai dari cari dekor, MUA, seragam keluarga, baju pengantin, souvernir dan undangan pun aku yang mengurus, eh dengan bantuan Hammas juga kadang. Ingat ya aku dan Hammas bukan dengan Mas Dhimas, Mas Dhimas jangan di tanya dia akhir-akhir ini malah disibukkan dengan pekerjaannya sebelum ambil cuti, dia hanya sebagai sponsor dan pengamat saja jalannya pernikahan kami, terkadang aku bingung sebenarnya aku ini mau nikah sama Mas Dhimas atau Hammas sih.

Bahkan yang menyiapkan berkas pernikahan kami ke KUA pun aku dengan Hammas. Sampai Hammas di godain sama Ayah ku.

"Ini tadi berkasnya Mas Dhimas kan Ham? Jangan - jangan tadi kamu salah ambil, yang kamu bawa malah punya kamu ."

"Hehe ya nggak lah Om, eh tapi boleh juga sih om kayaknya, yang mau nikah siapa yang ribet siapa." Jawab Hammas, menanggapi candaan dari Ayahku

Hari ini aku capek banget rasanya, kemarin aku habis membagikan seragam ke saudara - saudara. Aku juga mengecek baju pengantin kami yang masih digarap Tante Salimah, teman Ibu ku dan Bu Lastri calon mertua ku.

"Hari ini rencana mau kemana, Kak?" Tanya Ibu ku saat beliau akan berangkat ke kantor, ya Ibu ku masih bekerja di kantor kelurahan, berbeda dengan Ayah ku yang sudah tidak bekerja beliau lebih menikmati masa tuanya dengan mengurus perkebunan dan menjaga toko serba ada atau minimarket yang beliau dirikan lima tahun lalu di depan gang rumah kami.

"Nggak tau Bu, capek banget Kakak. Kayaknya mau ke salon aja deh, mau treatment pra nikah lah istilahnya, kemarin ditawarin teman SMP Kakak dulu, ya lumayan dapat diskon. Hehe.."

"Ya sudah, masih ada tabungan kan?"

"Masih Bu, tenang aja. Lagian juga udah dapat budget sendiri dari Mas Dhimas." Kata ku pada Ibu, benar sih sejak aku jadi pengangguran Mas Dhimas langsung memberikan satu kartu debitnya untukku katanya buat pegangan aku selama nganggur ini dan sebelum jadi istri dia, boleh aku gunain semau aku yang pasti harus bermanfaat dan nggak dibuat foya-foya. Baik bener kan, calon suami ku? Dan baru kali ini akan aku gunakan untuk keperluan ku sendiri, setelah kemarin aku gunakan untuk keperluan pernikahan kami.

"Jangan boros-boros Kak, mentang-mentang udah di kasih pegangan. Jadi perempuan itu harus bisa memanage keuangan dengan baik, apa lagi kakak bakal jadi ibu rumah tangga pastinya kebutuhan kebutuhan rumah itu kakak yang ngurus. Suami hanya bertugas memberi uang dan setelah itu tugasnya istri buat menjalankan uang itu dengan kegunaannya masing-masing."

"Iya Ibu, ya Allah, Ibu lupa ya kalau belakang nama anaknya ibu itu sudah tertera sarjana ekonomi? Kakak juga tentu bakal nerapin ilmunya dong, Bu." Kata ku dengan sombong, biasa sih aku suka gini becanda dengan Ibu, membangga kan diri satu sama lain, ya pokoknya Ibu sudah seperti sahabat ku sendiri

"Heleh sombong, iyaa pintar kalau gitu. Kalau kakak pulang duluan, beli jajanan atau minuman ya kak, nanti kan pada mau kesini buat buat jajan." Yang dimaksud Ibu adalah saudara-saudara kami dan tetangga kami yang akan membantu menyiapkan pernikahan ku, terlebih ini pernikahan pertama di keluarga besar ku makanya nggak heran kalau saudara - saudara ku baik dari Ayah atau Ibu yang excited membantu.

"Iyaa nanti kakak beli jajanan sama es buah atau apa lah."

"Ya udah, Ibu berangkat dulu. Mbah Yi tadi ke rumah Tante Nur, kuncinya kasih ke Mbah Yi aja, Ayah juga udah anteng di toko."

"Iyaa siap, Ibu ratu. Hati hati nggeh."

-°-°-°-°-°-

"Hallo, Nduk? Anin?"

Alur Cerita Anindira (Pindah Dreame per 8 Januari '21)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang