Alvaro menghela napas lelah, latihan hari ini membuat energinya terkuras. Alya yang diberi tahu dadakan oleh Dafid tentang teater itu pun tak bisa menolak, terpaksa setelah pulang sekolah ia pergi ke tempat latihan. Tentunya, tak bersama dengan Alzano.
Bahkan, dirinya tak melihat sosok itu dari tadi pagi. Bertanya ke Alvaro pun tak dapat memberi jawaban karena lelaki itu tak tahu adiknya berada di mana. Alhasil, Alya berangkat dengan Alvaro karena memang satu tempat tujuan.
"Kalian hapalin lagi teks yang ini. Besok kita ulang, kalau bisa lebih banyak malah bagus." Felisha sebagai panitia, menunjukkan bagian Alya dan Alvaro. Mereka berdua mengangguk paham.
"Dafid! Jangan diubah bagian situ, karena udah gue urus tadi!" teriak Felisha sontak membuat lelaki itu terdiam sejenak.
"Sok ngatur lo anjing!" umpat lelaki itu, entahlah Dafid merasa risih setelah mengetahui sifat asli Felisha beberapa hari yang lalu yang tak sengaja perbincangannya dengan ketua OSIS terdengar di telinganya.
"Heh bocah!" Felisha kesal. "Gue ke sana dulu ya," pamitnya kepada seorang gadis di sampingnya.
"Okey," jawab Alya singkat. Kakinya melangkah maju untuk mengambil tas yang tersender di pinggir tembok. Diikuti oleh Alvaro yang kebetulan meletakkan barangnya di situ juga.
Oca melambaikan tangan sembari berteriak. Gadis yang tengah sibuk dengan tasnya itu sontak menoleh ke belakang, Oca pun bergegas menghampiri.
"Ikut teater juga, Ca?" Oca mengangguk antusias. Tumben sekali anak ini sangat bersemangat untuk mengikuti kegiatan yang diadakan untuk event sekolah?
"Iya, cuma belum disuruh latihan, soalnya bagian gue nggak terlalu penting, sih." Nadanya dibuat seolah menyindir seseorang, matanya melirik ke arah samping yang terdapat Laura.
Alya mengerutkan dahinya, bukankah seharusnya semua latihan bagian masing-masing? Mengetahui tanggal yang tidak lama lagi untuk menuju acara tersebut. Apakah ini juga sudah diatur oleh Laura? Tapi, mungkin memang benar, karakter yang lebih sering muncul akan diutamakan dahulu. Alya pun mengangkat bahunya acuh, yang terpenting telah mengikuti perintah panitia.
"Dih padahal semua bagian itu penting." Alya berucap lalu di berikan dua jempol oleh Oca sebagai tanggapan. "Lo mau ngapain ke sini? Mau ngajak pulang Kak Varo?" Oca mendelik mendengarkan pertanyaan Alya. Alvaro yang merasa namanya disebut pun menoleh ke arah sumber suara.
Oca yang sedari mencuri-curi pandangan ke arah lelaki itu pun gelagapan saat pandangan mereka bertubrukan. "E-nggak lah, gue mau ngajak lo pulang!" alihnya dan langsung menarik tangan Alya. Namun, gadis itu menahannya sebentar.
"Gue 'kan nggak bawa motor, emang Lo bawa?" ucap Alya yang membuat Oca menoleh pelan dan menggeleng. "Terus ngapain lo ngajak gue bareng?
"Ya udah sih, naik angkot 'kan bisa."
"Nggak mau panas!" tolak Alya mentah-mentah.
Oca pun berdecih. "Sok-sok an banget, sih mbak! Kayak paling tajir aja lo!" sindir Oca seraya muka yang tersirat kekesalan.
"Ah, ya deh iya." Alya mau tak mau menerima ajakan Oca. Tak lupa ia berpamitan dengan orang-orang di sana.
***
Musik menembus gendang telinga kedua lelaki yang duduk pada kursi di antara meja bundar berwarna putih. Dua gelas kopi datang dengan nampan berwarna cokelat yang dibawa oleh karyawan kedai kopi pinggir jalan.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALZANO
Fiksi RemajaSiapa yang tak ingin mendapatkan peringkat pertama pararel sekolah? Pasti banyak sekali orang yang menginginkan posisi itu. Termasuk Alzano Algieba Leonard, seorang lelaki yang berhasil mendapatkan posisi pertama selama berturut-turut sejak duduk di...