Sudah

530 90 11
                                    


Baru kali ini Eja tahu kalau sakitnya ini ternyata bermanfaat bagi orang lain. Tapi sayangnya Eja tidak mau dimanfaatkan.

Lagipula dia mengatakan itu kan maksudnya memberitahu Rama kalau dia sudah tahu semuanya. Dengan harapan Rama paham kalau saat ini dia sedang tidak ingin membahas apapun yang bersangkutan dengan keluarga mereka dulu.

Terlepas dari niat Rama yang datang ke mari memang untuk membahas itu. Eja tidak peduli. Sebab dia hanya ingin tidur.

"Kita obrolin itu nanti aja, kalau ada waktu luang dan di tempat yang enak. Sekarang aku belum siap." Eja mengangkat kedua kakinya ke atas sofa kemudian berbaring. Dan menutup mata dengan lengannya.

Jihan maupun Rama tidak protes. Mereka langsung diam. Mendadak suasana jadi hening membuat kantuk Eja semakin menjadi. Maka tak lama kemudian dia pun tertidur. Meninggalkan Jihan dan Rama hanya berdua saja.

###

Waktu pun beranjak. Eja tidak tahu berapa lama dia tertidur. Namun saat membuka mata dia tidak mendapati Jihan dan Rama duduk di sofa.  Karena khawatir  Eja pun ingin mencari keberadaan mereka. Namun saat bersiap akan duduk dia mendengar suara kedua orang itu dari arah dapur.

Dia pun kembali tidur.

"Eja sudah tahu Rom."

"Tahu apa?"

"Semuanya. Kecuali hubungan kita."

Eja menelan ludah saat akhirnya mendengar pengakuan itu langsung dari Jihan dan Rama. Bukan lagi kata orang apalagi menebak-nebak.

Jantungnya bahkan sampai berdebar-debar sangking tegangnya. Bukan karena tidak suka dan ingin marah. Tapi lebih pada antusias karena akhirnya kedua orang itu berkomunikasi secara intens juga di dekatnya.

Ditambah tema yang mereka bicarakan adalah tema yang sedang ingin dia tahu.

Eja pun bertahan dalam posisi tidurnya di sofa. Dia ingin sekali tahu bagaimana kelanjutannya. Padahal seharusnya dia sudah bangun sekarang sebab harus pergi ke dokter mata.

Tapi tidak apa-apa telat sebentar saja. Untuk sekarang urusan ini jauh lebih penting, pikirnya.

"Dia gak apa-apa?" tanya Rama. "Maksudku tanggapan dia seperti apa?"

"Yang jelas dia marah, tapi kemudian paham setelah aku jelaskan. Kalau ada waktu senggang coba jelaskan langsung ke dia tentang kita."

"Dia bakalan marah gak ya ke aku? Aku takut dia mikir kalau aku itu lelaki perebut istri orang."

Sontak Eja tersenyum. Geli sekali saat dia mendengar Rama yang biasanya cool dan tegas tiba-tiba berkata seperti itu.

"Jelasin aja semuanya, jangan ada yang ditutupi. Akui kalau kita sebenarnya tidak sedang berada dalam hubungan yang serius. Kamu dekat sama aku tak lebih karena kamu ngerasa kasihan, atau dengan kata lain ingin bantu aku agar enggak stress dan kepikiran pengin bunuh diri."

"Kamu yakin dia gak akan nanya macam-macam? Seperti misalnya; Oh jadi ini alasan Ibu ngelarang Bang Rama deket-deket Mama?"

Eja merenggut. Ketajaman insting Rama memang luar biasa.

"Jawab aja sejujurnya, kalau Ibu ngelarang kita ketemu karena itu. Dia takut kamu akan mendapat masalah dari Pak Madya karena ketahuan bantu aku."

Mulut Eja membulat. Kepalanya mengangguk pelan.

"Ji?" panggil Rama.

"Ya?"

"Aku minta maaf untuk kejadian kemarin."

Sweet Like SugarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang