Arzetty.

626 105 9
                                        

Hampir tengah malam  Eja baru sampai di apartemen. Jalan-jalan malam di pusat kota Bandung membuat dia dan Jihan keenakan sampai lupa waktu.

Eja langsung masuk ke kamar begitu sampai. Dia teringat masih ada pekerjaan yang belum selesai. Sementara sisa waktu yang diberikan oleh klien-nya tinggal tiga hari lagi.

Kalau saja waktu pulang dari Sukabumi, dia tidak jatuh sakit, pasti project ini sudah selesai kemarin. Tidak perlu sampai begadang seperti ini.

"Tiap-tiap dapat project gede, pasti ada aja godaannya. Susah emang kalau nasib udah jelek mah." Eja bicara sendiri sambil menyalakan komputer. "Tuhan, mudah-mudahan kali ini gak defect lagi, biar gak usah bolak-balik kayak perasaan gue."

"Ja?" Jihan melongok ke dalam kamar Eja.

Eja langsungmelepas headphone, padahal baru saja dia akan memulai fokus kerja sambil mendengarkan musik. "Kenapa, Ma?"

"Gula abis. Mama lupa tadi mau ngomong ke kamu agar beli gula sekalian."

"Oh. Iya nanti aku beliin. Mama butuhnya buat kapan?" Eja pun beranjak. Menghampiri mamanya sambil membawa hoodie.

"Mama mau bikin teh manis, tapi kalau gak ada, ya udah gak apa-apa. Besok lagi aja." Melihat Eja siap berangkat, Jihan pun menahan dengan tangannya. "Kamu istirahat aja. Biar besok Mama yang beli."

Tapi Eja tidak menurut, dia malah memegang pundak Jihan lalu membawa perempuan itu duduk di sofa. " Mama tunggu di sini, aku ke minimarket bawah sebentar. Oke!"

Jihan pun mau tak mau mengangguk. Eja kalau suda berkehendak sulit dihentikan. Persis ayahnya. "Hati-hati, Ja."

"Kalau ada keperluan lain yang baru Mama inget, langsung telepon aku aja," teriak Eja di ambang pintu.

Suasana di sekitaran apartemen masih ramai kendati sudah tengah malam. Masih banyak penghuni apartemen yang memilih beraktifitas di luar, entah itu olahraga atau sekadar nongkrong mencari angin segar.

Dan jujur, Eja baru tahu sekarang.

Sudah tinggal selama kurang lebih 10 tahun di sana, nyatanya Eja lebih banyak menghabiskan waktunya  di dalam kamar. Tidak pernah sekalipun dia berbaur dengan tetangganya untuk menikmati fasilitas apartemennya yang sangat lengkap itu. Bahkan dari masih sekolah dulu.

Ditambah Eja adalah orang yang menjadikan pekerjaan sebagai prioritas. Sehingga dia tidak pernah merasa tenang jika harus berpergian sebelum pekerjaannya itu selesai.

Namun semua berubah setelah Jihan memutuskan untuk tinggal dengannya, Eja tidak bisa lagi memprioritaskan pekerjaannya.

Setelah sekian lama meminta perempuan itu tinggal dengannya, Eja pun tidak mungkin menyia-nyiakan kesempatan. Dia berkomitmen kali ini akan memprioritaskan mamanya. Dia akan mendahulukan mamanya dari apapun, dari hobi makannya, dari project bernilai ratusan juta-nya, bahkan dari Arzetty yang baru datang dengan ojeknya.

Tapi sepertinya Arzetty adalah pengecualian.

"Ja, mau ke mana?" Arzetty teriak dari tempatnya berdiri, kurang lebih dua meter dari Eja.

"Balikin dulu itu helm sama Abang-nya." Eja balas teriak melihat Arzetty lupa melepas helm dan akan menghampirinya. "Malu-maluin aja."

"Langganan ini. Entar juga ketemu lagi," gerutu Arzetty setibanya di depan Eja dan langsung menyerahkan rantang Tupperware ke lelaki itu. "Rendang, Kalio, pop sama cumi telor."

"Bayarnya entaran aja 'kan?"

Arzetty mencibir, "biasanya juga gak pernah bayar."

"Perhitungan banget sama pacar."

Sweet Like SugarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang