15 : Kenangan

31 3 0
                                    

Ell menghapus keringat Ansel dengan tisu yang sudah ia siapkan. Ansel tersenyum sekilas menatap Ell yang sedang fokus setelah tau Ansel menatapnya Ell menjadi salah tingkah.

"Yo, jangan dilihat gitu." Ell menghentikan kegiatannya dan melemparkan tisu sembarangan.

Ansel langsung mengambil tisu itu dan membuangnya ketempat sampah. "Memang nya ga boleh?"

"Boleh sih, tapi kan aku malu." Ell menutup wajahnya yang memerah.

"Uangnya udah masuk kan kerekening Papa kamu?" Ansel mengalihkan pembicaraannya dan meneguk air yang ia bawa.

"Udah Yo, tapi... Papa bilang kurang." Ell menundukkan kepalanya.

"Iya besok aku tambahin, buat hubungan kita." Ansel memegang dagu Ell dan mengenggam jari-jari tangan Ell erat.

Sejak Papa Ell tau Ansel berasal dari keluarga pengusaha sukses. Papanya selalu mengambil keuntungan dengan meminta uang tiap bulannya pada Ansel. Jika Ansel tak mengirimkan uang maka Papa Ell tidak akan mengizinkan Ell bertemu dengan Ansel.

Ell tau Papanya memang keterlaluan padahal mereka tidak berasal dari keluarga yang begitu miskin.

Kadang Ell memang memaklumi jika Ansel berkata-kata kasar padanya dengan mengungkit-ungkit pemberiannya pada Papanya. Namun memang seharusnya begitu, ini pasti juga sulit untuk Ansel.

Ell sangat tau dia dan Ansel saling mencintai. Ini menjadi rumit karena orangtua Ell, ia bahkan malu pada diri sendiri.

Ansel sudah terlalu banyak memberi dihidup Ell. Appartemen, mobil, ponselnya itu semua pemberian Ansel. Atau bahkan hidupnya bisa dibeli dengan uang Ansel.

***

Lila memegang sebuah buket bunga ia memandang kearah jendela bus dengan tatapan menyedihkan. Semua momen-momen bersama sang kekasih kembali terputar di memorinya.

Pria yang dulunya selalu menjaganya dan menghiburnya. Pria yang ia temui dihalte bus saat hujan menerpa bumi. Pria yang mengajak ia berkenalan tiba-tiba, pria yang mempunyai mata indah yang selalu membuat Lila jatuh cinta saat melihat mata tajam itu. Namun kini pria itu sudah tiada.

Daffa Amarangga, nama kekasihnya yang sudah berada jauh. Pria yang selalu saja tiba-tiba, tiba-tiba mengajak berkenalan, tiba-tiba membuat Lila jatuh cinta dan tiba-tiba saja pergi dari hidup Lila.

Bahkan sampai saat ini Lila belum menemukan pengganti Daffa. Mungkin tidak akan ada yang bisa menggantikan pria itu. Lila menghapus air matanya yang berjatuhan deras ke pipinya.

"Lila jangan menangis." Daffa menghapus air mata Lila dengan ibu jarinya sambil tersenyum tipis.

"Bahkan aku masih selalu menghayal tentangmu." Lila menggoyang-goyangkan kepalanya dan menepuk-nepuk pipinya. Kembali melihat kearah tadi dan yang benar saja itu memang khayalan.

Lila memasuki sebuah pemakaman tempat Daffa dan Ibunya dimakamkan. Dulu ia sangat bahagia ada yang menemaninga bertemu Ibu, Saat ini tiba-tiba saja Daffa pergi tak bersama Lila lagi.

Setelah membersihkan dan mendoakan makam Ibu nya Lila beralih ke makam Daffa. Lila menatap batu nisan dengan pandangan lurus setelah itu mengambil beberapa rumput disekitar sana.

"Daf, aku sangat merindukanmu, kenapa pergi?" kini air mata Lila yang berusaha ia tahan mengalir membasahi pipi putihnya.

"Kenapa meninggalkanku didunia kejam ini?" Lila menutup matanya dengan telapak tangan agar ia berhenti merintih.

Lila melangkahkan kakinya menjauh dari pemakaman itu. Lila tak sanggup berlama-lama. Lila berjalan pelan, helaian rambutnya diterbangkan angin karena cuaca sedang mendung. Lila berjalan menuju halte bus, pertemuan pertama ia dan Daffa bertemu. Memori itu kembali terputar dikepalanya.

Lovesick Girls (ON GOING)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang