Bagian 4 : Ingin Tanggung Jawab

5.6K 554 5
                                    

"Canti!"

"Canti!"

"Canti!"

Panggilan serta ketukan pada pintu kamar Odit menggangu tidurnya di siang hari ini, ah lebih tepatnya sore hari. Odit mengerjap beberapa kali.

Masih terdengar panggilan yang berasal dari luar.

"Canti!!" Suara lebih keras dari pemilik suara yang begitu dalam. Khas anak remaja yang baru memasuki masa pubertas.

"Iya, tunggu!" balas Odit sembari turun dari ranjang, matanya masih terbuka setengah. Lalu membuka pintu kamarnya.

Terpampanglah adiknya yang berdiri menjulang di hadapannya. Mengalahkan tinggi badannya.

"Apa?" tanya Odit malas.

"Di depan ada temen kamu," jawab Gaga.

"Ya suruh masuk aja." Odit memutar badannya, hendak kembali bergelung di atas tempat tidur.

"Temen kamu cowok," ujar Gaga.

Odit melengos kembali menutup matanya. Memeluk guling dengan erat.

"Bukan Bang June. Itu.... namanya Akram." Mata Odit sontak terbuka sempurna dan bangun dari tempat tidur. Berdiri sempoyangan dan tergesa-gesa masuk ke dalam kamar mandi untuk berkumur dan membasuh wajahnya.

Odit menghela nafas panjang sebelum keluar dari pintu rumah karena Akram berada di teras duduk di kursi kayu.

"Aku bakal aduin kamu ke Baba. Pacaran di rumah." Gaga menyembulkan kepalanya di sekat antara ruang tamu dengan ruang tengah. Odit melotot pada adiknya itu.

"Dia temenku! Sana masuk ke kamar!" Usir Odit pada Gaga membuat adiknya tersebut mendengus pelan.

"Awas kamu ngintip. Gak sopan. Aku aduin ke Nana kalau kamu ngintip!" Odit balas mengancam. Gaga pun berlalu masuk ke kamarnya.

Odit keluar selangkah membuat Akram yang tadi menatap lurus ke depan menoleh ke arahnya.

Odit menyelipkan rambutnya yang terurai pada kedua belakang telinganya. Duduk manis di sebelah Akram.

Keduanya terdiam. Sama sekali tidak ada yang berniat memulai perbincangan.

Odit melirik Akram yang menghela nafas pelan. Masih belum menatap ke arahnya.

"Dit,"

"Ram," sahut keduanya bersamaan dan menatap satu sama lain.

"Lo aja yang ngomong duluan," ujar Akram.

"Ngapain ke sini?" Odit merutuki dirinya setelah pertanyaan bodoh itu terlontar.

"Rencana lo ke depannya gimana?" tanya Akram. Lalu matanya melirik perut Odit.

"Gue gak tau," jawab Odit lemah. Memang ia tak tau harus bagaimana. Sama sekali tidak ada bayangan ia harus melakukan apa agar semuanya baik-baik saja.

"Lo mau aborsi?  Odit yang tadi menunduk, dengan cepat menegakkan kepalanya. Menatap Akram dengan sorot lemah.

"Gue takut," cicit Odit. Akram sontak menggeleng.

"Gue gak nyuruh lo aborsi kok. Gue...," jelas Akram. Mengerti jika Odit mengira ia menyuruh perempuan tersebut melakukan aborsi.

"Jadi, kita harus ngapain, Ram?" tanya Odit lemah dengan suara gemetar.

Setelah dari rumah Akram dua hari yang lalu, ia kira pemuda tersebut tidak akan pernah lagi muncul di hadapannya. Datang ke rumahnya seperti saat ini. Benar-benar ia putus asa dan muncul keinginan untuk aborsi.

Bittersweet LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang