Bagian 39 : Break Down & Crying

5.2K 457 20
                                    

Odit melamun sembari menuangkan susu ke dalam gelas. Bahkan saat gelas itu penuh, ia belum terbuyar hingga pekikan Akram yang menyetak dirinya.

Susu yang tumpah memgalir hingga ke meja pantry hingga menetes ke celana Akram.

Dengan cepat Akram berdiri dan menatap heran Odit yang seperti orang linglung. "Kamu kenapa sih?"

Odit hanya terdiam sembari mengelap bekas susu di celana bagian paha Akram.

"Mending aku ganti. Gak usah dibersihin." Setelah mengatakan itu Akram berlalu masuk kembali ke dalam kamar, meninggalakan Odit yang terduduk lemas di stool bar.

Pikiran serta perasaannya kacau. Belum genap dua puluh empat jam bertemu dengan Janneta, tapi gadis itu mampu membuat pikirannya bercabang kemana-mana dalam hal negatif. Bahkan mengkaitkan segalanya dengan perubahan sikap Akram yang beberapa minggu lalu dingin padanya.

"Aku pergi dulu." Pamit Akram menyentaknya, ia menatap Akram yang melangkah menuju pintu lalu, ia memanggilnya.

"Bi." Membuat langkah Akram berhenti dan menoleh menatapnya.

Odit menghampiri Akram dan berjinjit, kemudian mengecup singkat bibir Akram. "Be careful," ujarnya setelah menarik dirinya lagi.

Akram hanya mengangguk dan segera keluar dari sana meninggalkan Odit yang tersenyum miris. Menyimpulkan jika semua dugaannya benar. Walau dugaannya belum bisa dinyatakan benar.

Akhirnya ia kembali masuk ke dalam kamar, menidurkan tubuhnya di sebelah Zidny. Tak ingin melakukan apapun. Ingin menenangkan diri serta pikirannya yang mulai kacau.

***

Seperti biasa jika makan, mereka hanya diam. Tak ada Zidny di antara mereka karena telah tidur pulas. Seharian tadi Odit mengajak Zidny bermain di luar. Sebenarnya ia yang membutuhkan hal tersebut. Walau tak sepenuhnya tenang, tapi ia tetap bahagia melihat bagaimana raut wajah ceria Zidny berlari kesana kemari saat di taman bermain. Mencoba berbagai wahana.

Merasa miris karena hanya mereka berdua yang pergi. Akram tak ikut karena Odit memang tak ingin Akram menggangu ketenangan dirinya.

"Janneta tinggal di apartemen ini juga, ya?" Gerakan tangan Akram yang menyendok nasi berhenti, lalu menatap Odit yang tersenyum tipis.

Akram hanya berdehem dan melanjutkan makannya membuat senyum Odit berubah pedih. Melihat reaksi tak terkejut dari Akram, membuat dugaannya benar jika Akram sudah mengetahui hal tersebut atau bahkan Akram yang membantu Janneta mencari unit kosong di apartemen ini?

Karena, dari sekian banyaknya apartemen di kota ini, kenapa Janneta harus tinggal di sini? Walaupun mereka satu apartemen, tapi kalau beda gedung, itu masih masuk akal bagi Odit. Seperti tempat tinggal Janneta yang satu gedung dengan mereka, sudah direncanakan. Meski beda lantai, tapi Odit merasa semua ini tak masuk akal.

"Janneta kuliah di sini?"

"Iya. Juniorku di kampus," jawab Akram tanpa menatapnya dan tetap santai melanjutkan makannya.

Odit terdiam. Nafsu makannya mendadak sirna. Rasanya ingin tergelak. Miris. Begitu miris hidupnya. Ternyata dugaannya benar.

Wah!

Odit tak percaya dengan hal ini.

"Ah tiap hari ketemu dong?"

Akram menghela nafas kasar dan menghentikan makannya. Menatap tajam Odit yang tersenyum miring.

"Bukan berarti kalau Janneta juniorku di kampus, aku sama dia ketemu tiap hari! Itu kampus bukan sekolah!" Akram menaikkan volume suaranya membuat Odit agak tersentak. Tak menyangka respon Akram akan semarah ini.

Bittersweet LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang