Aku termenung, menatap lurus lapangan yang sejak sepuluh menit lalu hanya diisi oleh satu orang yang terus berlari mengeliling. Sudah terhitung empat belas putaran sejak ia memulainya dan hanya tinggal satu kali lagi untuk semuanya selesai.
Batinku bergemuruh, merasa bersalah. Tanganku bahkan dingin meski air yang ada di genggaman sudah tidak sedingin tadi.
Memberanikan diri, aku berjalan mendekat saat ia telah menyelesaikan putaran terakhir dari hukumannya. Wajah lelah penuh keringat itu membuatku merasa bersalah karena aku yang seharusnya berada di posisinya, karena aku yang lupa membawa tugas matematika. Namun, ia justru menggantikanku, mengaku bahwa ia yang tidak membawa dan memberikan tugasnya padaku.
"Maaf" ucapku sembari duduk di sampingnya dan memberi air mineral yang ku bawa sejak tadi.
"Kalau kamu merasa bersalah, jangan diulang lagi. Aku nggak mau kamu dihukum tentang apapun itu."
Perkataannya lembut, membelai telingaku. Getarannya menjalar menuju pipi dan menimbulkan rona samar yang tentu tidak ingin ku perlihatkan padanya.
"Kenapa?"
"Karena aku tahu kamu sudah terlalu lelah menungguku. Aku tidak mau kamu lelah untuk hal lain selain aku. Aku nggak mau pikiranmu teralih dan akhirnya melupakanku."
Aku diam, dia pun demikian.
"Kamu egois kalau gitu"
"Bukankah itu yang kamu suka dari aku?"Benar, ucapannya telak membuatku tidak lagi punya kosakata untuk mengelak. Dari sekian banyak hal yang ku sukai darinya, sifatnya yang selalu membuatku tetap berada di lingkarannya, tanpa sebuah kepastian, tanpa sebuah keputusan, adalah yang kusukai sejak memutuskan untuk mencintainya.
Meski aku terombang-ambing, terbawa arus, pergi berlayar lagi, dan berhenti, tempat tujuanku tetap dirinya.
"Kamu terlalu misterius, Rey."
"Kamu saja yang belum bisa masuk di zona yang lebih dalam, Ra"
"Lalu, cara memasukinya bagaimana?"
"Jawaban yang kamu inginkan ada di halaman berikutnya. Kalau kamu mau melanjutkan, kamu pasti bertemunya entah di tengah atau akhir perjalanan. Namun, jika pilihanmu adalah mundur dari sekarang, apa yang sudah kamu mulai bisa diakhiri, tapi pertanyaanmu akan terus menjadi misteri""Kamu memintaku bertahan lebih lama?"
"Aku memintamu untuk lebih paham sebesar apa perasaanmu. Kalau aku memang sepenting itu, bukankah menunggu akan jadi pilihan yang kamu tuju?"Aku tidak menjawab, membiarkan pertanyaannya mengambang di udara. Membuatku terus bertanya apa yang sebenarnya ingin aku pilih sekarang. Baik, Rey memang menyebalkan. Seharusnya ia tidak membuatku bertambah pusing dengan pertanyaannya, seharusnya ia hanya membiarkanku lelah karena menunggunya.
Ah, gapapa. Mungkin memang yang harus ku lakukan tetap sama, berada di sekitarnya. Sekarang, aku hanya harus menunggu, itu saja.
•••••
Tidak pernah mudah untuk selalu berada pada tempat yang terombang ambing setiap saat. Tapi, bukankah memang itu pilihan yang paling mudah diambil daripada harus kehilangan kesempatan untuk masih bersamanya?
Jangan lupa tinggalkan jejak like dan komen kalian untuk manusia paling menyakitkan seperti Rey. Siapa tau, dia bisa luluh kalau kalian membantu Ra sedikit saja.
Have a nice day❤
KAMU SEDANG MEMBACA
Untuk Rey. | Na Jaemin
Teen FictionUntuk senja yang tidak pernah bisa ku bawa pulang. "Senjanya indah, ya?" "Iya. Terlalu indah sampai aku ingin memilikinya" "Mustahil. Dia milik semua orang. Kamu nggak akan bisa milikin dia" "Iya. Sepertimu kan?" Terlalu menyedihkan ketika harus men...