"Buat apa pacaran kalau akhirnya putus ra?"
"Lalu buat apa makan kalau akhirnya lapar? Bukannya semua perjalanan harus dimaknai ya? Kalau kamu cuma mikirin akhirnya, ya kamu akan stuck di zona yang itu-itu aja. Atau, kamu emang nggak mau beranjak sejak awal?"
Rey terdiam, dan aku sudah terbiasa dengan keterdiaman.
Bagiku, saat ia terdiam, berarti ia benar-benar mendengarkan apa yang sedang aku bicarakan. Aku tidak sedang berbicara sendirian. Meski tanpa jawaban, setidaknya aku masih didengar dan apa yang aku bicarakan, masuk dalam sesuatu yang ia pikirkan.
Sebenarnya, aku juga tidak mengerti, mengapa perasaan miliknya sama sekali tidak menunjukkan perubahan berarti.
Sudah tiga tahun, sudah lama sekali sejak aku memutuskan untuk mencintainya. Sudah lama rasa ini ada, namun tidak pernah mendapat rumah. Sudah lama berada di sekelilingnya, namun tetap tidak bisa berada lebih jauh untuk mampu dekat dengannya.
Perasaannya seakan tertutup, tidak mampu terbuka barang sedikit saja untukku. Perasaannya seakan memiliki kunci yang telah hilang hingga membuka pintu saja ia kebingungan.
Entah aku yang terlalu perasa atau memang otakku sedang melakukan kerjanya untuk lebih berpikir sesuai kenyataan, tapi itulah yang aku yakini. Rey, sepertinya memang tidak akan mencintaiku karena ia saja bahkan tidak tahu cara membuka pintu.
Itu menjadi sebuah kenyataan menyakitkan yang selama ini ada namun aku hiraukan keberadaannya.
"Beberapa hal emang nggak sesuai ekspetasi, nggak sesuai keinginan, dan sayangnya kamu salah satu keinginan yang nggak bisa aku wujudin."
"Ini bukan titik akhir, Ra"
"Tapi ini juga bukan titik awal. Ini bukan titik yang masih ingin dilanjutkan penulisannya. Ini titik dimana kalimat selanjutnya bahkan nggak tahu harus dirangkai bagaimana. Titiknya mengambang, dan mengambang itu menyakitkan kalau hanya menghitung waktu untuk tenggelam."
"Aku hanya tidak ingin kita berubah, aku nggak ingin kita akhirnya jauh"
"Kamu tahu? Memikirkan kemungkinan buruk dan mempercayainya itu berarti kamu tidak mau memulai apa-apa. dan itu sudah cukup memberiku jawaban bahwa semuanya memang harus berhenti disini."
Aku mengakhiri perbincangan kami, aku pergi dari hadapannya dan melangkah menjauh. Sudah, cukup.
"Jadi kamu berhenti disini?" Langkahku terhenti.
•••••
Jangan lupa tinggalkan jejak like dan komen kalian untuk manusia paling menyakitkan seperti Rey. Siapa tau, dia bisa luluh kalau kalian membantu Ra sedikit saja.
Have a nice day❤
KAMU SEDANG MEMBACA
Untuk Rey. | Na Jaemin
Teen FictionUntuk senja yang tidak pernah bisa ku bawa pulang. "Senjanya indah, ya?" "Iya. Terlalu indah sampai aku ingin memilikinya" "Mustahil. Dia milik semua orang. Kamu nggak akan bisa milikin dia" "Iya. Sepertimu kan?" Terlalu menyedihkan ketika harus men...