"Kamu kemana?"
"Ra?"
"Jangan hilang tanpa kabar. Bukan kamu sama sekali. Kembali, setidaknya beri kabar aku bahwa kamu baik-baik saja."Aku termenung, membaca rentetan pesan yang sejak dua jam lalu masuk. Aku belum terbiasa, meski aku tlah membiarkan diriku hilang dalam waktu hampir seharian.
Ponselku terus berkedip sejak tadi, namun aku masih termenung menatap benda pipih itu terus memunculkan nama yang sama, Reyhan. Tanpa kusadari, bibirku melengkung tipis, mengirim rasa hangat mendekapku perlahan. Meski samar, tetapi harus ku akui bahwa aku bahagia.
"Apa aku, sepenting itu untukmu?"
Tidak sampai semenit batinku bertanya, bel rumahku terdengar begitu bising dan suara ketukan tak sabaran mengangguku. Aku bangkit, meski harus ku ucapkan salam perpisahan singkat dengan notif panggilan yang sejak dua jam lalu menjadi favoritku.
Ketukan itu semakin keras, seiring kakiku semakin mendekat ke ambang pintu. Dalam sekali tarik, aku bisa melihat wajah Rey yang merah padam dengan napas tersenggal-senggal.
"Ada apa?"
"Kemana saja?"
"Kenapa?"
"Kamu yang kenapa?"
Sorot matanya yang menajam, membuatku menunduk dalam. Aku tahu, dia benar-benar marah saat ini. Dan kemarahan Rey, adalah kelemahanku.
Walau begitu, aku tetap tidak merasa bersalah atas tindakanku. Apapun yang aku lakukan, adalah keinginanku, dan Rey seharusnya tidak berlebihan seperti ini karena diantara kita yang sering menghilang adalah dirinya bukan aku.
"Apa peduli kamu kalau aku hilang ataupun mati sekalian? Bukankah sama saja, bahkan lebih mudah kan untukmu? Jadi kamu tidak perlu memberi keputusan ataupun membuatku menunggu terus-terusan?"
Okey. Harus ku akui aku keterlaluan. Sudah menghilang seharian, tidak mengabari dan mengirim pesan, dan kini marah-marah ketika diperhatikan.
Wajah Rey sudah memerah, tangannya bahkan ia sembunyikan dibelakang badan. Aku tahu, aku berhasil menyulut emosinya semakin dalam. Aku berhasil membuatnya bingung sekaligus marah disaat bersamaan.
"Apa kamu kira, dengan kamu menghilang, maka aku akan baik-baik saja? Ra, sejak kehadiranmu, duniaku berubah dan perubahan itu karena kamu menjadi salah satunya. Seharusnya kamu tahu tanpa ku jelaskan. Tapi sepertinya kamu memang tidak mau paham."
Aku diam. Perkataannya menusuk, tapi tidak memberi kejelasan.
"Maksud kamu?"
"Jangan menghilang. Jangan membuatku khawatir karena kamu tidak mengirimkanku pesan. Jangan mengulangi apa yang kamu lakukan hari ini. Karena aku tidak mau kehilanganmu, dan aku tidak pernah siap untuk itu."
Harusnya, aku senang. Tetapi seperti luka yang diberi air garam, apa yang Rey katakan hanya seperti sebuah alasan tanpa penjelasan, menyakitkan. Seharusnya, jika ia memang merasa demikian, yang ia lakukan adalah memberiku penjelasan. Bukan menambah daftar pertanyaan yang bahkan tidak pernah bertemu jawaban.
Rey, aku ini apa?
•••••
"Jangan menghilang, jangan membuatku khawatir. Tetap disini, tetap ditempatmu menungguku."
"Sebenarnya aku berharga nggak sih untuk kamu? Kenapa kamu suka sekali menerbangkan dan menjatuhkanku disaat bersamaan"
•••••
Hayo. Siapa yang pernah bertanya tanya, apa makna kita untuk seseorang?
Hmm. Emang si. Ngga semua orang bisa untuk secara gamblang mengutarakan perasaannya. Gapapa. Akan ada saatnya. Mungkin bukan dulu ataupun sekarang, tapi nanti. Yang penting, jangan menyerah yaa!!
Jangan lupa tinggalkan jejak like dan komen kalian untuk manusia paling menyakitkan seperti Rey. Siapa tau, dia bisa luluh kalau kalian membantu Ra sedikit saja.Have a nice day❤
KAMU SEDANG MEMBACA
Untuk Rey. | Na Jaemin
Roman pour AdolescentsUntuk senja yang tidak pernah bisa ku bawa pulang. "Senjanya indah, ya?" "Iya. Terlalu indah sampai aku ingin memilikinya" "Mustahil. Dia milik semua orang. Kamu nggak akan bisa milikin dia" "Iya. Sepertimu kan?" Terlalu menyedihkan ketika harus men...