Dua

12 3 27
                                    


Sekitar pertengahan musim semi tahun lalu, Sophie Cromwell untuk pertama kalinya berbelanja di Amber Street, salah satu jalan teramai di kota itu. Kakak kedua Alford Cromwell itu memaksakan kehendaknya pada kedua pelayannya, Martha dan Ethel, untuk membawanya turut serta. Keluarga Cromwell harus membeli bahan makanannya keluar hari ini dan tidak diantar ke kediaman mereka: toko besar yang menyediakan kebutuhan para bangsawan, Dermott's, tutup.

Sophie mengamati bagaimana Martha dan Ethel harus mengantri untuk mengambil beberapa potong roti dan keju lewat jendela toko yang menghadap ke jalan. Orang-orang lain sama antusiasnya untuk membeli barang kebutuhan mereka. Sophie menikmati suasana jual-beli di jalan itu, suasana ramai yang jarang ia rasakan. Namun dengan pakaian dan penampilannya, siapa sangka Sophie menarik begitu banyak perhatian orang-orang sekitarnya. Tidak terkecuali perhatian dari bocah kecil yang menggondol tas mungil kesayangannya pergi secepat kilat, ketika Sophie sedang lengah.

"Hentikan dia! Pencuri! Pencuri! Oh tidak... Tolong!"

Ketika Sophie sadar, bocah itu telah berlari cukup jauh dari dirinya. Martha dan Ethel, yang sedang berdiri memesan roti lewat jendela terbuka sebuah toko segera menoleh waspada. Segera setelah mereka menyadar apa yang sedang terjadi, Ethel keluar dari barisan dan berlari kearah Sophie, sama kalut dan paniknya.

Telunjuk Sophie menunjuk-nunjuk ke arah ke mana bocah itu pergi. Punggung bocah itu perlahan-lahan mulai menghilang dari pandangan.Ketika ia telah mulai putus asa memperhatikan orang-orang yang lewat gagal menangkap bocah yang gesit itu, Sophie pada akhirnya menurunkan tangannya dan mengeluh panjang.

Tiba-tiba dari kejauhan Sophie bisa melihat sebatang parasol diturunkan sampai ke batas lutut, menjegal dan membuat bocah itu terjengkang, menabrak gerobak buah-buahan yang ada di hadapannya. Apel-apel berjatuhan dan mulai menggelinding ke segala arah. Martha telah bergabung dengan Sophie dan Ethel, bersama terkaget-kaget dengan apa yang telah terjadi. Sophie segera mendekati bocah pencuri itu, dirinya kalut dan pandangannya serasa kabur. Apa yang baru saja terjadi?

Tangan di hadapannya terbungkus sarung tangan putih panjang hingga ke siku, beradu dengan batas lengan bajunya. Tanpa ragu, jemari itu mengangkat tas mungil dari dekapan sang bocah. Sophie memperhatikan setiap gerakan wanita di hadapannya, terkagum-kagum. Payung mungil — parasol berenda — yang digunakan wanita itu untuk menjegal sang bocah tertindih dan rusak, tergeletak di atas jalanan bersama apel-apel. Bocah itu sendiri, jatuh terduduk dan kepalanya terantuk ujung pegangan gerobak, mengerang kesakitan tak berdaya.

"Kurasa ini milikmu," kata wanita itu, menyodorkan tas Sophie. "Anak ini berlari begitu cepat hingga tidak bisa menghindari parasolku yang begitu mencolok. Sekarang aku harus mengganti apel-apel ini...."

Sophie terperangah. Ia menerima tas merah muda dengan sulaman bunga-bunga yang disodorkan kepadanya. Ia kira tas mahal pemberian adik laki-lakinya itu takkan kembali ke tangannya lagi untuk selamanya. Sophie kemudian tersenyum, kemudian terpaku pada wanita itu.

Tubuhnya bahkan lebih mungil dari Sophie, dan Sophie tahu umurnya mungkin sedikit lebih muda darinya, kemungkinan besar seumur dengan adik lelakinya Alford. Segala atribut yang dikenakannya sama mencoloknya dengan milik Sophie, seakan memberi tahu semua orang ia bukanlah rakyat biasa. Kain yang dikenakannya tampak halus, dan tas yang dijinjingnya dihias dengan sulaman. Melihat parasnya, dengan segera Sophie mengenalinya. Beberapa kali ia bertemu dengannya di pesta-pesta, namun tak pernah dikenalkannya pada wanita itu. Ia adalah salah satu dari kakak-beradik Ackerley yang terkenal dengan paras mereka, dan Sophie tidak mungkin salah.

"T-terima kasih," kata Sophie terbata, masih dalam kekaguman. Namun kemudian pandangannya tertuju pada parasol yang telah rusak.

"Tidak apa-apa," Florence menjawab singkat namun ramah. Ia memberikan segenggam uang pada penjual yang sibuk memunguti apelnya yang kini berserakan, tersenyum penuh maaf pada penjual itu.

Fleur (BACA LENGKAP DI WATTPAD!)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang