Enam

5 1 0
                                    


Florence menyesal ia berada di koridor itu sore tadi, mendengarkan setiap kata percakapan antara George dan Phoebe.

Setiap paragraf kata-kata yang George katakan seakan dikatakan langsung untuknya. Setiap huruf-huruf yang diucapkannya seakan memberitahu dalam bisikan lembut namun pasti, bahwa cinta George selalu ada untuknya. Sakitnya hingga ke ulu hati, hingga tangannya berusaha keras untuk membuat buku ajaib miliknya tetap dalam genggaman. Berkali-kali Florence berkata pada dirinya sendiri, sekarang! Beri tahu George, sekarang! Jika tidak sekarang, tidak ada waktu lagi!

Namun pada kenyataannya, Florence masih tetap terduduk di tempatnya. Ia menatap kosong bayangan dirinya di cermin di hadapannya. Susie sedari tadi sibuk mempercantik tatanan rambut Florence, Sebastian meletakkan kotak perhiasan di meja rias kemudian berlalu.

Di kamar Florence, Susie tersenyum melihat pantulan bayangan nona mudanya yang amat cantik, berdecak kagum, "Nona, Anda terlihat sempurna."

Florence hanya membalasnya dengan senyuman tipis. Ia membuka buku miliknya sekali lagi di atas pangkuannya. "Susie, apa kau percaya bahwa tanggal pernikahanku ditetapkan bulan Juni depan?"

Susie memekik, kemudian menggunakan kedua tangannya untuk membungkam mulutnya, meredam kekagetannya. "Benarkah?! Ya ampun, Nona, benarkah itu?! Selamat! Selamat!"

"Percayakah kau? Seorang Cromwell," kata Florence kecut.

"Ya! Alford Cromwell, Nona! Sungguh luar biasa!"

"Dia berwibawa."

"Sungguh, tatapannya saja membuat semua orang hormat!"

"Dia kaya."

"Sepadan dengan Nona...."

"Dia juga sangat mencintaiku."

"Siapapun dapat dengan jelas melihatnya, ia sangat jatuh hati pada Nona!"

Florence terhenti dan masih melihat Susie yang memekik-mekik gembira. "Tapi, Susie, aku tidak mencintainya."

Susie seketika berhenti. Wajahnya menjadi bingung. Ia berhenti lama untuk memperhatikan air wajah Florence, kemudian ia pun sadar.

"Selama ini, Nona...."

Florence tersenyum. "Aku... tidak pernah mencintainya sebesar aku mencintai pria yang benar-benar kucintai."

"Lalu, apa Nona akan menikahinya, setelah bertunangan sekian lama?"

"Malam ini aku harus memberikan jawaban."

"Apakah Tuan Muda menyetujui ini?"

Florence terdiam mendengar pertanyaan itu. Ia mengalihkan pandangannya, meraih botol wewangian dan menyemprotkannya pada badannya. Ia memakai perhiasannya, kemudian berkata dalam suara rendah, "Susie, apakah kau percaya akan kutukan?"

"Kutukan, Nona?"

Florence tertawa pelan. "Di zaman seperti ini, apa kau percaya masih ada kutukan? Karena aku melihatnya sendiri kutukan itu berjalan dalam diriku, dalam diri ibuku, dan juga mungkin dalam kehidupan-kehidupanku yang sebelumnya."

Susie diam mendengarkan. Bunga yang tadinya mau ia sematkan di antara sanggulan rambut Florence kini digenggamnya.

"Apakah menurutmu aku bodoh jika aku percaya semua ini? Bahwa aku akan menyakiti orang yang kucintai jika aku bersatu dengannya, jika memang semua jalan hidupku telah ditakdirkan untuk bersama Alford Cromwell?"

"Takdir Nona ada di tangan Nona sendiri... kejar cinta Nona!"

"Walau dengan bersatu denganku, ia mungkin akan meninggal?" Florence bertanya balik, cepat. "Jika ia bersatu denganku, saat ini, apa yang kaupikir seorang Alford Cromwell akan lakukan padanya? Itu adalah kutukanku! Kutukan kami!"

Fleur (BACA LENGKAP DI WATTPAD!)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang