Empat

8 2 0
                                    


Florence tidak bisa melupakan malam pertama George membawa wanita lain ke dalam rumahnya. Florence mengusir wanita itu dengan suara tegas, dan menampar wajah George yang mabuk karena absinthe keras-keras. Sejak malam itu, George bukanlah George yang dulu: yang walaupun disukai banyak wanita tetapi tetap menomorsatukan Florence, 'Flo' nya yang istimewa. Ia sudah berubah.

"Bukankah kau sendiri juga sudah memiliki Alford sekarang?" George membalas dingin ketika Florence menegurnya di suatu malam. "Wanita manapun yang kugoda, gadis bangsawan manapun yang kupacari, pelacur manapun yang kusewa... semuanya sudah tidak apa-apa lagi, bukan?"

George bersandar ke dinding koridor rumahnya, tatapannya menghakimi. Florence terdiam lama sebelum berkata, suaranya dikeraskan dan tangannya diremas, ia mengumpulkan setiap sisa keberanian dari sudut-sudut hatinya, "Sebagai adikmu, George, aku mohon kau berhenti!"

"Kau minta aku berhenti?!" George berseru. "Aku yang minta kau yang berhenti! Sebenarnya ada apa ini? Apa yang sedang terjadi?! Aku tidak mengerti sama sekali! Satu hari kau berada di pelukanku dan keesokan harinya tiba-tiba saja kau berubah, Flo! Coba bayangkan bagaimana perasaanku ketika tiba-tiba Cromwell datang ke hadapanku, meminta restuku sebagai kakakmu untuk menyetujui pertunangan kalian! Bagaimana menurutmu perasaanku saat itu?!"

"Aku hanya ingin segalanya menjadi... menjadi lebih baik!" Florence balik berseru. "Sungguh, George... ini demi kita berdua juga!"

"Dengan berhenti mencintaiku? Berhenti berkata-kata padaku, tanpa memberikan alasan apapun padaku? Itukah yang kau bilang membuat segalanya menjadi lebih baik?"

Florence benci ketika ia menitikkan air mata saking kesalnya. "Aku punya alasan! Demi Tuhan, aku punya alasan!"

"Uang?! Kekuasaan?! Itukah alasanmu tiba-tiba menerima tunangan Cromwell?!"

"Aku mencintai... mencintai Alford. Aku hanya menginginkan yang terbaik untukmu, George... aku ingin kau kembali seperti dulu!"

George menarik tubuh Florence dan membuatnya merapat ke dinding koridor, menahannya dengan kedua lengannya. "Seperti dulu, seperti ini? Bahkan setelah kau bertunangan dengan Alford? Sebenarnya apa yang kau inginkan, apa yang kau pikirkan?"

Florence membuang mukanya, berusaha membuat jarak di antara dirinya dan George.

"Entah sejak kapan kau berubah," George berkata. "Dan tiba-tiba menerima Alford Cromwell begitu saja. Apa tidak sedikit pun kau pertimbangkan perasaanku?"

"Perasaanmu?" Florence tersenyum pahit, mendorong George menjauh. "Pernahkah kau memikirkan perasaanku, ketika kau adalah kakakku sekaligus kekasihku? Dan pada orang luar kau berbohong dan tidak pernah berkata apa-apa tentang kita. Aku kecewa.... Setidaknya Alford Cromwell tidak seperti itu. Apakah itu cukup untuk menjawab pertanyaanmu mengapa aku kini bersama Alford? Setidaknya Alford bukanlah seorang pengecut."

George terpaku. "Apa itu yang selama ini kaupikirkan?"

"Ya."

"Bahwa aku pengecut?"

"Hanya dengan pengecut yang mengharuskanku bersembunyi dari Sebastian ketika berciuman."

Florence terlonjak ketika George menariknya menuruni tangga, kekuatannya nyaris membuat Florence jatuh, namun dengan cepat langkah kaki Florence mengimbangi milik George. Dunia berputar begitu cepat dalam kepala Florence.

Kaca dari lemari penyimpan piring berderak perlahan di belakang Florence. Ia merasakan kepalanya dingin menempel dengan permukaan kaca, matanya awas memperhatikan segala gerak-gerik George di hadapannya.

"Pengecut, katamu?" George mengulang. Tangannya meraih lonceng yang biasa ia gunakan untuk memanggil pelayan ke ruang makan tempat mereka berada sekarang. Ia menggoyangkannya sehingga mengeluarkan bunyi nyaring yang bergema ke segala arah.

"George!!"

Mereka berdua dengan awas mendengarkan langkah kaki tergesa-gesa yang mendekat ke arah ruang makan.

Florence menyesali kata-katanya. Karena tepat ketika Sebastian muncul dari ambang pintu, Florence melihat senyum nakal di bibir George yang kemudian menyentuh miliknya. Sesaat setelahnya, dunia Florence serasa berputar. Setelah sekian lama tidak mendapatkan perhatian atau perlakuan layak dari George, hanya sebuah ciuman ini bisa membuatnya kembali naik ke awan kesembilan.


***


Bukan hanya kali itu tingkah laku George membuat Florence terkaget-kaget. Bagi Florence kecil, George adalah kakak yang penuh kejutan. Baik kejutan yang menyenangkan maupun yang tidak menyenangkan.

Seperti bagaimana ketika kecil George dapat dengan tiba-tiba menarik tangan Florence ke tengah taman mereka, menutupi matanya sendiri dengan serbet, kemudian berkejar-kejaran dengan Florence hingga mereka berdua terjatuh dan menindih satu sama lain dengan badan bersimbah peluh.

Juga bagaimana George bisa membuat air untuk menyiram semua mawar-mawar Florence menjadi alat untuk bermain perang air bersama Florence. Mereka harus dihentikan oleh Sebastian dan seluruh pelayan turun ke taman untuk melerai.

Bagaimana George sungguh panik ketika Florence sesak napas karena korset yang dipakainya begitu ketat. Ia berteriak-teriak hingga suaranya hampir hilang, tangannya dengan kalut berusaha membuka ikatan korset Florence yang pada akhirnya dilonggarkan oleh Susie.

Atau bagaimana George mengusir Bibi Burbridge, sepupu dari ayah mereka berdua, keluar dari kediaman mereka dengan tegasnya.

"Tolong tinggalkan rumah ini," kata George ketika duduk berseberangan dengan Bibi Burbridge di ruang tamu. "Aku tidak bisa menerima perjodohan semacam ini, atau macam apapun."

Tangan Florence meraih pundak George dan berusaha menenangkannya. Bibi Burbridge menatap George tidak percaya, "Ini adalah tawaran dari keluarga Churmond sendiri. Phoebe Churmond telah terkenal alim dan anggun, penurut dan feminin. Dan selain itu, keluarga Churmond...."

Namun George masih tetap pada pendiriannya. Setelah sekian lama ia berpandang-pandangan dengan Bibi Burbridge, pada akhirnya Bibi menyerah. Ia dan pelayannya meninggalkan kediaman Ackerley, dipandu oleh Sebastian. Florence mengetahui dari raut wajahnya Bibi Burbridge kesal akan penolakan perjodohan ini, namun Florence sendiri lebih khawatir dengan air muka George sekarang.

"Sudahlah," Florence merangkul lengan George. "Sudahlah, Bibi jarang-jarang sekali datang kemari. Dan kini setelah ia datang, ia diusir begini rupa."

"Tentu saja, ketika ia memaksaku seperti ini untuk menerima perjodohan dengan Phoebe Churmond!" George menggeram kesal. "Aku tidak percaya."

"Tapi bukankah perjodohan itu baik?" Florence berkata. "Bagaimanapun, pada akhirnya kau bisa mencoba menjalin hubungan dengan wanita-wanita di luar sana. Phoebe Churmond adalah wanita terpandang yang penurut, tipe semua pria masa kini."

George menatap Florence tidak percaya. "Apa yang sedang kaukatakan?"

"Aku mengerti tentang bagaimana pernikahan semacam ini akan membawa banyak keuntungan untukmu, George. Tentang bagaimana seluruh kekayaan istri akan terlimpahkan pada suami segera setelah mereka menikah. Namun bukan itu yang kumaksudkan..."

"Lalu apa yang kau maksudkan?" George mendekap Florence erat. "Apa? Jika ada orang yang kupinang, maka itu adalah dirimu. Jika ada orang yang ingin kuhabiskan seluruh hidupku bersama, itu adalah dirimu! Jika aku harus kehilangan semua kekayaan Ackerley, tapi aku tidak kehilangan dirimu, maka terjadilah, karena itu yang kumau."

Jika mengingat kata-kata George saat itu, atau senyuman yang mereka tukar setelahnya, rasanya Florence yang kini sudah bertunangan dengan Alford Cromwell adalah seorang pendosa besar.

Fleur (BACA LENGKAP DI WATTPAD!)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang