-8- Lebih Dekat

8 7 0
                                    

"Tidak peduli seberapa sakitnya menjalani kehidupan ini. Selama masih ada yang peduli padamu, percayalah dunia akan baik – baik saja."

***

Perlahan hujan semakin reda, langit yang semula kelabu berganti dengan kebiruan walaupun terlihat pucat. Suara 'tik -tik' mulai terdengar samar, sama halnya dengan kenangan pahit Rannia yang mulai lenyap menganggu di pikirannya.

"Gimana gue bisa yakinin lo?" tanya Arta serius. 

"Ajak gue ke rumah lo," Nira berkata dengan tegas,"sekarang."

Tanpa banyak basa – basi lagi. Arta langsung menyetujuinya, ini kali pertama Nira tidak menolak ajakan Arta untuk pulang bersama.

***

Selama di perjalanan, gerimis mulai reda mendung berganti dengan sinar matahari membuat keadaan sekitar menjadi hangat.

NIra mencoba menenangkan dirinya. Ia kembali sadar kalau dirinya memang telah keliru tadi. Rannia menunduk dalam dan mulai menyalahkan dirinya sendiri. Dalam pikirannya berkutat pertanyaan – pertanyaan yang semakin menyudutkan dirinya. Kenapa dirinya tidak mempercayai Arta? Kenapa dirinya menuduh Arta yang tidak – tidak? Kenapa dirinya tidak bisa mengontrol emosinya? 

Lama Nira terdiam sampai akhirnya ia mulai memberanikan diri membuka suara.

"Maafin gue karena bicara yang aneh tadi."

Arta menatap wajah Nira melalui spion motor tapi langsung dipalingkan Nira.

Arta tersenyum, "Lo gak salah jangan minta maaf."

"Gue mau turun, gue mau pulang."

"Udah terlanjur Nira, tinggal dekat."

Nira diam tidak memberikan respon apa – apa. Hanya ada hembusan angin yang menemani mereka berdua. Berada di dekat Arta membuat Nira dapat mencium aroma mint miliknya. Entah parfum atau sampo yang digunakan Arta, hal yang pasti adalah Nira yakin ini kenyataan bukan halusinasinya.

"Ayo masuk," ajak Arta, setelah mereka sampai di halaman rumahnya.

Nira memandangi sejenak rumah Arta, menurutnya dibandingkan rumah tantenya ini dua kali lipat lebih luas. Yang lebih menarik perhatian Nira adalah di depan sana ada papan nama Ibu Arta yang terpampang jelas berprofesi sebagai psikolog. Hal itu membuat Nira kembali teringat pada kehidupannya yang lalu.

"Ini beneran gapapa?" tanya Nira ragu.

"Ya gapapa lah ada Bundaku juga kebetulan ada di rumah," jawab Arta sembari memencet bel rumah.

Tidak lama kemudian terlihat Hana yang membukakan pintu.

"Ohh ada temannya Arta," sapa Hana sambil tersenyum manis, "sini nak silahkan masuk."

Nira mengangguk untuk yang pertama kalinya ia melangkahkan kakinya ke rumah Arta.

Hana mulai membuka obrolan, "Nama saya Hana, senang bisa bertemu dengan kamu."

"Saya Nira Tante," jawab Nira dengan senyumannya yang canggung.

Hana memandangi Nira sebentar.Ia merasa seperti mereka pernah bertemu sebelum ini.

"Sepertinya kita pernah bertemu," ucap Hana dengan keningnya yang mengkerut, "nama lengkap nak Nira siapa?"

"Rainna Sekar Putri."

"Kurang lebih tahun lalu apa kita pernah bertemu?"

"Di rumah sakit jiwa?" tebak Nira.

Sebenarnya sedari tadi, Nira juga merasa ada sesuatu yang tidak asing.

RANNIA : MY LOVELY FRIENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang