Telepon Gelap

3.6K 59 31
                                    

Aku meneguk air dingin dari lemari pendingin, rasanya benar-benar menyejukkan. Setelah pergumulan panas kami, Hadi segera mohon diri. Tak baik juga jika dia berlama-lama di rumah ini. Apa kata tetangga nanti.

Ponselku berdering, sebuah nomor asing tertera di layar.

"Hallo ...," jawabku dengan ragu.

"Sudah puas? Bagaimana permainan bosmu di kantor?"

Aku mengernyitkan dahi mendengar ucapan si penelepon. Siapa yang tahu atau mencurigai kelakuanku yang nakal ini? Jantungku memompa lebih cepat, butiran keringat dingin mulai menyapa dahi. Bahkan rasa sedikit panas dan tak nyaman melanda tengkuk. Sial.

"Aku nggak punya waktu mendengarkan ocehan dari tukang teror nggak jelas."

"Oya? Bagaimana kalau aku membeberkan semua rahasia pada suamimu yang seperti kerbau dicucuk hidungnya itu. Apa kami masih bisa bersikap angkuh seperti ini, Maya?"

Aku mendengkus kesal pada si penelpon. Dari suaranya yang disamarkan, aku tahu dia seorang wanita. Kurang ajar.

"Siapa kamu?"

Suara tawa bernada mengejek terdengar dari seberang. Rupanya dia merasa di atas angin sekarang.

"Well ... sejujurnya aku nggak mau apa-apa darimu. Aku punya segalanya, Maya. Uang, kekayaan, aku punya semua."

Sejenak aku terdiam sambil menyimak ucapan peneror. Aku memutar otak dan mengira-ngira siapa dia. Sayangnya otakku buntu. Aku tak bisa menebak siapa pelakunya.

"Jika kamu tak punya motif, tak mungkin kamu melakukan semua ini. Apa kamu menyukai Mas Akhyar?"

"What? Oh, no. Dia bukan tipeku. Aku suka pria petualang, bukan si penurut dan lugu macam suamimu. Kita satu tipe, Maya. Namun, berbeda cara. Aku tak mengganggu suami orang."

"Jadi, siapa kamu? Apa suamimu salah satu pria yang menikmati suasana intim denganku?"

Hening.

Mungkinkah ucapanku telak mengenai ulu hatinya?

"Banggakah dirimu, Maya? Tidur dengan banyak pria tanpa rasa sesal? Mana harkat dan martabatmu sebagai seorang istri?"

"Bullshit! Seorang peneror membicarakan akhlak. Bukankah kamu mengatakan kita satu tipe? Berarti kita sama-sama petualang. Iya kan?"

"Mungkin kita memang sama, petualang. Tapi aku tak mengganggu suamimu."

"Oke-oke! Siapa suamimu?"

"Mario ...."

Tawaku berderai mendengar nama yang keluar dari mulut wanita di seberang sambungan telepon. Cerita yang dideskripsikan oleh Mario berbanding terbalik dengan kisah si penelepon. Mana yang benar?

"Well, aku udah lama nggak ketemu Mario. By the way, kalau kamu petualang juga, seharusnya Mario bisa merasakan sensasi lain darimu. Bukannya malah asyik denganku ...."

"Hubungan kami berakhir setahun yang lalu, Maya. Karena kamu! Dia mengembalikan aku ke rumah orang tua."

"Wow ... itu bukan salahku! Aku tak pernah bilang ingin menjadi milik Mario. Dan, dia tahu itu."

"Sayangnya dia terlanjur menyusun strategi untuk memiliki dirimu, May. Selangkah lagi kami resmi bercerai. Tapi, asal kamu tahu! Aku tak mau hancur sendirian. Aku akan membuat suamimu meninggalkan dirimu. Membuatmu kehilangan semua kemewahan dan strata sosial. Kamu akan hancur seperti aku, Maya!"

Seketika aku bergidik mendengar ancaman dari mulut penelepon gelap itu. Terbayang hujatan dan cibiran semua orang jika masalah ini terkuak. Harga diri, kehormatan akan hancur tanpa bekas.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 22, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

RahasiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang