Lebih jauh dengan Zul

9.7K 74 0
                                    

Senin yang cerah. Setelan blazer hitam melekat sempurna di tubuhku. Pantovel berwarna senada mempercantik tampilan kaki indahku. Senyum bangga terukir di wajah Mas Akhyar, ciuman manja menjelajahi bibirku yang telah memakai lipstick.

"Cantiknya istri papa," ucapnya di telingaku. Tangannya nakal bergerilya di tubuhku. Napasku tiba-tiba sesak terbakar ciuman dan sentuhannya. Sayangnya aku sudah tahu akhir dari permainan Mas Akhyar.

"Mas ...." ucapku lirih.

Akhirnya aku mengalah saat Mas Akhyar membawaku ke kamar anak-anak. Lumayan, membakar semangat untuk bertemu Zul.

***

Satu jam kemudian aku sudah siap di balik kemudia. Tentu saja setelah mandi dan berganti pakaian. Senyum segar merekah di bibir suamiku. Tampaknya cukup bekalnya bekerja di toko hari ini. Segera kupacu kereta besi menuju kantor. Sepanjang perjalanan kusenandungkan lagu-lagu pembangkit rindu. Aku dan Zul janji makan siang, di lobby sebuah hotel.

Kuselesaikan pekerjaanku dengan baik. Lalu memberi arahan pada bawahan tentang pekerjaan mereka. Aku begitu bersemangat karena akan bertemu Zul, berondong ganteng yang sepertinya menyenangkan. Tepat jam dua Zul berkirim pesan.

"Aku berangkat ke lobby hotel, Beb."

Inilah pesan yang kutunggu. Segera kurapikan riasan, menyisir rambut, menyemprot parfum dan aku siap. Berjalan melenggang anggun menuju arena parkir kendaraan. Di hati menyenandungkan lagu cinta menghangatkan hati.

Tak sampai tiga puluh menit, kereta besiku telah terparkir cantik di sebuah pelataran parkir hotel di ibukota propinsiku. Kukenakan kaca mata hitam dan menenteng tas branded pemberian Bang Mario sebulan yang lalu. Betis jenjang menapak dengan anggun di lantai marmer berwarna gold. Sejenak kuedarkan pandangan mencari sosok Zul.

Seorang pria berkaos abu-abu serta jeans berwarna gelap melambaikan tangannya padaku. Rupanya ia telah berganti pakaian. Makin tampan dan sedap dipandang mata. Aku memang tak salah pilih. Senyum terukir di bibir cantikku saat langkah mencapai sisi meja tempat Zul berada.

"Halo, Cantik?"

Tangan kelarnya melingkar di pinggang dan bibirnya mencium kedua belah pipiku. Ototku menegang saat bulu-bulu halus di wajah Zul menyapa kulit pipi. Sensasi yang ditimbulkan sungguh luar biasa. Tanpa sadar sebuah desahan halus keluar dari bibirku.

"Sabar cantik! Kita makan dulu!" ucapnya setengah menggodaku.

Zul pria yang menyenangkan. Cara bicaranya termasuk sopan. Banyak pria yang kukenal langsung melontarkan gurauan kotor padaku. Aku jengah dengan pria seperti ini. Tak kunafikan, aku adalah wanita penggila pria. Namun aku tak suka jika mulut mereka kotor apalagi sampai mengucapkan tentang organ kewanitaan.

Bagiku pria seperti ini hanya mencari kesenangan sendiri. Beda sekali denganku. Aku adalah penikmat sekaligus pemuas. Jadi saling menguntungkan.

Usai makan jemari kekar Zul meremas jemari kecilku. Aku tahu, ia sedang membangun chemistry denganku. Menyemai getar-getar rasa padaku. Dari bibirnya selalu terucap kata-kata manis memupuk benih rasa.

"Beb ...." panggilnya sambil memandang wajahku.

"Hmmm ...." Aku bergumam manja.

Hanya tatapan dahaga yang ia tunjukkan padaku. Manik matanya tampak bening dan menggoda. Aku menggigit bibir. Selanjutnya Zul menarik tanganku sambil berjalan beriringan menuju kamar. Sungguh gairah ini makin menggebu saat mencium aroma maskulin dari parfum Zul.

Sentuhan lembut dan tanpa paksaan menyapa kulitku. Menggetarkan rasa yang telah terhimpun sempurna untuk pria muda itu. Mataku berulang kali terpejam menikmati keindahan sentuhan Zul. Inilah pengobat dahaga yang kurasakan.

***

"Beb ...." serunya sambil membelai rambutku yang tergerai di bantal.

"Ya ...." jawabku setengah terpejam.

"Kamu hebat," pujinya padaku diiringi kecupan lembut di bibir.

"Oya?" Aku balik bertanya dengan nakal.

"Iya, Sayang."

Aku tertawa ringan mendengar pengakuannya. Ternyata ia pria muda yang mudah puas. Sebenarnya aku kurang suka--tapi ya sudahlah. Hitung-hitung menuntaskan gairahku yang tidak tuntas tadi pagi bersama Mas Akhyar.

"Kapan kita ketemu lagi, Sayang?" tanya Zul kemudian.

"What? Aku masih di sini, Ay. Kau sudah bahas kapan ketemu lagi," jawabku jenaka. Jemariku mengusap dada bidangnya, lalu membuat pola lingkaran di kulitnya. Berkali-kali Zul mengerang. Ya Tuhan, ternyata dia hanya setingkat di atas suamiku. Dia tak setangguh Bang Mario.

Ia kembali memeluk tubuh mungilku dengan erat.Menghujani titik-titik sensitive di tubuhku dengan sentuhan dan ciuman. Kami kembali bergumul untuk kedua kalinya. Melepaskan hasrat terlarang hasil hasutan setan. Meneguk madu haram yang memabukkan.

***

Pukul sepuluh malam kuparkirkan kereta besi pemberian Mas Akhyar di garasi rumahku yang mewah. Lampu ruang tengah masih menyala. Pasti pria penuh cinta itu masih menungguku. Makanan tersaji lengkap di atas meja, suara televisi terdengar sayup-sayup dari pintu.

"Mama, kok malem banget pulangnya? Kasihan tadi anak-anak nungguin," ucapnya dengan suara menyiratkan penyesalan.

"Ada meeting dadakan, Pa," kilahku sambil menutup pintu.

"Kan bisa ngabarin papa!" protesnya sambil berjalan mendekatiku. Menggamit lenganku dengan mesra.

"Maaf mama lupa, Pa."

"Ya udah, nggak usah dibahas! Mama udah makan belum?" tanyanya penuh kasih.

"Udah, Pa. Maaf ya!" ucapku penuh sesal.

"Ya udah mama istirahat, biar papa yang beresin meja makan."

Kemudian pria berjanggut tipis itu menuju meja makan dan memasukkan semua makanan ke dalam lemari. Di lubuk hati yang paling dalam aku sangat merasa bersalah pada Mas Akhyar. Kasih sayangnya yang tulus berbalas air tuba olehku. Namun aku belum sanggup mengakhiri pegualanganku di jalan setan. Aku merasa jadi wanita paling hina saat ini.

Apa daya, jika hasrat sedang menggebu. Aku adalah budak setan yang sempurna dan tanpa cela.

Bersambung

*Bukan perbuatan baik. Ini hanya kisah inspiratif dari seorang narasumber. Semoga banyak hikmah yang bisa diambil.

RahasiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang