Chapter 14

622 66 0
                                    

Happy Reading 🔥

"Ekhem. Pacarannya bisa ditunda dulu, ngga? Kasihan para jomblo sudah cukup di taman kota banyak orang pacaran, di rumah sakit jiwa jangan, ya." Keduanya melepaskan pelukan. Ann dan Rafasha menoleh ke arah suster yang tengah menjaga pasien tak lupa senyum geli di bibirnya.

Ann dan Rafasha salah tingkah. Keduanya terlihat menggaruk tekuknya yang tidak gatal.

"Kita balik ke Bunda." Lagi-lagi keduanya berucap bersamaan. Sampai sang suster bersiul menggoda kedua pasangan itu.

Buru-buru keduanya pergi. Namun, Ann kembali lagi.

"Lupa." Cewek itu mengambil makanan pesanan Rafasha, sebelum menyusul cowok itu, meninggalkan sang suster yang menggelengkan kepalanya sambil tersenyum geli.

"Bunda kira kamu ninggalin Bunda." Ann menggelengkan kepalanya. Cewek itu tersenyum mendekat ke arah Bunda Rafasha.

"Mana mungkin Ana ninggalin Bunda," jawab Ann.

"Syukurlah. Bunda takut kehilangan kamu. Cuma kamu satu-satunya keluarga Bunda," lirih wanita itu menggenggam tangan Ann dengan erat.

Hati Ann tersentuh ketika melihat raut wajah bunda Rafasha yang terlihat berbinar ceria. Tatapannya beralih pada Rafasha yang memungut bunga di lantai. Cowok itu memandang bunga Wintersweet itu sejenak. Sebelum pada akhirnya berjalan menuju tempat sampah.

"Kalau ngasih itu jangan setengah-setengah." Rafasha memandang sebuah tangan yang menghentikan gerakannya.

"Nggak ada gunanya," jawabnya datar.

Ann tersenyum. Cewek itu mengambil bunga Wintersweet itu di tangan Rafasha. "Semua berguna jika berada di tempat yang tepat."

Ann menarik tangan Rafasha. Cewek itu tersenyum ketika melihat Melisa yang terlihat menatapnya sambil tersenyum. Namun, senyumannya itu hilang ketika melihat Rafasha.

Rafasha yang melihat perubahan ekspresi bundanya, membuat cowok itu berhenti. Ann memandang Rafasha dengan tatapan bertanya. Cewek itu mengikuti arah pandang Rafasha.

Ann kembali menarik tangan Rafasha.

"Kenapa kamu bawa dia?" Perkataan sang bunda membuat jantung Rafasha seperti tertusuk ribuan jarum.

"Karena dia juga anak Bunda," jawab Ann.

"Bunda nggak kenal dia. Bunda cuma punya anak satu, yaitu kamu," jawab Melisa dengan ketus.

Rafasha memundurkan langkahnya. Namun, ditahan oleh Ann. Cewek itu menggelengkan kepalanya. Menyuruh Rafasha untuk tetap diam di tempat.

"Kata siapa? Bunda punya anak selain, Ana, kok." Melisa mengerutkan dahinya bingung.

"Maksudnya?"

"Ingatan Bunda lagi nggak baik, mungkin Bunda lupa sama anak Bunda yang lainnya. Sini, biar Ana kenalin sama Bunda."

"Ini namanya Rafasha. Bunda bisa panggil dia Asha. Dia sangat sayang sama Bunda sampai dia rela beliin bunga kesukaan Bunda. Ini bunga mahal lho. Cuma ada di China atau nggak Jepang. Anak Bunda satu ini perhatian, jauh-jauh ke sana cuma mau beli bunga buat Bunda, doang." Ann berkata dengan sedikit kebohongan. Cewek itu tersenyum sambil menggenggam tangan Melisa yang terasa hangat.

Rafasha memandang Ann dengan tatapan sulit diartikan. Cowok itu masih menyimak ucapan Ann yang berbeda dengan Ann yang ia kenal. Karena cewek itu lebih suka mengumpatinya dibanding memujinya.

"Bunga Wintersweet. " Ann menggenggam bunga itu. Lalu, meletakkan di pangkuan Melisa.

"Cantik, ya? Kayak Bunda. Bunda pilih bunga bagus banget. Wintersweet," lanjutnya dengan nada antusias.

"Namanya kayak orang yang kasih bunganya, Bunda. Di sekolah Kak Asha dikasih julukan si dingin. Tapi, walaupun dia dingin, dia itu perhatian sama orang lain, terutama Bundanya. Wintersweet alias Si Musim dingin yang manis, benar, kan?" Ann memandang Rafasha yang hanya mampu terdiam.

"Tapi, sayangnya Bunda nggak pernah nerima pemberian, Kak Asha." Ann menunjukkan wajah sedihnya. Melisa yang melihat hal itu merasa bersalah.

"Kenapa? Kenapa Bunda nggak mau nerima bunga itu?" Ann menunjuk ke arah Bunga Wintersweet yang sudah hancur sedikit.

"Karena Bunda rasa cuma kamu yang boleh kasih bunga itu." Melisa berucap lirih.

"Kata siapa? Bunda boleh kok, nerima bunga selain dari Ana. Kak Asha sayang Bunda sama halnya dengan Ana. Jadi, kenapa Kak Asha nggak boleh?"

Melisa terdiam tak menjawab. Namun, wanita itu akhirnya menoleh ke arah Rafasha.

"Maaf." Melisa memandang Rafasha dengan tatapan berkaca-kaca. "Makasih juga untuk bunganya. Maaf, Bunda nggak bisa inget sama Kamu, Asha." Rafasha tidak bisa menahan rasa harunya. Cowok itu menunduk mengecup punggung tangan sang bunda berkali-kali.

"It's oke, Bunda. Jangan dipaksain," ujar Rafasha. Mata cowok itu berkaca-kaca. Rasanya beban di hidupnya berkurang ketika melihat Melisa yang kini bisa menatapnya setelah bertahun-tahun menganggap dirinya seperti hantu.

"Nangis aja nggak boleh ditahan." Ann tersenyum geli. Rafasha mendelik tajam ke arah cewek di depannya yang asik terkikik geli.

"Perusak suasana!" Rafasha menjitak kening Ann. Bukannya mengaduh atau mengumpat seperti biasanya, cewek itu malah terkekeh pelan.

Melisa tersenyum melihat tingkah kedua orang di depannya. Wanita itu mengulurkan tangan untuk mengusap kepala Ann dan Rafasha. Membuat keduanya mendongak.

"Jangan nangis," ujar keduanya bersamaan. Ann dan Rafasha mengusap air mata Melisa yang terjatuh.

"Daripada sedih mending kita makan aja," ujar Ann tiba-tiba. Cewek itu meletakkan makanan pesanan Rafasha di meja kecil.

"Kak Asha bawain makanan, nih buat Bunda. Bunda makan, ya?" Melisa menggangguk. Wanita itu mengusap kepala Rafasha sambil menggumamkan terima kasih.

"Tapi, Bunda pengen disuapin Ana, boleh?" Ann melirik ke arah Rafasha tak enak hati. Harusnya cowok itu yang menyuapi Melisa yang notabenenya anak kandung.

"It's oke." Rafasha mengerakkan bibirnya tanpa suara.

Ann menjentikkan jarinya. Cewek itu tersenyum ketika mendapatkan sebuah ide.

"Gimana kalau saling suap?" tanya Ann.

"Dosa." Ann memandang Rafasha cemberut.

"Bukan itu!" ujar Ann dengan gemas.

"Terus?"

"Gini." Ann mengambil sesendok makanan itu. "Buka mulut aaaa ...." perintahnya sambil mengarahkan sendok itu pada Rafasha.

Walaupun tidak mengerti, Rafasha membuka mulutnya menerima suapan dari Ann. Lalu, mengunyahnya secara perlahan.

"Nah, sekarang Kak Asha suapin Bunda terlebih dahulu. Kan, Kak Asha lebih tua dari Ana." Rafasha mendelik ketika Ann mengatakan kata tua. Namun, walaupun begitu ia mengambil piring di tangan cewek itu. Lalu, mulai menyuapi bundanya.

"Enak Bunda?" tanya Ann.

Melisa menggangguk di tengah kunyahannya.
"Nah, giliran Ana yang suapin Bunda." Ann mengambil piring di tangan Rafasha. Mulai menyuapi Melisa dengan telaten.

Rafasha baru menyadari sekarang. Ann ingin dirinya yang memberikan suapan pertama untuk bundanya. Cewek yang pengertian. Rafasha tersenyum kecil.

"Kamu nggak makan juga, Ana?" tanya Melisa ketika Ann memberikan makanan itu kepada Rafasha.

"A—" Ann mendelik tajam kepada Rafasha yang dengan tiba-tiba menyuapi dirinya dengan santai. Cewek itu mendengkus apa dia tidak berpikir kalau ia hampir saja tersedak.

"Telen." Ann menelan makanannya dengan ogah-ogahan. Cewek itu tak berhenti menggerutu.

"Gue lebih suka nelen lo." Rafasha tersenyum geli mendengar gumaman Ann.

Cowok itu kembali menyuapi bundanya. Sebelum menyumpal mulut Ann yang tak henti-hentinya menggerutu.

TBC

Jumat, 29 Juli 2022

WINTERSWEET (Judul Awal Possessive Prince Ice) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang