Kupu-kupu | 01

19 7 2
                                    

I saw him , and i couldn't differentiate between my heart breaking and my heart fluttering.

(Rianda quotes)

***

Hai, perkenalkan namaku Rianda poetry
Umur 21 tahun, dan ini adalah kisahku!!!

aku tidak punya pendidikan, aku terlahir dari keluarga miskin yang berantakan. Aku memiliki saudara kembar bernama Diandra poetry.

Sewaktu masih duduk di bangku kelas 6 SD ibu kami meninggal karena sakit komplikasi, tapi mungkin bukan hanya alasan itu penyebab kematiannya melainkan lebih ke rasa sakit hati karena bapak malah selingkuh di masa sekarat ibuku. Mungkin bapak tak tahan untuk menahan birahinya yang sudah dipendam selama dua tahun lebih.

Selama ibu sakit beliau tak lagi mampu melakukan tugasnya sebagai seorang istri.
Pekerjaan rumah tangga pun aku bagi dua dengan kembaranku.
Tugasku mencuci baju, berbenah dan menyetrika. Sedangkan Diandra memasak dan cuci piring.
Kadang aku tak segan mencuci baju tetangga untuk tambahan uang jajan.

Sejak bapaku mengenal janda anak satu yang masih sekampung itu, dia jadi kurang peduli pada kami.
Bahkan kalau di rumah kerjaanya cuma marah-marah dan tak jarang melampiaskan kemarahanya pada kami.
Aku dan kembaranku sudah terbiasa dimaki dengan kata-kata kasar atau dihajar untuk kesalahan kecil.

Seperti waktu itu, aku pernah disuruh mengantar uang ke rumah pacarnya dan aku menolak karena takut harus jalan kaki malam- malam sebab kebetulan rumah pacar bapak itu melewati kebun jati yang rindang tanpa penerangan.
Tapi bapak tidak mau tahu dia memaksaku untuk tetap melakukan hal yang dia suruh
Kalau aku tidak mau maka aku disuruh tidur di luar.
Dengan terpaksa aku pun harus menurut
meski harus sambil menangis di jalan.
Apalagi saat ibuku meninggal kehidupan kami makin berantakan.

Bapak langsung menikah dengan pacarnya
Saat ibuku belum genap 40 hari dimakamkan.
Kami terpaksa ikut tinggal bersama dengannya dan seperti bayangan ibu tiri dalam dongeng! Kami diperlakukan semena- mena tak jauh beda dengan yang kami lakukan di rumah dulu, tapi kali ini kami merasa dijadikan pembantu tanpa upah.

kadang kami harus jalan kaki yang jauh untuk sekolah karena tidak di beri uang jajan. Saat itu aku sudah SMP.
Tak jarang kami dituduh mencuri uang yang mengakibatkan kami berdua dipukuli oleh bapak, pernah Diandra dipukul sampai tidak bisa jalan tiga hari gara-gara ibu tiriku kehilangan sepatunya.
Kami juga tidak pernah merasakan makan enak kecuali ada hajatan dan hari raya.
Yang aku dan kembaranku makan sehari-hari hanya nasi dan ikan asin itupun kalau ada.

Bapakku tidak pernah peduli pada kami dia hanya memperhatikan kebutuhan istri dan anak tirinya.
Seperti baju pun kami tak pernah lagi dibelikan walaupun di hari raya, jika ada Dinas sosial yang memberi kami bantuan atau santunan anak yatim, semua itu selalu diminta oleh bapak dan diberikan pada istrinya.

Kami hanya bisa pasrah tanpa bisa melawan, yang kami bisa lakukan hanya menangis diam-diam di kamar yang kata tetangga dulunya bekas kandang.

"Sungguh, penderitaan ini kapan akan segera berakhir ?"

kalimat itu yang sering terucap dari mulut kecilku.
Dulu aku tidak berani melawan karena tahu diri aku belum bisa mencari uang.
Untung saja pihak sekolah sangat baik, jadi kami dibebaskan dari tanggungan biaya sekolah dengan syarat nilai kami harus bagus.

Lalu suatu hari aku mengalami demam yang sangat tinggi. Kebetulan waktu itu kami ditinggal berdua saja di rumah sementara bapak beserta keluarga barunya pergi berlibur ke Jogja dengan uang hadiah lomba cerdas cermatku. Mereka meninggalkan kami tanpa makanan.

Akhirnya kembaranku keluar rumah sambil menangis, hampir dua jam dia kembali dengan sebungkus nasi goreng, obat warung serta sebotol besar air minum.
Aku bertanya darimana dia mendapatkan semua itu.

KuPu kUpU (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang