Bab 7: Goyah

14K 244 6
                                    

☘️☘️☘️

Meeting yang aku lakukan di Makassar berlangsung dengan lancar. Segalanya memang sudah aku antisipasi sehingga tidak terjadi kendala sedikit pun. Pagi tadi, aku sudah menelepon Rihana. Dia kelihatan bahagia, memakai bando warna merah jambu dengan pakaian mandi. Dia kelihatan cantik, dan akan selalu begitu di mataku.

Aku sangat lelah habis rapat sehingga tidak sempat menghubunginya lagi. Aku berbaring di kamar hotel dalam keadaan masih memakai baju kerja. Aku terlalu malas mengganti pakaian. Aku bahkan belum melepas kaos kakiku.

Aku terlelap, semuanya gelap dalam beberapa menit. Aku masuk ke dalam alam mimpi, bertemu Desi dalam sana. Dari sekian banyak orang, mengapa harus wanita itu? Aku bisa saja memimpikan istriku.

Aku berada di sebuah pulau dengan pasir putih serta air laut berwarna biru persis seperti langitnya.  Aku melangkah mencari Rihana. Selama hidupku hanya dia satu-satunya yang membuatku terpanah. Kuedarkan pandanganku ke sekelilingku. Mataku berhenti pada sebuah pohon yang di bawahnya ada Rihana dan putraku, Uqassya. Aku menyunggingkan sebuah senyuman.

Aku beringsut mendekat ketika Desi mencekal tanganku. Desi yang kulihat benar-benar cantik. Dia hanya memakai bikini sehingga mataku tak bisa teralihkan dari alat vitalnya. Aku seorang lelaki biasa bukan pria alim.

Aku tidak pernah menolak perempuan. Desi menarik aku menuju tempat sepi, jauh dari Rihana. Tangan wanita itu membelai dadaku sampai aku merasa tersengat seakan ada aliran listrik mengalir dalam darahku. 

Aku mencium Desi seperti orang yang kelaparan. Kemudian, wanita itu membalas tak kalah dariku. Dia seperti terbakar nafsu juga. Aku menikmati sentuhan wanita ini, membikin aku lupa kalau Rihana 'lah satu-satunya cinta dalam hidupku. Aku tidak sabar memiliki Desi. Jadi, aku tuntun dia berhubungan intim di suatu tempat. Kami berhasil bercinta. Aku mengeluarkan cairan kebahagiaan di menit ke-20.

Ponselku berdering. Aku membuka mata, menyadari bahwa aku tengah bermimpi basah. Ini pertama kalinya terjadi setelah sekian lama. Biasanya tidak begini. Aku selalu melampiaskan hasratku ke sang istri. Sehingga aku tidak lagi mimpi begituan.

"Ah, Sial," erangku.

Aku bangun tengah malam. Ketika aku mengecek telepon, aku menemukan panggilan tak terjawab dari Rihana. Baru satu menit yang lalu. Aku menelepon balik tapi tidak dijawab. Apa Rihana langsung tidur saat aku tak jawab telepon? Sepertinya iya.

Aku mengingat kembali mimpiku. Aku tidak pernah membayangkan akan bermimpi begitu. Aku mengamati nomor telepon Desi. Aku bisa minta bantuannya. Aku beranikan diri menghubungi wanita itu.

"Pak Arkan? Halo, Pak?"

Desi terdengar begitu antusias seperti sedang menunggu aku menghubunginya. Aku mengusap keningku. Ada yang tidak beres. Mengapa Desi belum juga tidur? Ini sudah hampir setengah dua belas malam. Apa dia selalu seperti ini? Dia bahkan sudah tidak berhubungan dengan Irwan lagi. Aku belikan dia nomor baru setelah Irwan dapatkan uang 50 juta.

"Halo, Des. Bisa aku minta tolong sama kamu? Bisa enggak kamu cek di kamar istriku apakah dia sudah tidur atau belum. Dia sempat menelepon." Panggilannya belum lama. Kupikir memang dia belum tidur.

"Baik, Pak."

Aku dengar suara langkah kaki Desi berjalan menuju kamar tempat aku dan istriku istirahat. Aku merenung, apa Desi terlalu sering memikirkanku sampai dia muncul dalam mimpiku? Atau aku diam-diam telah terpesona pada wanita itu? Aku percaya bahwa selama ini hanya Rihana yang aku cintai. Tidak ada yang lain. 

Aku melirik buku diari Desi. Aku penasaran apa yang sudah Desi tuliskan di sana. Cerita apa yang dia tulis? Nama tokohnya Arkan dan Desi. Khayalannya benar-benar luar biasa. Bagaimana bisa dia berani gunakan nama suami sahabatnya sebagai tokoh utama. Dia akan jadi penulis terkenal kalau memakai namaku. Ada banyak sekali novel yang menggunakan nama 'Arkana' karena namaku memang bagus. Mengapa aku tahu? Karena istriku menyukai baca novel di grup Facebook kau dia sedang istitahat.

"Pak..., Nyonya Riris sudah tidur."

Aku kecewa. Padahal aku mau dengarkan suara istriku agar aku bisa berfantasi. Aku merasa bersalah karena sudah mengkhianatinya meskipun hanya dalam mimpi. Bagaimana bisa aku dan Desi berhubungan intim dalam mimpi? Tega sekali aku.

"Baiklah aku akan matikan teleponnya."

Aku sudah mau menekan tombol merah di layar ponselku waktu Desi berseru, "Jangan dulu Pak. Desi mau mengatakan sesuatu." Aku menaruh kembali ponselku di telinga.

"Apa Bapak sudah baca ceritanya? Kalau sudah, maafkan Desi kalau itu membuat Pak Arkan marah. Maaf telah meminjam nama Pak Arkan sebagai tokoh utama."

Dia meminta maaf setelah membuat namaku berjaya dalam tulisannya? Ya, kurasa Desi akan jadi penulis hebat. Aku belum baca keseluruhan ceritanya tetapi idenya cukup bagus. Aku sudah baca prolog cerita Desi. 

"Tidak apa-apa, Des. Lagipula, itu cuma cerita fiksi. Aku akan baca nanti. Aku bisa kasih saran ya."

Desi sudah cukup menderita sehingga aku mencoba menunjukkan simpati dengan tidak marah soal hal-hal sepele. Aku duduk sisi ranjang menantikan kata-kata Desi selanjutnya.

"Makasih Pak sudah mau membacanya."

Hening. Aku melirik celanaku yang sudah basah akibat mimpi tak bermoral tadi. Anehnya, aku malah bicara santai bersama lawan mainku dalam mimpi itu. Seharusnya Rihana yang menjadi lawan bicaramu sekarang.

"Pak Arkan. Desi mau tanya, apa bapak juga mimpi begituan?"

Aku tersentak. Apa Desi kembali bermimpi hal yang sama dengan mimpiku? Tidak mungkin. Ini terdengar konyol. "Maksud kamu mimpi basah? Enggak, Des. Kalaupun aku mimpi begitu pasti sama Riris."

"Desi enggak bilang kalau dalam mimpi itu.... Pak Arkan 'begituan' sama Desi."

Ada tawa kecil bisa aku dengarkan dari wanita itu. Akhirnya aku dengarkan dia bahagia. Aku tak mau rusak perasaan senangnya. Aku membiarkan dia berbicara.

Sampai pada akhirnya, aku berkata, "Sudah ya, Des. Aku mau mandi." 

Aku melempar ponselku ke tempat tidur. Aku penasaran dengan tulisan karya Desi. Aku meluangkan waktuku membaca novel buatan wanita iti yang masih ditulis tangan. Dia menceritakan bahwa tokoh Arkan sangat tampan, memiliki senyuman bak malaikat. Aku merasa kalau Desi sedang memuji diriku.

Tokoh utama wanitanya bernama Desi yang jarang disentuh suaminya, Arkan. Aku prihatin pada tokoh ciptaannya. Bahkan Desi menggambarkan tokoh utama Desi menderita. Dia sedang membicarakan hidupnya sendiri.

Jujur aku tidak terlalu suka baca novel. Anggap saja pikiranku kotor, aku hanya mengharapkan dua tokohnya berhubungan intim. Aku membolak-balik diari milik Desi.

Aku tertegun, tulisan Desi benar-benar liar. Aku mengamati apa yang dia tulis. Dia menceritakan hubungan intim BDSM, aku menelan ludah kuat-kuat seiring kepalaku membayangkan diriku melakukan hal itu kepada Desi. Gairahku bangkit. Aku tidak pernah berpikir akan melakukan hal kadar dalam hubungan intim seperti yang Desi ceritakan. Aku menutup diari Desi. Aku menyesal membaca kisahnya karena sekarang aku begitu terobsesi dengan Desi.

Instagram: Sastrabisu

Hati yang MenduaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang