Bab 22

6.9K 405 38
                                    

Zain POV

☘️☘️☘️

Umi Aysel dan Abi Yusuf sudah aku anggap sebagai orang tua kandungku. Mereka mengadopsi diriku saat aku berusia lima tahun. Aku telah resmi menjadi WNI setelah lebih dari lima tahun tinggal di Indonesia.

Aku bersyukur berada di keluarga ini. Mereka menyayangi aku seperti putra kandung mereka. Kami keluarga yang tidak pernah saling membenci.

Lima tahun lalu, pamanku dari Dubai mengajak aku kerja di perusahaan besar di sana. Paman Maleek cukup tersohor. Aku bisa saja ke sana. Namun, aku tidak mau lupa diri. Abi Yusuf dan Umi Aysel sudah besarkan aku dengan layak. Aku harus membalas budi pada mereka.

Aku terima tawaran Abi saat beliau memintaku pemimpin perusahaannya. Beliau sudah mengajak adikku Arkana mengurus perusahaan itu. Tapi, Arkana menolak. Dia adalah adik paling mandiri yang aku punya. Dia pandai bergaul, kurasa pandai menggoda cewek juga.

Setahuku waktu SMA, Arkana merupakan tipe cowok Don Juan. Lelaki yang suka goda cewek sana-sini. Kendati begitu, ia setia pada Riris. Hanya suka menggombal saja. Kalau ketemu kasir Alfamart selalu dipuji cantik, seperti itulah.

Waktu dia bertekad menikahi Riris di usia muda. Aku sangat kagum padanya. Abi dan Umi menentangnya sampai kusaksikan betul bagaimana perjuangannya. Aku salut padanya sebelum dia berselingkuh dengan Desi. Aku sangat kecewa pada adikku.

Di awal perceraiannya dengan Arkana, hampir setiap hari, aku lihat wajah sedu Riris karena dia.
Beruntung sekarang, semuanya sudah agak lebih baik.

Beberapa bulan ini, Arkana membuatku kecewa. Yang paling parah adalah hari ini. Aku tidak pernah menduga kalau Arkana akan bilang bahwa aku bukan siapa-siapa di keluarga ini. Itu memang kenyataan, aku hanya tidak tahu diri saja. Aku terlena pada kasih sayang yang diberikan, tanpa sadar kalau aku bukanlah siapa-siapa.

"Abi bisa berikan posisiku kepada Arkana. Jika dipikir-pikir, dialah yang berhak pimpin perusahaan Abi."

Aku berujar dengan nada pasti. Sejak awal, ini semua memang hanya titipan. Suatu hari Arkana akan mengambilnya, dan kurasa ini sudah waktunya.

"Jangan dengarkan adikmu, Zain. Dia hanya marah. Kau tetap akan pimpin perusahaan Abi, apapun yang terjadi. Abi lebih percaya padamu dari Arkana."

"Tapi, Bi."

"Tak ada tapi-tapi. Dengarkan Umi, Zain..., Rasa cinta kami terhadapmu sama besarnya dengan rasa terhadap Arkana. Jadi, jangan pernah pikirkan kalau kamu anak kandung atau bukan. Kamu adalah bagian dari kami. Lebih dari sekadar anak kandung."

"Arkana akan bekerja di perusahaan keluarga. Bukan sebagai pemimpin melainkan jabatan lain."

"Aku mengerti."

Aku bimbang dengan semua ini. Jadi, aku minta petunjuk kepada Allah. Aku menunaikan sholat istikharah dua rakaat. Mencari tahu apa yang dipilihkan Allah untukku, melepas jabatan yang Abi berikan atau meneruskannya. Pilihannya adalah aku tetap bekerja di perusahaan Abi sebagai pemimpin. Allah menginginkan aku tetap jadi pemimpin perusahaan milik Abi.

Aku mengambil mushaf di nakas kemudian membaca satu juz ayat Allah. Setelah itu, aku kembali ke kantor. Riris sedang mempelajari sebuah buku ketika aku datang. Dia memiliki banyak keinginan belajar. Dia kuat. Kemauannya bangkit dari patah hati sangat besar.

"Malam ini, apakah aku ada jadwal, Ris?"

Aku bertanya sambil mengecek jam di tanganku. Sekarang sudah pukul empat sore. Aku bisa ajak Riris jalan-jalan kalau dia mau. Bukan karena aku mau mencuri hatinya. Aku hanya ingin membuatnya sedikit lebih senang. Aku paham betul bahwa ia banyak terluka karena perbuatan adikku.

Hati yang MenduaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang