AlayaFobia 06 - Pinjam Peluk, Boleh?

34 11 0
                                    

Pinjam peluk boleh? Akan gue kembalikan nanti, saat waktunya tepat.

- Alaya

=AlayaFobia=

Ricuh adalah kata yang tepat menggambarkan kelas XII IPS 1 saat semua guru sedang menghadiri rapat penting, muridnya juga tak mau kalah. Mereka juga sedang rapat, bedanya siatuasi rapat kali ini lebih ricuh daripada sebuah demo.

Terlebih tiga sahabat Alaya yang masuk kembali setelah masa skorsing selama seminggu akibat membully beberapa adik kelas hingga merorok di sekolah membuat kelas tak bisa hening walau sedetik.

Kenakalan remaja memang sedang marak-maraknya terjadi pada masa puber dan SMA meski berulang kali ditegur, dihukum, hingga diancam tak dapat mengikuti ujian atau dikeluarkan dari sekolah tak membuat mereka jerah. Toh, bagi mereka uang lebih bermanfaat daripada bacotan nirfaedah yang ia katakan.

"Hompimpa alaiyum gambreng!"

"Mak Ijah pakai baju rombeng!"

"Asekk! Gue menang lagi. Mampus!"

"Yang kalah sabar, ya!"

"Yahh! Kalah lo Junaedi! Buruan praktek!"

Hahahahaha!

"Anjir ah! Males gue, masa kalah mulu, sih?" decak Cahya malas.

"Ya... gimana lagi, akuin kekalahan lo dan jalanin hukumannya kalau gak mau dicap pengecut!" sinis Alaya meniup bubble dalam mulutnya. Entah, akhir-akhir ini ia sangat suka sekali memakan permen karet mungkin karena tahu mitos jika memakan permen karet saat pelajaran matematika maka otaknya akan mengerti semua rumus itu.

"Cuk!" umpat Cahya geram, ia berdiri berjalan menuju depan kelas siap menjalankan hukuman gila kawan-kawannya.

"Loss dol dang lanjut leh mu whatsapp-an cek paket datane yen entek tak tukokne!"

Gadis itu bergoyang dengan menyanyikan lagu dangdut. ia ditantang praktek goyang ubur-ubur dengan lagu Loss Dol.

"Tenang dek elingo... yen mantan nakokne..."

Tawa pecah dari seluruh penghuni kelas. Mau bagaimana lagi selama ada jam kosong selama itu juga murid bebas berkreasi.

Ambar berjalan ke arah Alaya meminta gadis itu untuk mengikuti langkahnya.

"Gue mau ngomong," ujarnya berjalan mendahului Alaya.

Alaya hanya menggangguk dengan langkah mengikuti Ambar yang berjalan keluar kelas tepatnya menuju toilet sekolah.

"Kenapa?" tanyanya tanpa basa-basi.

Ambar berbalik tersenyum ke arahnya. Ini bukan senyum ramah yang biasanya ia tunjukkan pada temannya. Senyum Ambar memiliki makna lain bagi Alaya. "Bukannya kemarin lo sudah setuju, ya. Buat jauhin Alan."

Alaya menggangguk polos. "Lalu?"

"Gak usah sok polos, anjing!" umpat Ambar mendorong keras bahu kanan Alaya membuat gadis itu mundur beberapa langkah.

Ia tersenyum miring menepuk tangannya dua kali kemudian muncul tiga gadis dari bilik toilet. Satu gdis itu berjalan menuju pintu keluar kemudian mengunci pintunya dari dalam.

Alaya terseyum sinis. "Masih ada aja bully?" ujarnya meremehkan. Punggungnya ia sandarkan pada dinding toilet.

"Sebenarnya sudah musnah, sih. Tapi, ini khusus buat, lo!"

ALAYAFOBIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang