AlayaFobia 11 - Mall

31 10 0
                                    

Semua ilmu yang kita cari selama ini akan kita tukar dengan kehidupan masa depan.

=AlayaFobia=

Seminggu berlalu setelah ujian akhir dilaksanakan. Malam ini akan ada pelaksanaan wisuda bagi murid kelas akhir yang dinyatakan lulus ujian. Beberapa guru dibantu pengurus OSIS sibuk menyiapkan acara yang mengharuskan semua tamu undangan memakai pakaian formal nanti malam.

Beberapa murid disibukkan dengan mencari beberapa pakaian yang akan mereka kenakan nanti malam. Termasuk Alaya juga Alfin yang sedang mengitari mall demi mencari pakaian yang pas. Meski hanya memakai pakaian formal, hitam putih untuk pria lengkap dengan jas hitam. Dan baju kebaya putih untuk wanita ternya sangat sulit.

"Cape banget, anjir. Nyari setelan beginian aja susah amat," keluh Alfin duduk di salah kursi kafe dalam mall.

"Daripada lo ngoceh gak jelas, mending beliin gue minum sama makan."

"Ck. Lo mau apa?" tanya Alfin menatap sinis Alaya.

"Apa aja, asal gratis."

"Bau-bau human gak mau rugi," cibirnya sembari berjalan menuju stan makanan.

Alaya yang bosan karena terlalu lama menunggu Alfin mengalihkan pandangannya pada sekeliling kafe hingga gabut melanda membuatnya memilih bermain ponsel.

Saat sedang asik-asiknya bermain ponsel suara seseorang membuat gadis itu mendongakan kepalanya, menatap pasangan yang beberapa hari ini menggemparkan sekolah.

Bagaimana tidak Ambar dan Alan yang secara tiba-tiba membuat sebuah pengumuman yang membuat beberapa orang patah hati dengan pernyataan yang menyatakan bahwa mereka berdua berpacaran. Hal itu membuat Alaya dan Alfin merasa malas jika harus bertemu mereka, tetapi sepertinya takdir sedang mencoba menguji mereka dengan pertemuan tak sengaja seperti ini.

"Kita boleh gabung, gak?"

Belum sempat Alaya menjawab Alfin datang membawa nampan dengan tatapan datar ke arah keduanya. Ia memandang sinis Ambar lalu tatapan tajamnya bertemu dengan tatapan datar milik Alan. Pria itu bahkan tampak tak perduli dengan kelakuan Ambar yang bergelayut manja di lengannya.

"Duduk saja, gue lagi malas debat." Alaya angkat bicara membuat tiga orang itu memandang ke arahnya dengan tatapan yang berbeda-beda.

Memilih mengabaikan beberapa sikap pasangan alay di depannya Alaya lebih memilih menatap gadis yang berada di atas panggung kecil di tengah kafe. Menikmati setiap kata yang terucap hingga tanpa sadar jika Alan dan Alfin menatapnya lekat-lekat. Seulas senyum tulus terbit di wajah keduanya.

Hujan turun deras malam ini.
Sajak tertulis indah dilembaran putih.
Kisah yang awalnya kasih kini menjadi kesah.
Rindu hadir diantara butiran air hujan itu.

Kilatan amarah yang awalnya kau tunjukkan berubah menjadi tatapan sendu penuh penderitaan.
Aku tau dibalik sikap kerasmu ada sisi lembut yang sangat rapuh.
Dibalik keegoisanmu ada rasa takut kehilangan.
Dibalik tatapan tajammu ada luka yang tersembunyi.

Dibalik bilik yang gelap dan senyap.
Ternyata ada bukit yang indah.
Ada hutan yang terjal seakan menarikku 'tuk terjatuh.
Semua hal yang sulit membuatku bangkit.
Hal yang membuatku resah dan gelisah kini sirna.

"Kafe Rindu. Kamis," katanya diakhir puisinya.

Prok... Prok... Prok...

Suara tepuk tangan terdengar diseluruh penjuru kafe itu, seperti malam-malam sebelumnya. Siang ini gadis itu kembali tampil dengan puisi yang gadis itu bacakan dengan piano sebagai pengiringnya.

Gadis penikmat senja yang jatuh cinta pada bait-bait puisi itu selalu tampil dengan membawakan puisi ciptaannya.

Dua pria yang menatap dalam gadis yang berdiri dengan tepuk tangan lengkap dengan senyum manis andalannya itu merasa sangat bahagia. Mereka secara tak sadar sama-sama menyukai senyum gadis itu.

=AlayaFobia=

ALAYAFOBIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang