Idolaku Berbeda-4

115 15 0
                                    


Bagian muka Marisa Mall ramai Minggu pagi yang cerah ini. Masih tersisa selebaran soal jumpa fans para artis pemain film Querencia—film yang tengah naik daun di bioskop—dan tentu saja pemain utamanya merupakan aktor berparas rupawan yang ramah. Siapa yang tak mengenal Langit Bagaskara? Semua kawula muda terutama fans perempuan mengenalnya. Aktor berusia dua puluh delapan tahun itu dikagumi karena kepiawaiannya memainkan peran seorang pengusaha muda bernama Dandy yang tak mau dijodohkan dengan seorang gadis buruk rupa yang ternyata terkena kutukan.

Acara itu dimulai pukul sebelas siang nanti, tapi sejak Marisa Mall belum dibuka banyak pengunjung yang memakai pakaian seragam sudah duduk-duduk sambil menengok ke dalam mall, sekiranya aktor kesayangan mereka sudah datang, meski tak mungkin. Biasanya para aktor dan aktris datang bersama kira-kira satu jam sampai tiga puluh menit sebelum acara dimulai, para wartawan dan awak media elektronik juga pasti bersiap untuk meliput acara tersebut. Film Querencia yang sudah dilempar ke bioskop mendapatkan respon positif, mulai dari remaja hingga orang dewasa menyukai film tersebut.

Selebaran-selebaran acara sengaja sudah disebar tujuh hari sebelumnya demi mendatangkan masa dalam jumlah banyak. Di selebaran ditulis jika ada hadiah menarik untuk pengunjung yang beruntung dan aktif bertanya selama acara. Dan gadis berusai tujug belas tahun itu bersiap meraup hadiah-hadiah, berharap bisa menawar keberuntungan. Biasanya pukul tujuh dia masih bergelung dalam selimut, terlebih hari Minggu dan waktunya bermalas-malasan.

Ia bergegas keluar dari kamar dan mengetuk kamar sebelah, pertama pelan namun, berujung keras karena si kakak tak kunjung bangun. Ia makin kesal karena kakaknya ternyata sudah keluar dari kamar, lantas mencarinya ke dapur. Di mana lagi keberadaan kakaknya selain kamar? Benar, kakaknya berada di sana tengah menggoreng ikan.

"Kakak!" seru si gadis berambut panjang.

"Apa?"

"Kok Kakak malah goreng ikan, sih, bukannya mandi?"

"Kalau lapar ya makan, karena belum ada makanan ya masak dulu."

"Kan bisa beli sarapan, nanti kita terlambat ke acara M&G, Kakak!"

"Hemat uang, ini sudah tanggal tua nanti mama marah kalau tahu kita boros!" seru si kakak sambil menggetok kepala adiknya.

"Sakit, Kak!"

"Bantuin masak, mau makan enggak?"

"Iya, ya."

Kakak beradik perempuan tersebut tinggal di sebuah flat di lantai tiga. Mereka hanya berdua sebab orang tua mereka bekerja di luar kota, tidak ada yang perlu dikhawatirkan selain masalah keuangan, sebab si sulung jago bela diri pasti bisa menjaga adiknya. Hari ini si kakak bekerja sore hari, jadi si bungsu sudah merecokinya untuk diantarkan ke Marisa Mall, di mana idola kesayangannya datang.

Widuri—si bungsu—sudah mondar-mandir sedari pukul delapan lebih tiga puluh menit, meminta kakaknya segera selesai bersiap dan berangkat. Padahal mall dibuka pukul sembilan pagi. Nadia—si sulung—hanya mengiyakan namun, tetap saja santai, baginya bertemu dengan idola aktor perfilman Indonesia bukanlah hal baru, di olimpiade bela diri tahun lalu ia bertemu dengan salah satu artis ibukota yang benar cantik paras dan perilakunya, itu lebih dari cukup.

"Kakak, ayolah kita berangkat! Apa nunggu sepuluh purnama baru berangkat?" tanya Widuri sebal.

"Sadarlah, kau itu cuma nunggu kakak bersiap sepuluh menit, bukan sepuluh purnama! Bahkan lebih lama kalau kamu yang bersiap. Ayo, berangkat!" kata Nadia.

"Let's go! Langit Bagaskara, Widuri dataaang!"

Keduanya pergi menggunakan sepeda motor matic yang masih kredit, seperti biasa Widuri selalu meminta kakaknya untuk cepat sampai ke Marisa Mall namun, itu tak bisa dipenuhi Nadia, dikarenakan jalanan ke arah mal memang macet dan tempat parkir ditutup karena sudah penuh. Nadia memutar otak menempatkan sepedanya di mana? Ia ingat sebuah toko kelontong di tikungan depan jalan utama ke Marisa Mall dan segera ke sana. Widuri sudah heboh sejak mengetahui kalau mal sudah ramai, semakin tak sabar pula ia ingin segera masuk. Nadia menitipkan sepeds motornya di ibu pemilik toko kelontong dan membeli dua botol air mineral ukuran tanggung sebelum melangkah ke mal.

Sesuai dengan tebakan Widuri, semua teman-temannya sudah di sana, para fans garis kuning Langit Bagaskara. Mereka selaku melakukan yel-yel saat bertemu dan itu membuat Nadia menggelengkan kepala, adik remajanya memang cukup lebay soal idolanga, pasti merengek diiringi janji-janji berkelakuan baik jika dituruti. Nadia memilih menepi, memperhatikan adik tunggalnya dari kejauhan sebab, ia tak suka keramaian seperti ini, cukup membuatnya pengab.

Nadia dengar jika aktor dan aktris pendukung film sudah datang namun, aktor utama belum kunjung datang. Bisa dipastikan acara M&G Querencia akan molor dari jadwal. Nadia meneguk air minumnya dan berpesan pada Widuri kalau menunggu di tempat sampai acara dimulai karena ia perlu ke toilet sebentar. Nadia melewati lautan manusia di lantai satu demi bisa ke tepian seberang, di mana toilet terdekat berada namun, CS berkata jika toilet tersebut disterilisasi dan diperuntukkan artis, jadi untuk pengunjung umum bisa menggunakan toilet lain yang ada di baliknya.

Nadia melihat ada lima orang remaja perempuan keluar dari toilet alternatif sambil mengomentari atas molornya jadwal M&G. Toilet alternatif berbeda dengan toilet di bagian depan  yang lebih bagus dan penuh dinding keramik, di sini toilet terdiri empat bilik, satu kaca besar dengan tiga wastafel, tiap di samping kran terdapat cairan sabun beraroma raspberry. Satu lagi, di sini jauh lebih sepi dan tenang dibandingkan di bagian depan yang selalu ramai dan antre menggunakannya.

Nadia selesai mengeluarkan hasrat kecilnya dan keluar dari bilik namun, ia lupa mengambil jam tangannya pun kembali lagi ke dalam. Di saat itu masuklah seorang lelaki yang memakai masker dan topi hitam melihat ke sekitar sepi, dengan cepat dia mengeluarkan sebuah botol bening tertutup dan meneguk cairan kental warna merah pekat. Dia terkejut mendengar pintu bilik berdecit dan muncul Nadia, cepat-cepat dia mengusap sisa-sisa cairan merah di sudut bibirnya dengan air dan segera pergi.

"Sial!"

Nadia tak tahu menahu apa penyebab lelaki itu segera pergi namun, lelaki itu meninggalkan botol bening yang bernoda merah di meja wastafel.

"Hei, kau meninggalkan ini!" seru Nadia menghentikan lelaki itu.

Lelaki itu berbalik dan menatap Nadia, keduanya bertatapan dan barulah Nadia tahu siapa lelaki itu? Dia adalah Langit Bagaskara. Nadia memberikan botol bening dengan noda merah yang entah apa padanya.

"Ini milikmu kan? Kau yang terakhir keluar."

"Trims." Nadia merasa melihat idola Widuri aneh, ada gigi taring muncul seusai mengucapkan terima kasih.

End




Asterin ✓ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang