Liburan sekolah sudah berlangsung dua hari. Selama dua pekan semua murid libur akhir semester dan keluarga Deffan baru berkemas. Putri mereka berusia delapan tahun dan kakak lelakinya yang duduk di kelas menengah ke atas juga sudah berkemas. Koper pink milik Zeslyn sudah berada dalam bagasi di samping tas-tas jinjing besar hanya menunggu penumpang dewasa saja yang belum juga selesai bersiap.
"Mama sama Papa masih lama, Kak?" tanya Zeslyn mulai bosan.
"Mungkin, kau tengok saja ke dalam." Sang Kakak masih sibuk bermain _game_ di ponselnya.
"Ish, Kakak itu main game mulu!" omel Zeslyn yang segera masuk ke dalam rumah.
Zeslyn masuk dan masih mendapati mama dan papanya masih di dalam kamar. Mamanya selalu bingung memutuskan sepatu-sepatu mana yang akan dibawanya, sedangkan papanya sibuk mencari alat pancing untuk memnacing di danau, kegiatan wajib ketika berlibur.
"Ma, Pa, masih lama, ya?" tanya Zeslyn kecil.
"Sebentar lagi, Sayang. Coba kau bantu mama milih yang ini atau yang in?" tanya mama Zeslyn menunjukkan dua jenis sepatu kesayangan.
"Yang kanan," kata Zeslyn acak.
"Oke," kata mamanya justru mengambil yang bukan pilihan anaknya dan seketika Zeslyn memutar bola matanya jengah.
"Hei, Cantik. Papa ingat alat pancingnya, papa pilih yang ini saja. Tapi, kau tahu di mana kacamata cokelat papa? Papa tadi merasa lihat di sini, loh!"
"Kacamatanya di atas kepala, Papa." Zeslyn tersenyum manis kemudian menghela napas jengah.
"Oh, iya. Terima kasih, Sayang. Ayo, kita berangkat!" Papa Zeslyn langsung segera keluar.
"Kau itu baru empat puluh tahun tapi, sudah pikun."
"Tapi, kau tetep cinta kan?"
"Bisa aja!" Keduanya bergandengan keluar dari rumah menyusul kedua anak mereka yang sudah masuk mobil.
Sebelum berangkat, Deffan tak lupa mengecek rumah dan kendaraan dalam keadaan aman, kemudian memakai sabuk pengaman dan mereka berangkat ke sebuah villa milik pribadi yang terletak di dataran tinggi kota sebelah. Sepanjang perjalanan tak ada kendala berarti, Zeslyn dan mamanya bernyanyi menghilangkan penat sementara anak tertua masih tetap dengan kegiatannya, bermain _game online_.
Davian tiba-tiba berseru kencang dan mengagetkan semua karena kalah dalam permainan. Ia memutuskan untuk berhenti bermain karena sudah _bad mood_ pun mengambil makanan ringan di jok belakang. Zeslyn menghentikan nyanyiannya karena suara berisik sang Kakak mengunyah makanan seolah menghalangi suaranya.
"Kakak enggak asyik, deh!"
"Kalah lagi?" tebak mamanya.
"Hmmm," gumam Davian yang tetap membuang muka. "Pa, kira-kira macet enggak, sih? Jangan sampai malam kalau masih di tol."
"Loh, kenapa, Kak?"
"Jangan bilang kau enggak tahu soal desas-desus itu?" tanya Davian melirik adiknya.
"Desas-desus apa?" tanya Zeslyn serius.
"Kalau kita sampai bermalam di tol atau rest area, trus ketemu kakek-kakek tua duduk tepi jalan KM 89 jangan diajak bicara, itu hantu!" Davian menakuti adiknya dengan berkata keras di ujung kalimat.
"Davian! Jangan nakutin adikmu, dong!" seru mamanya.
Davian tertawa melihat ekspresi Zeslyn yang kaget dan ketakutan. "Iya, iya, Ma."
"Itu hanya desas-desus, Dav. Jangan takutin adikmu, ah! Kita berangkat sore, ya kemungkinan kita nanti malam berhenti di rest area. Tapi, papa yakin itu hanya cerita kaleng yang tak benar jadi, jangan takut Cantik!" Deffan menghibur putrinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Asterin ✓
RandomKumpulan cerpen dengan berbagai kisah. Isinya mungkin hanya barisan kata sederhana, semoga bisa memperoleh petuah untuk kehidupanmu. Check this out! ^^ 25.11.2020