24 | ldr itu berat

25.7K 3.3K 163
                                    

Chapter ini pendek, besok w update lagi. Vouchernya besok, ya.




24 | ldr itu berat



GUSTI galau ditinggal Iis.

Sudah kangen saja, padahal tadi pagi dia masih sempat membangunkan tunangannya itu untuk salat Subuh seperti biasa. Masih sempat sarapan bareng—pakai lauk rendang buatan camer yang ternyata enak banget, membuat dia memutuskan untuk mbontot makan siang dari rumah. Bahkan, saat Gusti pamit untuk berangkat kerja, wanita itu juga masih mau-maunya meladeninya yang bermanja-manja minta dicium lagi, seperti semalam.

Hmm, sudah ya, jangan lagi diprotes. Mau LDR ini, nggak apa-apa dong minta cium doang, biarpun semalem udah minta juga. Toh Iis nyiumnya nggak intens-intens amat, nggak sampai bikin bikin mereka berdua terbawa nafsu, soalnya keburu Gusti telat ke kantor.

Malamnya, begitu tiba di apartemen Iis yang jadi terasa sangat sepi, sambil bergelung di atas kasur, yang mulai malam ini menjadi kasurnya, lalu setelah hari Sabtu besok menjadi kasur berdua, Gusti menelepon sang calon istri.

Harusnya malam ini belum ada agenda di rumah Iis. Hanya saja tadi siang wanita itu bilang, keluarganya yang jauh-jauh sudah mulai berdatangan. Tapi mungkin masih bisa, lah, kalau hanya sekadar mengangkat telepon sebentar.

"Kangen." Gusti merengek seperti bayi begitu teleponnya diangkat.

Terdengar suara Iis mendesah di seberang. "Tadi pagi masih ketemu, Aguuus. Tadi siang juga udah teleponan!"

"Iya, tapi tetep kangen. Kayaknya aku udah nggak bisa deh, dipisahin lama-lama sama kamu."

"Peres. Biasanya kalau lagi lembur juga jam segini kita belum ketemu."

Gusti menertawakan kebodohannya.

"Ya tapi kan Sudirman-Senopati deket, Is."

"Lebak Bulus juga deket, Gus."

Gusti manyun, sadar diri kalau lebay. Padahal hari sakral mereka tinggal tiga hari tiga malam lagi. Itu pun nggak pakai acara dipingit-pingitan berhubung pekerjaan mereka berdua nggak memungkinkan untuk cuti lama-lama dan tinggal di rumah masing-masing sebelum hari H. Kalau sampai dipingit, mungkin Gusti sudah menangis di pojokan saking kangen.

"Kamu nggak ke mana-mana? Nggak ngumpul sama anak-anak?" Iis bertanya setelah menyadari Gusti tidak menyahuti ucapannya sebelumnya.

"Mager."

"Ih." Iis berdecak pelan. "Jangan salahin aku ya, kalau besok-besok sepet, diteror istri mulu, disuruh langsung pulang abis kerja, nggak sempet ngumpul sama temen-temen. Salah sendiri pas ada kesempatan gini kamunya nggak mau manfaatin."

"Hmm, sok-sokan mau clingy. Padahal calon istriku juga hobi lembur. Jarang di rumah kalo weekend." Gusti terkekeh geli membayangkan kalau sampai nanti setelah menikah Iis beneran clingy dan posesif. "Btw, emang disuruh langsung pulang biar apa?"

"Biar nggak bisa jalan-jalan dulu ke PP. Kamu kan shopaholic, ngalah-ngalahin cewek."

"Dih. Aku pulang kerja, PP juga udah tutup kali."

Iis cuma tertawa. Merasa unfaedah banget obrolannya dengan Gusti malam ini. Kayak bocah lagi kasmaran.

"Kamu nggak kangen?" Gusti bersuara lagi setelah keduanya terdiam selama berapa saat.

Iis terdengar sedang berusaha keras berhenti tertawa. "Ya Allah, Mas Agus. Cringe banget, sumpah. Nggak cocok sama muka itu, lho! Bilang kangen-kangen kayak apaan aja!"

"Ya gimana, kangen beneran aku tuh. Ini aja aku nelepon sambil peluk-peluk bantal kamu biar berkurang kangennya."

"Dih. Sumpah ya, kamu kayak maniak di film-film. Jijay tauk. Ih, awas aja, aku nyampe rumah, kucuci semua bantal bekasmu!"

Gantian Gusti yang ketawa. "Ya Allah ... gini banget gue ngebucin. Lebih bucin dari Jerry ini mah. Mana Jerry kalo kangen enak, Sabrina kooperatif diajak ngapain aja."

"Hush. Ngomongin orang mulu."

"Iya. Habisnya gue di kantor merangkap jadi auditor dosa-dosa mereka."

Lagi-lagi Iis tidak menyahut dan membuat sambungan mereka hening cukup lama.

"Apa aku ke Lebak Bulus sekarang aja? Deket ini." Mendadak Gusti ngide.

Kontan Iis melotot. "Jangan ngaco, Gus. Udahlah, malem ini kamu peluk-peluk bantal aja dulu. Nanti Sabtu malem baru peluk-peluk pemiliknya."



... to be continued

WEDDING BRUNCH [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang