58 | embun di ujung rumput

19.9K 1.9K 90
                                    

Pemenang voucher Karyakarsa chapter 57: yul_nda 2,5k, Rfty97 1,5k, RachelPutri_37 1k.




58 | embun di ujung rumput



JAM pulang kerja, Gusti kembali menjalankan Bentayga Zane yang dia kendarai ke arah Senopati untuk menjemput sang istri.

Tidak seperti bulan lalu saat harus muter-muter gedung dulu, kali ini Iis sudah memberitahukan alasan keterlambatan pulang, beserta lokasi keberadaannya, sebelum Gusti datang menjemput.

Katanya, tadi ada sedikit masalah akomodasi untuk salah satu project. Lumayan gede. Jambore tingkat nasional. Dan karena sebagian besar personilnya sedang tugas di luar, terpaksa Iis yang standby sampai masalah teratasi. Dan ketika Gusti tiba di kantornya, sang istri sudah duluan ngadem di swing chair rooftop, seperti biasa.

"Nggak dingin? Tumben-tumbenan lho, malem ini Jakarta nggak kayak Jakarta." Gusti berjalan menghampiri. Duduk di sebelahnya. Menyampirkan jas ke pundak istrinya, dan kemudian merengkuhnya.

Iis mengulas senyum.

"Emang lagi butuh yang dingin-dingin kali, Gus. Pening ini kepala." Wanita itu menyahut manja, membiarkan keningnya dikecup sang suami.

"Kamu pucet banget." Gusti berkomentar.

Iis segera menjelaskan. "Abis salat aku tuh, dan sebelum wudhu tadi, hapus makeup sekalian." Wanita itu lalu merebahkan punggung di kursi yang memang cukup luas itu, menarik lengan sang suami biar ikut berbaring di sisinya. "Emang biasanya aku kalau nggak pakai lipstik kelihatan gimana? Perasaan kemarin-kemarin kamu bilang aku bangun tidur aja cantik."

"Aku bilang pucet, Sayangku. Bukan nggak cantik."

Iis meringis. Ganti mengecup bibir suaminya sebelum menyandarkan kepala ke dada bidang di sebelahnya itu. Minta dielus-elus.

Dan tidak lama kemudian, seperti biasa, Iis akan mulai cerita tentang apa saja—seperti saat sebulan pertama pernikahan mereka dulu, sebelum Linggar kembali datang.

Dan semakin Iis berusaha terlihat baik-baik saja, semakin Gusti merasa tidak enak hati. Merasa bersalah karena selama ini tutup mata, berharap Iis bisa sembuh sendiri.

"Maafin suami kamu ini, Is." Gusti tiba-tiba menggumam, membuat sang istri otomatis menghentikan ocehannya.

"Maaf buat?" Iis bertanya bingung. Melipat kedua tangan di dada Gusti dan menopang dagunya di sana supaya bisa saling menatap.

"Maaf karena belum bisa jadi suami yang baik buat kamu."

Iis mencebikkan bibirnya sedikit. "Ngomong apa sih, Gus? You're the best husband ever. I couldn't possibly ask for more."

Dan tanpa menunggu sahutan Gusti, Iis kemudian menghujani wajah di depannya itu dengan banyak kecupan, biar Gusti berhenti melantur. Wong baik dan sabarnya nggak ada duanya gitu, masih aja minta maaf!

"Kita udah janji nggak ada drama lagi lho, Gus."

"Sorry." Gusti mengelus wajah kesayangannya itu, mencoba merangkai kata-kata untuk menyampaikan maksudnya tanpa banyak drama. "Cakep banget sih istriku. Mimpi apa aku dapet kamu, Is?"

"Mimpi dipatuk ular?"

Gusti tertawa singkat. Mengulurkan kedua lengan untuk memeluk istrinya lagi.

Tadi sore sempat hujan setelah seharian mendung. Karenanya malam ini jadi lumayan dingin, tidak seperti biasanya. Dan sejujurnya, cuaca yang gloomy begini membuat kegundahan Gusti jadi naik berkali-kali lipat. Terutama karena mungkin sudah hampir melampaui batas expired date juga?

WEDDING BRUNCH [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang