10 | [super duper] over budget

43.5K 4.7K 296
                                    

Sorry, kemarin me time, terus mager update. Anyway, ciVelan22ndaaaaa_9 dapet voucher lagi. Cek pesan yaa.




10 | [super duper] over budget



TEPAT sebulan sebelum hari H pernikahan, Iis sukses dibikin pusing dan mual.

Kali ini bukan lebay, apalagi mengada-ada.

Ditambah lagi, saat tiba di rumah, ruang tamu apartemennya ternyata sudah dipenuhi oleh bertumpuk-tumpuk barang.

Kardus-kardus paket untuk para bridesmaid dan groomsmen—yang belum bisa dikirim karena kartu ucapannya belum jadi. Paperbag-paperbag besar berisi aneka seserahan yang dikirim Mamanya siang tadi dari Lebak Bulus—atas inisiatif sendiri karena beliau ragu pada selera anak beserta calon mantu—yang bahkan belum sempat Iis lirik apa saja yang ada di dalamnya. Bertumpuk-tumpuk undangan yang baru dikirim dari percetakan. Juga souvenir yang terpaksa dia ambil tadi, sekalian mengambil milik kliennya yang mau diantar ke Fairmont, biar nggak bolak-balik.

Iis rasanya mau pingsan, terutama saat belum sempat dia mengatur napas, tahu-tahu terdengar bel di pintu, dan dia menemukan Gusti sudah berdiri di hadapannya, dengan tas terjinjing di tangan, baru pulang kerja.

"Gus."

Iis berjinjit untuk memeluk leher sang pria dengan canggung, kemudian mempersilakan masuk.

Setelahnya, Gusti langsung pergi mandi, sementara Iis segera mengorder makan malam.

Selesai makan, keduanya duduk di ruang tamu, di atas karpet, menghadap laptop masing-masing, karena Gusti bilang masih ada sedikit pekerjaan yang ingin dia bereskan sebelum tidur.

"Udah nemu, tempat yang pengen dikunjungi buat honeymoon?" Gusti tiba-tiba bertanya, membuat Iis nyaris tersedak air putih yang sedang dia minum.

"Nggak usah ke mana-mana, lah, Gus," sahutnya ngeri. "Capek pasti abis resepsi. Kita staycation di sekitaran Jakarta aja, kalau mau. Sayang budget juga kalau pergi-pergi jauh, tapi ujung-ujungnya kurang menikmati karena badan kurang prima, kan?"

Gusti memandang calon istrinya sekilas, tersenyum geli, sebelum kembali menatap layar laptopnya sendiri. "Kalau buat yang satu itu, selalu ada budget, sih. Secara ... mana ada pengantin baru yang nggak menanti-nanti momen itu? Yah, meskipun khusus buat lo, gue emang kurang yakin karena lo sampe sekarang masih keliatan nggak nafsu ama gue gitu."

Iis menelan ludah.

Sumpah, dia udah nggak bisa ngomong karena memang bukan itu masalahnya.

Biar kata menikah dengan Gusti nggak pernah terlintas di benak sebelumnya, karena sudah dia putuskan untuk menerima lamarannya, ya sudah pasti honeymoon plus segala tetek bengek ritual pengantin baru sudah datang sepaket dengan keputusannya tadi. Iis sudah siap.

Lagi pula, memang bukan di situ masalahnya.

Iis menghela napas panjang. Merutuki kebodohannya sendiri.

Bisa-bisanya, sebagai wedding organizer berpengalaman, ngurus nikahan sendiri aja nggak becus!

"Kenapa kusut banget gitu, sih, mukanya?" Gusti bertanya lagi.

Iis serasa menciut.

Ya biarpun kalau nantinya Gusti, sebagai donatur tunggal acara resepsi mereka, tidak terima dengan apa yang akan dia sampaikan, mungkin Iis bisa saja mengusahakan sumber pendanaan lain. Tapi tetap saja, karena sampai sekarang solusi konkritnya belum ada, dia jadi mengkerut juga.

WEDDING BRUNCH [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang