Mayasfira Anara Bassam, yang kerap kali dipanggil Maya. Ia adalah sesosok gadis bertubuh tinggi dengan badan yang sedikit berisi nan cantik. Mata coklatnya bagaikan sebuah kristal. Hijab yang selalu ia gunakan semakin menambah kecantikannya.
Saat in...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
~ Anton bungkam, mendengar pernyataan Sanaya.
"Aduh, nak Anton. Ayo bantu bawa ke ambulance! Oh ya, siapa aja kabarin orang tua Maya. Biar nanti suruh nyusul ke rumah sakit." Titah Guru itu.
"Iya Bu, biar saya aja." Sahut Sanaya.
Dirumah Bunda sedang membereskan dapur, dan berbincang dengan asisten rumah tangganya.
Drrttt!
"Eh, ada telefon. Sebentar, ya Bi!" ucap lembut Bunda.
"Iya, Bu. Silahkan."
Bunda mengambik hp nya di atas nakas, dan menjawab telepon tersebut.
Sanaya.
Assalamu'alaikum, Bun.
Nayara.
Wa'alaikumsalam. Ada, apa nak?
Sanaya.
Hmm. Eh, itu, Bun. May--
Nayara.
Maya kenapa?!
Sanaya.
Tadi, Maya pingsan, Bun. Dia gamau sarapan bareng di kantin tadi. Sekarang Bunda nyusul ke rumah sakit aja, ya!
Nayara.
Iya-iya Sanay, bunda kesana. Tunggu, ya! Assalamu'alaikum.
Sanaya.
Wa'alaiku-
Tut tut tut! Panggilan terputus.
"Ah mungkin, Bunda cemas. Yaudah, deh gue langsung samperin aja Maya." Gumannya.
Dug dug dug! Langkah Sanaya menuju Ambulance.
"Bu, saya sudah menghubungi Bundanya Maya. Ayo, segera saja ke rumah sakit."
"Baik, ibu juga akan ikut."
Lalu, Sanaya melirik Anton. "Heh, Anton! Ngapain masih disini? Mau ikut?"
"Ya-iyalah"
"Heh lo gaada kepentingan. Nanti yang ada, Maya sesek disana ada lo!" celetuk Sanaya.
"Lo siapa beraninya ngatur, gue?"
"Udah diem. Ribut mulu, udah Anton gakpapa ikut aja, biar ada laki-laki nya juga!" Anton hanya membalas dengan anggukkan. Lalu, Anton duduk sebelah Sanaya dan berbisik.
"Nah, kan gue ikut!" bisiknya.
"Diem lo!"
Beberapa saat mereka tiba di Rumah Sakit.
"Suster, tolong cepat bantu teman saya!"
"Baik." Sahut seorang suster. Suster pun, memindahkan Maya ke ruangan.
Saat di depan pintu. "Maaf, sementara pasien di periksa belum boleh ada yang masuk dulu. Terimakasih." Sanaya, Anton, dan Bu Ranty pun membalas dengan anggukkan.
Terdengar oleh Maya, suara yang tak asing baginya.
"Dok, yang atas nama Mayasfira Anara Bassam sebelah mana, ya?"
Lalu, disahut oleh Sanaya. "Bunda! Maya disini."
"Eh, Sanaya. Gimana keadaan, Nara. Jelasin kenapa dia bisa dibawa kesini, sayang." Tutur Bunda.
"Astagfirullah, pasti dia maag nya kambuh. Eh, nak Anton, ibu Guru. Terimakasi sudah repot-repot mengantar, putri saya." Jelas Bunda.
"Gakpapa kok tan ga repot, kan Maya teman saya juga. Lagipula, saya ga keberatan kok, tan!" Sahut Anton.
"Gakpapa, Bu. Saya sebagai, guru harus bertanggung jawab. Apalagi kejadian didepan mata, saya. Kalau begitu saya pamit, semoga Maya segera sembuh. Assalamu'alaikum." Lontar Bu Guru.
"Wa'alaikumussalam." Jawab mereka serentak.
Ceklek!
Seketika yang berada disitu menoleh ke arah pintu. "Dok gimana keadaan anak saya?" Tanya Bunda, pada dokter tersebut.
"Baik. Untungnya, anak ibu tidak terlalu parah dengan lambungnya. Saya harap, saudari Maya tidak melewatkan sarapan. Sekarang sudah bisa di bawa pulang." Ucap dokter.
"Syukurlah!"
"Lo tau nggak si May, gue disini khawatir sama lo. Gue ngerasa bersalah juga, semoga lo nggak kaya gini lagi." Ucap Anton dalam hati.
"Bibir lo kenapa? Kesetrum, apa gimana. Kaya itik dari tadi, pake elas-elus dada segala," celetuk Sanaya.
"Sotoy banget lo,"
"Bukan sotoy, gue kasian aja liat lo. Takutnya kena mental kasian gue, dasar malang."