Bragaweg no 76, 1929
"Saya harap kau menyukai tempat ini, Jan" kata seseorang menemani kedua kakak adik tersebut melihat sebuah rumah. Rumah yang dimaksud meruka sebuah ruangan besar dengan beberapa sekat kamar yang terletak di atas toko-toko.
Model rumah tersebut mengingatkan Jan pada rumah tokoh fiksi favoritnya, Sherlock Holme
"Terima kasih Karel"
"Terima kasih Karel. Kau tau Jan sangat menyukai tempat ini karena mengingatkannnya dengan tokoh fiksi favoritnya, Sherlock Holmes" Anneta memotong pembicaraan antara Jan dan Karel
"Anneta, jaga sikap kau!" tegur Jan dengan nada keras
Karel tertawa melihat tingkah laku adik temannya yang dapat dikatakan kurang sopan menurut etika.
"Aku ingin melihat-lihat bagian lain"
"Sepertinya, adik kau sangat menyukai rumah baru kalian"
"Jika kau berpikir dia seperti standar wanita-wanita eropa pada umumnya, lupakan saja! Mama sering berkata dia lebih pantas menjadi gadis pribumi dibanding gadis eropa. Susah diatur!" gerutu Jan yang malu melihat kelakuan adiknya.
Karel hanya tertawa.
"Masih jelas diingatan saya ketika Meffrow Julia menatap aneh pada kau ketika kau mengatakan akan membahas salah satu karya Sir Arthur Conan Doyle untuk tugas apersiasi karya sastra." Ujar Karel mengenang masa-masa mereka bersekolah di Lyceum di Amsterdam. Jan bersikeras ingin membahas A Scandal in Bohemian sebagai karya sastra yang hendak ia apresiasi dalam kelas Bahasa Inggris ketika semua teman-temannya memilih karya sastra klasik seperti Helmet, Romeo and Juliet, King Arthur.
"Lalu kami berdebat" ujar Jan sambil tertawa mengenang hal tersebut.
"Jika yang dimaksud oleh Meffrow Julia sebagai karya sastra itu sesuatu yang mampu memberi perubahan, tentunya semua karya-karya Sir Arthur Conan Doyle juga termasuk di dalamnya. Karyanya memberi perubahan dalam selera pembaca"
Perkatanya yang membuat karel tertawa terbahak-bahak ketika mendengarnya.
"Jan..Jan... Kau tau aku menyukai jiwa pemberontakmu" ucap Karel mengingatkan sahabatnya ketika ia dapat mengendalikan tawanya yang mengeluarkan air mata. "Namun kau harus dapat mengendalikan jiwa pemberontak itu. Ingat kini, kau harus menghidupi dirimu serta Anneta tanpa bantuan dari keluarga besarmu. Selain itu kau juga adalah seorang wali bagi gadis berusia 15 tahun, Itulah beban yang kau pikul. Kuharap kau mengerti kondisimu saat ini."
Jan terdiam. Kekhawatirannya yang sempat terkubur dalam kembali menghantui saat mendengar ucapan Karel. Setalh memutuskan untuk kembali ke Hindia-Belanda, begitu banyak beban pikiran yang memenuhi isi otak Jan. Kekhawatirannya mengenai masa depan sang adik. Kecemasan mengenai finasial untuk menghidupi mereka berdua dan masih banyak lagi.
"Jan" panggil Karel.
"Ya... saya paham mengenai hal itu, Karel"
"Je bent niet alleen. Ik naast je, broeder." Karel merangkul pundak sahabatnya. "Jika kau butuh bantuan, kau dapat menghubungiku"
"Bedankt, Karel"
***
Tak membutuhkan lama bagi Anneta untuk mengetahui seluk beluk tempat yang akan menjadi rumahnya ini. Dibandingkan dengan rumahnya di Amsterdam ataupun farmhouse milik keluarganya di Uttrech tentu saja ini masih tergolong kecil. Rumah keluarga besarnya berkali-kali lipat luasnya dibanding ini.
Memiliki Papa dengan garis keturunan darah biru, membuat keluarga Anneta sebagai salah satu keluarga kaya di Belanda. Papanya selain memiliki tanah luas di pinggiran Uttrech, keluarga Papa juga memiliki bisnis jasa ekspor-impor di beberapa negara serta bisnis ekspedisi yang dikelola oleh saudara laki-laki tertuanya Markus Joseph Peter van Hendrik. Memiliki gurita kerajaan bisnis di beberapa wilayah koloni, membuat keluarga van Hendrik semakin berjaya. Tak heran, jikan Jan mengeluarkan beberapa ribu gulden agar dapat mereka dapat meninggalkan Belanda.
Kehidupan Jan dan Anneta sedikit berbeda dengan imigran yang datang ke daerah koloni. Dalam perjalanan menuju Hindia-Belanda menumpangi MS Christiaan Huygens, Anneta bertemu dengan banyak orang yang dengan tujuan yang sama. Menuju Hindia-Belanda. Tentu saja motif mereka menempuh perjalanan jauh serta lama ini bermacam-macam. Kebanyakan ingin mencoba peruntungan di wilayah koloni. Tak sedikit pula yang ingin berlibur ke wilayah yang terkenal eksotis, ada pula para petualangan yang cukup lelah bertualangan di eropa serta masih banyak lagi alasan-alasan yang dia temukan dari penumpang kapal.
Sepertinya, hanya dia dan Jan yang memiliki alasan yang unik hingga mengantarkan mereka ke Hindia-Belanda, kabur dari rumah. Alasan yang dapat dibilang mengada-ngadakan untuk keturunan van Hendrik yang termahsyur itu.
Pada bagian kapal yang mereka tempat, kelas III, pada umumnya diisi oleh penumpang yang berharap mendapatkan penghidupan yang lebih baik di Hinida-Belanda. Kebanyakan mereka berasal dari golongan menengah dan bawah yang tersisihkan oleh akibat pergantian tenaga manusia oleh mesin. Dampak dari revolusi industri. Anneta cukup terkejut ketika Berrtha salah satu teman yang dia jumpai di kapal mengatakan hidupnya lebih bahagia di Hindia-Belanda- "Di Hindia-Belanda kami memiliki rumah yang besar lengkap dengan serambi besar dan pekarangan yang luas. Kami tak perlu turun tangan untuk mengerjakan pekerjaan rumah tangga karena ada baboe-baboe yang akan mengerjakannya. Hidupku di Hindia-Belanda seperti putri." Ucap Bertha yang selalu terngiang-ngiang di ingatan Anneta.
Lama gadis itu merenungi nasibnya saat ini. Berada di Hindia-Belanda. Entah apa yang dilakukannya di sini, bagaimana kehidupannya di Bandoeng dan lainnya. Namun ada sesuatu yang membulatkan tekadnnya untuk kembali ke tanah kelahiran mereka yaitu keinginan bertemu dengan iboek serta terbebas dari segala aturan Mama yang memberatkannya.
"Apa yang kau lakukan di dekat jendela itu, Anneta?" Suara Jan mengagetkannya membuat gadis itu sedikit terlonjak.
"Kau ingin membuat jantung saya berhenti sejenak, Jan" ujar Anneta kesal.
"Bukan salah saya, saya hanya bertanya mengapa kau berdiri di situ seperti burung kakak tua yang hinggap di jendela" ledek Jan yang semakin membuat muka Anneta menjadi masam.
"Kau saudara kurang ajar, menyamakanku dengan burung kakak tua" gerutunya pada Jan
"Setidaknya hanya itu yang membuat saya teringat dengan Hindia-Belanda. Lagu berbahasa melayu yang selalu saya dengar ketika kecil" ujar Jan tersenyum kecut.
"Tenang Jan, kita pastidapat menemukan iboek" hibur Anneta sambil memeluk Jan.
***

KAMU SEDANG MEMBACA
Zoekopdracht
HistoryczneCerita ini mengangkat latar Kota Bandung pada tahun 1920-an. Setelah terpisah sekian belas tahun akhirnya Jan berhasil kembali ke tanah kelahirannya. Tujuannya hanya satu, yaitu untuk kembali merasakan pelukan hangat seorang wanita. Hanya saja menca...