7. hilang sapa

237 54 4
                                    

Wajah Neira menahan bingung, ia masih memegang cangkir kopi namun upaya meminumnya tertahan kala Noile duduk di hadapannya, lalu tersenyum.

"Maaf?" Ucap Neira, mengisyarakatkan ia tak mengerti dengan kedatangan Noile yang tiba-tiba.

"Hi, gue Noile."
"Ok."
"Gue anak beasiswa kayak Lo."
"Dan?"
"Dosen pembimbing beasiswa minta semua anak beasiswa ngumpul hari ini. Jadi gue kasih tau Lo, sekalian numpang makan di meja Lo."

Halis Neira mengeryit. Ia tak kenal Noile, sepanjang kuliah, setiap pertemuan anggota beasiswa pun Noile tak pernah terlihat. Apa ini kali pertama Noile mendapat beasiswa?

"Dosen pembimbing ngasih tau Lo, buat ngasih tau gue?" Tanya Neira.

"Dosen pembimbing ngasih tau gue, buat ngasih tau semua anggota beasiswa."
"Lo datengin satu persatu, gitu?"
"Enggak, gue chat mereka."
"Terus?"
"Kebetulan gue ketemu Lo."
"Ini pertama kali Lo dapet beasiswa?"
"Ya, ini beasiswa full pertama gue."
"Oh. Cuman mau ngasih tau, anak beasiswa punya grup chat. Lo belum diundang ya? Adek kelas gue udah ngabarin berita ini dari pagi."
"Gitu ya? Oh, ok deh."

Tak nyaman. Sangat tak nyaman rasanya melihat wajah tanpa dosa Noile menyantap makanan sementara di hadapannya Neira terganggu.

"Urusan Lo udah selesai? Ada yang mau Lo sampein lagi?" Tanya Neira kembali, namun kali ini ia bersiap pergi.

"Gak ada. Tapi, boleh temenin gue makan?"
"Gue? Nemenin Lo?"
"Gak sampai habis juga gak apa-apa kok, bentar lagi ada pacar gue dateng."

Sudahlah, Neira tahu maksud Noile bukan hanya sekedar memberi info tapi juga hendak pamer.

"Gak. Gue gak mau." Tandas Neira, ia berdiri mengaitkan tas ke pundak.

"Neira?"

Hah. Sial.

"Hi, bae."
"Oh, hi bae. Kamu masih makan?"
"Um! Sini temenin aku bae."
"Ok ok."

Ck.

"Mau kemana, Nei?" Tanya Nathan, menahan langkah pertama Neira yang siap pergi.

"Pulang."
"Gak pesen makan dulu?"
"Gue makan di rumah."
"Oh iya. Ibu pasti masak, ya?"
"Ibu?"
"Maksud gue, Tante."
"Bae, kamu pesen makan?"
"Hm?"
"Atau mau aku suapin?"

Hanya gelengan kepala yang Neira beri, ia tak lagi ingin berlama-lama di sana. Langkah kaki pun kian mantap meninggalkan kantin.

Sesampainya di rumah dan merebahkan diri di kasur. Neira terdiam. Ia seperti melamun.

Jarinya terus mengetuk casing ponsel di atas perut.

"Noile sialan." Gumam Neira.

Dalam hati terdalam, rupanya Neira masih belum bisa merelakan Nathan. Sungguh, sebuah karma yang sangat menyiksa.

Dua hari berlalu. Tak berhenti memikirkan Nathan dan Noile membuat Neira tersadar ia tak menghubungi Rasen, baik pesan atau telpon. Ada rasa penasaran yang membuatnya bertanya, ada apa gerangan Rasen tak meninggalkan cerita? Biasanya dalam sehari selalu ada hal yang mereka bagi. Neira ingin sekali menghubungi Rasen dan memastikan kabar lelaki itu baik saja, tapi entah mengapa ia sangat ragu.

Seharusnya hari ini Neira dan Rasen bertemu, tapi ponsel Neira senyap tanpa kabar lelaki itu. Bahkan hingga matahari mulai tenggelam dan gaun cantik Neira mulai kusut, Rasen masih tak memberi kabar.

"Rasen, kemana?" Gumamnya, seraya menatap layar telepon dengan kontak Rasen di dalamnya.

Seminggu berlalu. Neira memilih untuk tak menghubungi Rasen namun disisi lain ia seperti mengaminkan keraguan Winter.

Apa selama ini perasaan Neira pada Rasen memang sebuah keraguan? Apa Neira tak benar-benar peduli jika Rasen memilih pergi dari hidupnya? Apa Neira telah selesai mengambil keuntungan dari kehadiran Rasen? Apa sungguh selama ini Neira hanya menganggap Rasen sebagai selingan atau persinggahan? Neira tak mengerti.

Dua Minggu berlalu, Neira semakin bertanya-tanya. Ia dilema untuk membiarkan Rasen pergi dan berhenti memberi ketidakpastian atau mencari Rasen dan kembali menariknya kedalam keegoisan?

Dan, tak terasa, satu bulan telah berlalu. Rasen hilang bagai telan dibumi, sementara Neira masih bersikukuh dengan segala keraguan. Namun, di tengah keduanya Neira menyadari ada rindu yang mulai mencuat. Entah untuk kehadiran Rasen atau memang untuk diri Rasen... satu hal yang pasti, Neira ingin mendengar suara lelaki itu.

catatan akhir kuliah : yah, gak jadi ketemu ini?

∆Palindrome∆
a usual story

PalindromeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang